Namjoon Side (2)

434 46 20
                                    

Awal perkenalanku dengan Seokjin hyung adalah semasa kuliah dulu. Aku masih ingat ketika dia menjadi salah satu mahasiswa dalam pertukaran pelajar, dia tidak pandai dalam berbahasa inggris sehingga aku sering kali membantunya dalam berkomunikasi. Sejak itu aku menjadi akrab dengannya, bahkan dia lebih memilih bekerja di perusahaan ku dibanding menjadi manager di perusahaan adiknya.

Aku yang tidak pernah dekat dengan perempuan manapun menjadikan hal itu pemicu awal mula rumor itu terjadi. Aku terlalu sibuk mempelajari buku-buku tanpa berniat melirik sedikitpun ke arah perempuan dan Seokjin hyung adalah orang yang jahil, dia kerap kali sengaja bersikap mesra di depan orang lain agar mereka mempercayai bahwa rumor itu benar adanya. Kebodohan ku lainnya adalah membiarkan rumor itu berkembang pesat tanpa memikirkan resiko kedepannya, aku hanya merasa di untungkan karena tidak ada lagi perempuan yang mengejar ku atau mendekati kecuali Aliana.

Aku menghempaskan tubuhku ke sofa, meraih ponsel yang sama sekali tidak ku pegang sejak 2 hari yang lalu. Aku berencana untuk menghubungi Yura, memberitahunya bahwa aku akan berada di luar kota beberapa hari lagi. Aku tidak menyangka jika masalah ini lebih serius dari kelihatannya, penduduk Tanjung Benoa bahkan melukai salah satu pegawai kontruksi ku.

"Ini aku Namjoon." Ujar ku saat dia menanyakan siapa, suara Yura yang terdengar serak membuatku cemas dengan keadaannya.

Aku mencari keberadaan Seokjin dan mendapatinya tengah meminum soju yang di bawanya.
"Mau minum denganku Namjoon?" Seokjin menyerahkan salah satu gelas kepadaku, aku menggeleng pertanda menolak ajakannya.

"Hyung, bisa cari kan penerbangan tercepat malam ini?"

"Mau kemana?"

"Pulang. Yura sakit, aku takut terjadi sesuatu dengannya."

"Lalu bagaimana dengan masalah disini? Kamu akan mengabaikannya?" Raut wajah Seokjin terlihat tidak senang mendengar alasan kepulangan ku, dia melipat kedua tangannya di dada dangan tatapan yang tidak terlepas dariku.

"Tanggung jawab utamaku sekarang adalah Yura. Bukankah kamu bisa mengatasi masalah ini tanpaku hyung?"

"Kamu mulai menyukai perempuan itu?"

Suka? Bahkan interaksi ku dengannya bisa di hitung dengan jari, jika aku tetap di sini dengan pikiran terus padanya itu hanya akan membuat pekerjaan terhambat.
"Aku hanya menjalankan amanah sebagai seorang suami. Jika hyung tidak bisa membantuku, aku bisa mencari penerbangan ku sendiri."

Aku berdiri dari dudukku, berjalan keluar ruangan. Seokjin sama sekali tidak menjawab ucapan ku, sedikitnya aku takut dia mulai teracuni obsesi Aliana tentang pernikahan.

***

Aku sampai di apartemen sekitar jam 2 pagi. Yura tampak tertidur dengan wajah pucat, kain basah terlihat memenuhi kepalanya menurunkan suhu tubuhnya -mengompres-.

Aku berjalan ke arah dapur, membuka kulkas dan mendapatinya kosong tanpa terisi makanan sedikitpun.

"Apa dia belum makan?" Gumam ku saat tidak mendapati piring kotor atau bekas apapun yang menandakan nya sudah makan.

Aku memutuskan untuk membuat bubur dengan mengikuti tutorial di Google pada layar ponsel. 30 menit sudah terlewat dan yang ku dapati justru nasi yang tampak gosong pada bagian bawah dengan bagian atas belum matang secara sempurna, belum lagi rasa asin yang begitu kentara aku memasukan garam terlalu banyak.

Nyaris aku membanting sendok dan panci yang berada di tanganku. Perasaan menyesal menyelusup di dadaku, aku terlalu fokus belajar pengetahuan tanpa mempelajari hal sederhana tentang kehidupan. Setiap hari Seokjin yang selalu mengurus segala keperluanku, jika dia tidak mengantarkan makanan maka aku akan makan diluar atau pergi ke rumah ibu. Aku merasa tidak berguna sama sekali menjadi seorang suami, aku tidak bisa membuat makanan atau mengurusnya yang sedang sakit.

My Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang