Bab 14a

14.4K 1K 108
                                    

“Bagus, ya, cincin kamu.” Kinasih mendesah sambil tersenyum, mengangkat tangan Bunga dan mengamati cincin berkilau di tangannya. “Berliannya besar.”

Bunga tertawa lirih. “Ini hadiah dari suamiku. Kadang-kadang, dia memang terlihat cuek tapi ternyata bisa romantis juga.”

“Aku iri.” Ucapan Kinasih benar-benar tercetus dari dalam hati. Ia memang iri setengah mati karena Bunga mendapat cincin yang lebih bagus dan pastinya lebih mahal darinya. Tidak peduli dengan bagaimana Jaka menghiburnya, tetap saja ia merasa iri.

“Aih, jangan begitu. Kamu ’kan kerja dan gajimu bagus. Beda sama aku yang hanya ibu rumah tangga dengan penghasilan minim. Pasti, suatu saat kamu bisa membelinya sendiri.”

“Iya, tapi tidak akan semahal dan sebagus punyamu.”

Bunga merasa tidak ada gunannya berdebat dengan Kinasih yang sedang digayut rasa iri. Ia tersenyum, membalikkan tubuh dan pergi ke dapur untuk mengaduk kuah rawon. Hari ini, ia mengadakan menu special berupa rawon dan soto khas Jawa Timur. Selain permintaan pelanggan, juga karena ia ingin menambah variasi menu.

Ia mencicipi kuah, sementara Kinasih berdiri tak jauh darinya. Terus terang, dalam hatinya ia merasa heran karena sahabatnya itu iri dengan cincin yang ia punya. Setahunya, Kinasih juga punya cincin yang nyaris sama persis dengannya. Yang membedakan hanya bentuk dan ukuran batu berlian. Bukankah itu sudah mencukupi? Entah kenapa Kinasih masih merasa iri.

“Bunga, boleh aku tanya sesuatu?” tanya Kinasih.

Bunga mengalihkan pandangannya dari atas panci dan tersenyum. “Apa?”

“Nggak, ini sedikit pribadi. Semoga saja kamu nggak tersinggung.”

Bunga tertawa lirih. “Tanya saja, napa malu-malu?”

Kinasih mengangkat bahu, menatap lekat-lekat sosok Bunga yang cantik dan ramping. Sedikit banyak ia merasa heran karena Jaka bisa tergoda olehnya, sedangkan laki-laki itu punya istri yang cantik dan baik. Ia berpikir, bisa jadi Bunga tidak pernah bisa memuaskan suaminya di ranjang. Itu terbukti dari sikap dan tingkah Jaka saat mereka bercinta. Laki-laki itu cenderung kasar, panas, dan liar. Mungkin dengan istrinya tidak begitu.

“Kok diam?” tegur Bunga. “Katanya mau tanya.”

“Itu, kalian sudah lama berumah tangga tapi belum ada anak juga. Apa kamu nggak takut kalau suatu saat suamimu selingkuh karena ingin punya anak dari wanita lain?”

Tangan Bunga terhenti di udara. Ia menatap pada sahabatnya dan merenung. Pertanyaan Kinasih memang benar-benar blak-blakan. Ia bukan tak pernah memikirkannya, sering malah. Namun, ia sering kali menutupnya dengan bersikap tenang dan selalu optimis kalau sang suami akan selalu setia.

“Bukannya tidak pernah terpikir, bisa jadi sering. Kalau memang suaminya tertarik wanita lain hanya demi anak, aku bisa apa?”

“Maksudmu?”

“Aku mundur. Bukan berarti aku tidak cinta, tapi pantang untukku berbagi suami,” ucap Bunga lembut.

Kinasih terdiam, memikirkan perkataan Bunga. Wanita yang terlihat lembut dan rapuh dari luar, tapi nyatanya punya kemauan yang keras dan berprinsip teguh. Ia mendesah dalam hati, tidak akan menang jika melawan Bunga secara terbuka. Karena, Jaka pasti tidak menginginkan kalau istrinya pergi.

Menyandarkan tubuh pada kusen pintu, benak Kinasih berpikir, bagaimana caranya mendapatkan Jaka sepenuhnya dan menghilangkan jejak Bunga secara halus. Waktu berlalu, meski Jaka terlihat sangat menyukainya tapi dalam hati ia yakin kalau laki-laki itu mencintai sang istri. Sedangkan ia sendiri, tidak suka berbagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dendam Dan Obsesi (Turun Ranjang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang