Bab 10a

7K 764 51
                                    

“Kalau aku nggak bisa punya anak bagaimana?” tanya Bunga kepada Jaka suaminya.

“Nggak masalah. Pernikahan nggak melulu soal anak. Ada banyak hal lainnya.”

“Contohnya apa?”          

“Saling menyayangi, saling menjaga, seumur hidup.”

“Lalu, kalau ada wanita yang sanggup memberimu anak, apa kamu akan berpaling?”

Saat itu, Jaka tidak menjawab pertanyaan istrinya. Laki-laki itu memilih untuk mengalihkan topik pada dagangan online yang sedang dijalani istrinya. Memberi saran, memuji, dan lagi-lagi memberikan kucuran modal yang besar agar istrinya bisa mengembangkan usaha.

Suatu hari, di samping rumah mereka pindah warga baru. Seorang wanita berumur pertengah dua puluhan yang sedang bermasalah rumah tangganya. Wanita itu bernama Kinasih. Bunga menyukai tetangga barunya karena selain cantik juga ramah. Segera setelah berkenalan, mereka menjadi akrab satu sama lain. Bunga bahkan sering mengirim makanan untuk tetangga barunya.

Hidup Kinasih memang mengenaskan, punya suami yang tidak bertanggung jawab dan suka sekali menghabiskan uang di meja judi. Kebiasaan buruk sang suami membuat Kinasih meninggalkannya.

“Lebih baik aku bekerja untuk diriku sendiri. Dari pada harus pusing memikirkan laki-laki macam itu!” Kinasih bercerita dengan tangis tumpah ruah. Bunga yang mendengarnya merasa terharu.  Terlebih saat tahu kalau penghasilan Kinasih belum stabil. Ia berniat membantu walau dengan makanan.

“Sayang, tolong antarkan ke Kinasih, ya? Hari ini dia lagi sakit,” ucap Bunga pada suaminya yang hendak olah raga.

“Sayang, aku mau pergi,” tolak Jaka.

“Iya tahu. Sekalian aja anterin. Kasihan.”

Jaka mengeluh dalam hati tapi tidak membantah perinta istrinya. Ia membawa kotak di tangan kanan dan setelah mencium kening sang istri, menuju ke rumah Kinasih yang berjarak beberapa meter dari rumahnya.

Jalanan sepi karena masih pagi. Tidak ada satu pun tetangga terlihat. Jaka masuk ke halaman rumah Kinasih yang kecil dan memencet bel. Lama tidak ada jawaban, ia mengetuk serta memanggil nama pemilik rumah. Tidak lama, pintu terbuka dan sosok Kinasih muncul.

“Maaf, Mbak. Pagi-pagi ganggu. Ini, ada sarapan dari istriku.”

Jaka terpaku menatap wanita di depannya. Bagaimana tidak,penampilan Kinasih dalam balutan gaun tidur hitam mini yang menunjukkan kemolekan tubuhnya. Wanita itu tersenyum kecil. Menerima kotak dari Jaka.

“Maaf, Mas. Aku lagi masuk angin makanya agak lama bangun. Lagi cari tukang kerok, tapi susah, ya?”

Jaka mengerjap, mencoba mengalihkan pandangan dari dada Kinasih yang membusung dengan putingnya yang tegak, terlihat jelas dari gaun tidur yang dipakainya. Ia meneguk ludah dengan susah payah.

“Mas, ada apa?” tanya Kinasih. Kali ini mendekat dan gaun tidurnya terangkat lebih tinggi saat ia melangkah.

“Eh, nggak ada. Ya udah kalau begitu,” jawab Jaka gugup.

Kinasih tersenyum, berdiri hanya berjarak satu meter dari Jaka. “Bisa nggak aku minta tolong, Mas?”

Jaka menatap bingung. “Tolong apa, Mbak?”

“Tolong balurkan minyak kayu putih di tubuhku bagian belakang. Rasanya sudah mau pingsan ini.”

Awalnya Jaka menolak, tapi Kisanih memohon sambil merengek. Akhirnya ia mengangguk. Saat pintu di belakangnya menutup, Kinasih menggandengnya ke sofa. Wanita itu duduk membelakanginya dan mengulurkan satu botol kecil minyak kayu putih.

Dendam Dan Obsesi (Turun Ranjang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang