Seperti dugaanku semalam, tidak ada siapapun di apartemen ini selain diriku sendiri. Bayangan yang aku lihat semalam adalah hasil dari hayalanku saja. Aku memang sering kali manja dan tidur gelisah ketika sedang sakit, tapi mengapa dari sekian banyak orang yang dekat denganku justru Namjoon yang aku bayangkan berada disini?
Lantai terasa dingin ditelapak kakiku, kedua kaki terasa lemas, tidak bertenaga sama sekali. Rasa haus dan lapar membuatku menyeret langkah dengan terpaksa keluar kamar.
Aku meminum beberapa gelas air putih, kedua tanganku bergetar terasa tidak sanggup memegang gelas. Perutku terasa nyeri saat ku gerakan sedikit, lambungku sepertinya kambuh. Tidak seharusnya aku melewatkan jam makan seperti kemarin.
Keringat dingin mulai keluar dari tubuh, menahan rasa sakit di perut yang terasa kian meremas.
"Sssh.. namjoon.. si..siapapun tolong.."
Aku benar-benar mengharapkan siapapun berada disini, rasa sakitnya kian mendera ketika aku menggerakan sedikit tubuhku. Aku meringkuk kan badan di lantai, berharap dengan melakukan ini rasa sakitnya berkurang, kedua mataku terpejam dengan mulut yang sesekali mengeluarkan rintihan."Yura!!" Seruan seseorang membuatku menghela nafas sedikit, siapapun itu aku bersyukur dia berada disini. Dia menggendong tubuhku, harum maskulin terasa di indera penciumanku.
Namjoon..
***
Dan disinilah aku berakhir, rumah sakit dengan baunya yang sangat khas. Entah berapa lama aku tertidur setelah dokter memeriksa dan memasangkan infus di tangan kiri ku.Aku tidak tau bagaimana namjoon bisa berada di apartemen setelah dia berkata akan pulang 2 hari lagi. Mungkinkah dia mengkhawatirkan ku? Ah tidak mungkin.. lebih masuk akal lagi jika pekerjaannya lebih cepat selesai dari yang dia perkirakan.
Namjoon keluar dari kamar mandi, badannya terlihat segar dari pada sebelumnya. Kantung mata terlihat jelas di wajahnya, dia kekurangan istirahat.
"Kenapa buburnya belum dimakan?" Matanya melirik ke arah meja.
"Baru datang, ini baru mau makan."
Namjoon duduk di kursi sebelah ranjang ku. Tangannya terulur mengambil mangkuk berisi bubur. Jangan bilang dia akan menyuapiku?!
"Buka mulutnya.." Perintahnya.
"Saya bisa makan sendiri." Tolak ku.
"Biar saya suapi."
"Tidak.. saya bisa sendiri."
Namjoon mengembalikan bubur di atas meja, kedua tangannya terlipat di dada, memperhatikanku yang tengah berusaha untuk duduk. Ekspresi wajahnya terlihat menyebalkan ketika rintihan keluar dari mulutku tanpa bisa ku tahan.
"Bisa??" Sindirnya.
"Saya.." Aku kembali menutup mulutku, tidak melanjutkan perkataan ku. Dia membuatku tidak bisa berkutik sama sekali.
Hal selanjutnya yang terjadi adalah dia menyuapiku! Benar-benar menyuapiku. Aku tidak berbohong, perutku memang masih terasa sakit meski tidak sesakit sebelumnya. Jadi jangan mengasumsikan jika ini hanya modus semata.
"Kenapa kamu sering melamun?" Tanyanya.
"Memang.. keliatannya begitu ya?" Tanya ku balik.
"Menurutmu?" Balasannya terasa menyebalkan.
"Saya hanya terlalu asik dengan dunia saya sendiri." Jelas ku.
"Kebiasaan yang buruk." Cibiran nya membuatku menatapnya tidak suka.
"Kebiasaan seperti itu akan membuatmu celaka sendiri. Kamu tidak akan memperhatikan hal-hal kecil yang mungkin saja penting atau berbahaya di sekitarmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband
Fanfiction"Saya ga peduli! Saya tau kamu gay kan? jadi saya ga akan peduliin apa yang kamu lakuin meskipun kita satu kamar." Ucapku acuh. Tanganku sibuk meloloskan gaun pernikahan dari tubuhku, memperlihatkan bahu dan punggung mulus di depannya yang baru saj...