“Apa kamu yakin ingin menikahinya?”
“Yakin.”
“Meski tanpa cinta?”
Dewa menatap foto wanita dalam balutan gaun putih di depannya. Mengelus lembut permukaan pigura dan berucap pelan. “Apa itu cinta? Selama kami bisa menikah tidak ada urusannya dengan cinta.”
“Ckckck … mana bisa begitu? Sebagai wanita, dia juga punya hati.”
Dewa berbalik, memandang teman di depannya. Mengernyit bingung, ia merasa kesal dengan arah pembicaraannya ini.
“Dari mana kamu tahu kalau dia punya hati? Apa yang sudah dia lakukan, menunjukkan kalau dia sama sekali tidak punya hati!”
“Hei, sabar. Semua perlu dibuktikan.”
“Aku menikahinya untuk mencari bukti!”
Hening sesaat, percakapan di antara keduanya terhenti. Dewa sendiri merasa amat kesal dengan berbagai pernyataan sang teman yang menyerangnya.“Apa kamu tidak berpikir, yang kamu lakukan itu kejam?”
Tersenyum tipis, Dewa membalikkan tubuh. Meraih pigura berfoto dan melemparkannya ke atas sofa. “Apa yang dia lakukan pada kami, lebih kejam!”
**
Di sebuah rumah besar, dengan pagar tembok tebal yang dilapisi beton,seorang wanita duduk di atas ranjang besar berseprei putih. Di bawahnya ada kopet terbuka berisi baju-baju yang sudah dilipat rapi. Sementara di depannya, seorang wanita setengah baya memandangnya sambil berkacak pinggang.
“Mau ke mana kamu, Flora?”
“Pulang, Ma.”
“Pulang ke mana, ini rumahmu?”
Flora menggeleng. “Bukan lagi, Ma. Sebaiknya aku pulang.”
“Hahaha. Masalahnya kamu sedang mengandung cucuku. Bagaimana mungkin kamu berniat meninggalkan rumah ini. Orang-orang akan berpikir, kami mertua yang jahat.
“Bukan begitu, Ma. Aku--,”
“Kamu tetap di sini, sebentar lagi calon papa dari anakmu akan datang.”
Tidak dapat menyembunyikan kekagetannya, Flora ternganga. “Maksud, Mama apa?”
“Flora, bayi yang kamu kandung adalah cucuku. Jadi, kami berhak mengatur siapa yang akan menjadi papanya.”
“Si-siapa maksudnya?” Flora bertanya kebingungan.
“Dewa, anakkua akan datang dari Malaysia dan siap untuk menikahi janda kakaknya. Kamu tunggu, dan jangan coba-coba pergi. Calon suami barumu akan datang.”
Flora memucat, dadanya berdesir hebat. Tanpa sadar mulutnya menggumamkan nama Dewa. Bagaimana mungkin ia menikah dengan adik almarhum suaminya. Dewa adalah laki-laki paling dingin, paling angkuh, dan kejam yang pernah ia tahu. Tadinya, ia berpikir, kematian suaminya akan membebaskannya dari kukungan di rumah ini. Rupanya, ia salah. Kematian hanya datang memutus satu derita dan menggantikannya dengan penderitaan yang lain untuknya.
Menepuk dada menahan perih, Flora tidak tahu apakah kematian lain akan membantunya kali ini.
**
Cerita ini akan tersedia di Google play book segera. Yang punya KBM aplikasi bisa baca di sana.Akan ada versi cetak segera
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Dan Obsesi (Turun Ranjang)
RomansaFlora menjadi tersangka dari terbunuhnya sang suami, Satria. Meski polisi memutuskan dia tidak bersalah tapi keluarga Satria tidak percaya. Dewa, adik laki-laki Satria memutuskan untuk menikahi Flora yang sedang mengandung demi membuktikan kalau wan...