Apa yang paling menakutkan di dunia ini selain diri sendiri? Manusia. Mereka bisa memanipulasi keadaan, menyembunyikan hati dan bahkan tetap bersikap seperti malaikat meski hati setiap harinya berisikan rasa dengki.
Yura tidak pernah menyangka, selama hidupnya dia akan merasakan situasi sesulit ini. Kehidupannya bagaikan sinetron telenovela atau drama picisan pada sebuah novel. Berawal pada perjodohan, perceraian dan sampai di titik drama penculikan yang mungkin nanti berujung penyelamatan tidak terduga atau justru kematian yang lebih dulu datang?
Namun yang ia tau pada semua novel, si tokoh utama selalu selamat dengan cara apapun dan berakhir happy ending. Jadi bolehkah Yura berharap sedikitnya? Memiliki akhir kehidupan yang bahagia dan juga seseorang yang datang untuk menyelamatkannya. Yura hanya ingin hidup lebih lama agar bisa melihat bayinya lahir ke dunia dan merasakan bagaimana menjadi seorang ibu.
Tidak ada yang bisa dilakukannya selain meringkuk, menangis ketakutan atau sekedar muntah akibat morning sick nya pada kehamilan pertama. Ruangan yang ditempatinya bahkan memiliki kamar mandi yang membuatnya tidak memiliki celah atau kesempatan sedikitpun untuk melihat keadaan diluar sana. Yura tidak tau harus bagaimana lagi, dia tidak melakukan apapun mereka -orang yang menculik Yura- kerap kali memperlakukannya kasar bahkan tidak jarang menyakiti fisiknya.
Perutnya terasa perih akibat rasa lapar yang di tahannya sejak beberapa jam yang lalu. Matanya melirik ke arah nampan berisi makanan yang di antarkan Tony, haruskah dia memakan makanan itu untuk meredakan rasa laparnya? Tapi bagaimana jika makanan itu terdapat racun? Itu hanya akan mempercepat kematiannya. Yura takut simpati atau ucapan Tony yang mengasihinya hanya kebohongan belaka.
Yura menidurkan tubuhnya pada ranjang, posisi tubuhnya meringkuk seperti seorang bayi dengan tangan yang mengelus lengannya yang mulai lebam akibat pukulan beberapa jam yang lalu.
Tiba-tiba Yura merindukan ibunya, dia ingin bertemu dengan orang terkasihnya. Sesuatu hal yang tidak mungkin kecuali jika Tuhan menyuruhnya untuk pulang menyusul Ibundanya.
***
"Hyung.." Jungkook keluar dari ruang kerja papanya, dia melihat Jhope yang baru saja keluar dari kamar dimana papanya berada.
"Bagaimana keadaan Papa?""Tekanan darahnya agak tinggi, Papamu drop karena stress dan juga kekurangan istirahat."
"Papa memang sering lembur akhir-akhir ini."
"Melampiaskan dengan menyibukkan diri ya?"
Jungkook tersenyum dengan pertanyaan Jhope, membenarkan apa yang di ucapkannya. Di bandingkan dengannya atau kakaknya, Jungkook tau bahwa papanya lah yang paling merasa kehilangan ibunya. Tapi tidak ada yang bisa dilakukannya sebagai seorang anak, tidak ada orang yang baik-baik saja berpisah dengan orang terkasih salah satu caranya hanya dengan mencoba mengikhlaskan.
Jungkook mengintip ke dalam kamar dengan pelan, berharap Papanya tidak sadar dengan kehadirannya.
"Om baru saja tidur Jung, aku memberikannya obat tidur supaya dia bisa beristirahat dengan tenang."
"Terima kasih bantuannya Hyung, maaf merepotkan."
"Tumben sekali kamu jadi anak yang sopan."
Jungkook tertawa mendengar ucapan Jhope kemudian dia berkata
"Ngomong-ngomong apa udah ada informasi selanjutnya?""Belum ada perkembangan apapun."
"Hansol Hyung?"
"Dia masih mencoba melacak Ipnya."
"Dimana Suga Hyung sekarang?"
"Suga pergi dengan Revan. Kenapa?"
"Aku akan menyusul mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband
Fanfiction"Saya ga peduli! Saya tau kamu gay kan? jadi saya ga akan peduliin apa yang kamu lakuin meskipun kita satu kamar." Ucapku acuh. Tanganku sibuk meloloskan gaun pernikahan dari tubuhku, memperlihatkan bahu dan punggung mulus di depannya yang baru saj...