Namjoon memintaku memasak untuk sarapan besok pagi, dia bilang sedang ingin menikmati masakan ku di banding makan-makanan luar. Akhirnya setelah melihat sunset aku dan Namjoon pergi berbelanja ke mall terdekat.
"Aku baru tau kalo kamu semanja itu." Ucapku. Aku membaringkan tubuh di kasur, menatap Namjoon yang tengah serius membaca buku yang di bawanya.
"Kamu merasa keberatan?"
"Nggak, cukup menyukainya. Apa yang kamu baca?"
"Buku Jung's Map of The Soul." Jawabnya.
Namjoon menjelaskan jika buku itu berisi tentang kepribadian manusia. Yang pertama Persona atau Public Face bagian yang ingin ditunjukan kepada orang lain, kemudian Anima atau Animus yaitu upaya memahami lawan jenis. Shadow, bagian mengerikan dari diri manusia dan yang terakhir The Self atau bagian inti kepribadian manusia.
Aku tidak tau seberapa banyak Namjoon mempelajari tentang karakter seseorang, mental health, mengenal dirinya sendiri atau mencintai dirinya sendiri. Tapi apa yang dipelajarinya tidak benar-benar berguna atau mungkin dia masih kebingungan bagaimana menyampaikannya karena sampai detik ini Namjoon masih payah mengenal atau memahami ku sebagai lawan jenisnya begitupun tentang pernikahan ini ke depannya.
Persona atau bagian yang ingin di tunjukan Namjoon kepada orang lain salah satunya adalah bahwa dia adalah laki-laki normal padahal bagian shadow nya menunjukkan sebaliknya, sedangkan untuk animus nilainya 0 dariku dan the self banyak sisi lain Namjoon yang perlahan keluar dengan sendirinya.
Tapi jika dia banyak memahami itu mungkin saja Namjoon akan menyamaratakan antara perempuan dan laki-laki, normal atau tidak nya seseorang adalah hak orang tersebut dan mereka berhak mendapatkan apa yang mereka mau selagi itu membahagiakan dirinya sendiri, lagi-lagi hak asasi manusia. Namun Namjoon tinggal di indonesia, budaya timur yang masih tabu dengan hal seperti itu, dia juga pasti sangat paham dengan seluruh konsekuensinya. Tidak seluruh negara juga memberi izin untuk pasangan sesama jenis sebebas itu. Ahh.. tapi lama-lama indonesia pun sudah merasa biasa dengan kebiasaan tak lazim itu.
Pandangan normal bagiku dan bagi 'si pelangi' mungkin juga berbeda. Aku selama ini tidak pernah peduli tentang hubungan sesama jenis, bahkan tidak pernah terbayang akan memiliki suami seorang gay. Kejadian diluar dugaan ini seperti memaksaku untuk beradaptasi cepat dan berpikir keras tentang pertimbangan bagaimana kehidupan rumah tangga ini selanjutnya.
Aku meraih ponsel dan melihat beberapa pesan, rasanya membosankan begitu Namjoon kembali terhanyut dengan buku bacaannya. Entah mengapa malam ini rasanya aku ingin diperhatikan olehnya tapi gengsi ku yang lebih besar menahan ku untuk melakukan sesuatu atau mengatakan nya. Aku menyimpan ponsel dan menarik selimut kemudian tidur membelakangi Namjoon.
"Kamu bosan?"
"Ngantuk."
Aku tidak tau apa yang dilakukannya setelah mendengar jawabanku, ranjang terasa bergerak kemudian sepasang tangan merengkuh tubuhku masuk ke dalam pelukannya.
"Tidur lah." Namjoon mencium keningku sebagai ucapan selamat tidur.
***
"Biar aku yang masak, kamu yang ngasih intruksi."
"Kamu yakin Namjoon?" Ucapku tidak yakin.
"Tentu saja. Aku harus belajar memasak takutnya seperti kemarin, kerepotan saat kamu tidak ada."
Entah aku yang sedang sensitif atau bagaimana hanya saja mendengar perkataannya membuat hatiku mencelos, rasanya seperti bermakna tentang perpisahan atau sesuatu yang entah aku ketahui.
"Kenapa kamu diam? Nggak mau mengajariku?"
"Ah bukan, semalam bilangnya mau makan masakanku." Aku tersenyum sekilas ke arahnya, menyuruh Namjoon untuk menggunakan celemek yang tergantung dekat dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband
Fanfiction"Saya ga peduli! Saya tau kamu gay kan? jadi saya ga akan peduliin apa yang kamu lakuin meskipun kita satu kamar." Ucapku acuh. Tanganku sibuk meloloskan gaun pernikahan dari tubuhku, memperlihatkan bahu dan punggung mulus di depannya yang baru saj...