"Wah ternyata aku punya menantu yang pintar memasak," ucap Helga memuji kemampuan memasak Kirana.
Saat ini, Kirana memang tengah membantu Helga untuk menyiapkan makan malam. Karena selama ini Kirana tinggal sendirian, setelah kedua orang tuanya meninggal, Kirana mendesak dirinya sendiri untuk memiliki kemampuan untuk bertahan sendiri. Termasuk dalam hal makanan. Dulu, saat dirinya masih menjadi seorang mahasiswi, ia harus mengatur keuangannya yang sangat tidak stabil dengan baik. Memasak makanannya sendiri adalah hal terbaik untuk memastikan jika uangnya bisa ia manfaatkan semaksimal mungkin.
"Ibu terlalu memuji," ucap Kirana, jelas karena Helga memang memiliki kemampuan memasak yang lebih baik daripada dirinya.
Sebenarnya, Kirana tidak mau tinggal di kediaman keluarga Mahaswara ini. Meskipun mewah dan nyaman, tetapi bagi Kirana tidak ada tempat yang lebih nyaman dari rumahnya sendiri. Apalagi, dirinya harus selalu bersandiwara menjadi pasangan yang saling mencintai dengan Kaivan yang masih bersikukuh untuk menolak bercerai. Menurut Kaivan, bercerai adalah pilihan terakhir yang tidak akan pernah ia lihat.
Karena perceraian bukan hal yang bisa menyelesaikan masalah yang sudah terjadi, tetapi malah akan menambah masalah yang mengacaukan situasi. Meskipun begitu, Kirana sendiri tidak ingin mengalah. Ia tetap ingin bercerai dengan Kaivan apa pun yang terjadi. Karena Kirana sendiri juga ingin bertemu lalu menikah dengan pria yang ia cintai. Ia tidak mau menghabiskan sisa hidupnya dengan sandiwara yang mengkharuskannya bersikap penuh cinta pada pria yang sebenarnya adalah orang asing baginya.
"Ayo, semuanya sudah selesai," ucap Helga menyadarkan Kirana.
Keduanya pun mulai membereskan meja makan untuk makan malam. Para pelayan bergerak dengan gesit membantu kedua nyonya yang terlihat memiliki pesona berbeda yang memukau itu. Tak lama, Kaivan dan Rama turun bersama dari ruang kerja mereka. Keduanya bergantian memuji istri mereka masing-masing yang sudah menyiapkan makan malam yang tampak begitu lezat. Seperti biasa, tentu saja Kirana duduk di samping Kaivan, dan berseberangan dengan kedua mertuanya yang juga duduk bersisian. Makan malam pun dimulai dengan pembicaraan ringan yang terasa begitu hangat.
Jika Rama, Helga, dan Kaivan terlihat menikmati makan malam, maka Kirana terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tetapi ragu untuk melakukannya. Seakan-akan ada hal yang menahannya, hal itu tertangkap oleh Rama, dan pria itu pun bertanya, "Apa ada yang ingin kau katakan pada Ayah dan Ibu?"
Kirana yang mendapatkan pertanyaan tersebut tentu saja dibuat terkejut. Sebenarnya itu adalah kesempatan yang tepat bagi Kirana untuk mengatakan apa yang sudah mengganggunya. Namun, Kirana pikir tidak pantas rasanya membicarakan apa yang tengah ia pikirkan di meja makan, apalagi dengan suasana tersebut. Pada akhirnya, Kirana pun tersenyum dan menggeleng. "Tidak ada, Ayah," ucap Kirana.
Kaivan lalu mengambilkan salah satu lauk untuk mengisi piring Kirana, dan berkata, "Sudah kubilang, jangan terlalu memaksakan diri untuk bekerja. Istirahatlah beberapa hari lagi. Lihat, kau bahkan terlihat kehilangan fokus seperti ini, Rara."
Kaivan diam-diam mengerling pada Kirana yang menatapnya. Karena Kaivan sendiri mengerti apa yang tengah mengganggu Kirana, dan apa yang ingin dikatakan oleh istrinya itu. Hal yang menarik tengah terjadi, dan tentu saja hal tersebut sangat menghibur bagi pria itu. Kirana bisa melihat dengan jelas ekspresi Kaivan dan benar-benar ingin menyuapi pria itu dengan satu sendok penuh sambal yang tadi ia buat. Kirana dengan sangat terpaksa tersenyum dan berkata, "Terima kasih atas perhatianmu."
***
Ternyata keluarga Mahaswara memiliki kebiasaan untuk berkumpul di ruang keluarga setelah makan malam. Mereka bersantai bersama dengan menonton film, atau membicarakan hari yang telah mereka lalui dengan santai. Mungkin, hal itulah yang membuat keluarga Mahaswara terlihat begitu harmonis. Rama dan Helga juga terlihat masih saling mencintai setelah menikah puluhan tahun. Selain itu, keduanya juga berhasil mendidik putra mereka menjadi sosok sukses yang menjadi acuan para pemuda untuk masa depan mereka. Keluarga ini adalah keluarga sempurna yang didambakan oleh orang-orang.
Tentu saja, Kirana yang tiba-tiba hadir di tengah keluarga ini merasa jika dirinya hanyalah orang asing. Duri yang sebenarnya harus segera dibersihkan. Karena dirinya adalah orang yang sadar diri, Kirana tidak perlu menunggu waktu untuk dirinya dibersihkan atau diusir. Kirana bisa mencari waktu untuk pergi sendiri. Karena itulah, kini Kirana memutuskan untuk membicarakan apa yang ia inginkan pada kedua mertuanya. Ia melihat kedua mertuanya yang terlihat begitu harmonis dan sesekali bercanda sembari menonton film. Kirana menelan ludah dan bersiap untuk membuka pembicaraan.
Namun belum sempat dirinya mengatakan apa pun, Rama sudah lebih dulu berkata, "Sekarang sudah waktunya minum obat."
Lalu Rama menyiapkan obat dan air untuk istrinya. Saat itulah Kirana mengernyitkan keningnya dan Helga yang telah meminum obatnya berkata, "Ibu mengidap penyakit jantung. Karena itulah, Ibu harus teratur meminum obat."
Kirana terkejut bukan main. Ia menoleh pada Kaivan dengan ekspresi penuh arti. Lalu Kaivan meraih tangan Kirana dan mencium telapak istrinya itu dengan lembut sebelum berkata, "Tidak perlu cemas. Ibu berada dalam kondisi yang stabil. Ibu hanya perlu minum obat dengan teratur, dan emosinya harus stabil. Jangan sampai Ibu mendengar hal yang mengejutkan."
Kirana benar-benar marah saat ini. Mengapa? Karena ia sadar bahwa selama ini Kaivan kembali mempermainkan dirinya. Sebenarnya, setelah pertemuan terakhir mereka di butik, Kaivan pun pergi setelah berkata jika dirinya akan bersedia untuk bercerai. Asalkan, Kirana sendiri yang menjelaskan mengenai apa yang terjadi pada kedua orang tua Kaivan. Entah itu dari pengantin yang kabur, hingga Kirana yang harus menjadi pengantin pengganti, dan bersandiwara saling mencintai dengan Kaivan. Tentu saja Kirana tidak keberatan dengan persyaratan Kaivan tersebut. Karena Kirana bukan orang yang takut untuk mengakui kesalahan.
Sayangnya, ternyata semua itu memang rencana Kaivan. Meskipun kini Kirana memiliki keberanian untuk membicarakan kebohongannya dan Kaivan, Kirana tidak bisa melakukannya. Karena keberaniannya itu bisa membuat Helga dalam bahaya. Seseorang yang mengidap penyakit jantung tidak bisa dibuat terkejut, emosinya harus dijaga agar tetap stabil. Jika Kirana tetap memaksakan diri, bisa-bisa Kirana malah membuat orang lain dalam bahaya. Ia pun menatap Kaivan dengan dingin dan bergumam tanpa suara, "Dasar Bajingan."
Kaivan tentu saja bisa membaca hal itu dengan mudah. Hanya saja Kaivan malah tersenyum dan kembali mencium telapak tangan Kirana dengan lembut. "Iya, aku juga mencintaimu," ucap Kaivan membuat Kirana jengkel bukan main.
Melihat interaksi keduanya, Helga dan Rama pun saling bertatapan. Keduanya saling melemparkan isyarat sebelum berkata, "Melihat kalian, membuat kami kembali teringat dengan seorang cucu."
Kirana yang mendengarnya tentu saja merasa sangat gugup. Ini adalah topik yang paling mengerikan bagi Kirana. Ia bahkan tidak memiliki perasaan apa pun pada Kaivan dan mereka hanya sebatas mengenal tidak ada relasi apa pun di antara mereka. Bagaimana mungkin Kirana diminta untuk melahirkan seorang anak dari Kaivan. Itu terlalu tidak bisa Kirana terima. Namun, Kirana memilih untuk menahan diri, mengingat apa yang baru saja ia ketahui, mengenai kondisi kesehatan Helga yang tidak terlalu baik. Tentu saja hal tersebut tidak luput dari perhatian Kaivan.
"Kami memang tidak akan memaksa kalian untuk segera memberikan cucu bagi kami. Hanya saja, kami pikir ini adalah hadiah yang paling tepat kmi berikan untuk pernikahan kalian," ucap Rama lalu memberikan tiket untuk tur bulan madu Kaivan dan Kirana.
Saat itulah Kirana sadar, jika kedua mertuanya sama sekali tidak main-main mengenai permintaan untuk memiliki cucu. Meskipun keduanya berulang kali berkata tidak memaksa Kirana untuk segera memberikan cucu pada mereka, tetapi dengan memberikan tiket liburan ini, Kirana menganggapnya lebih dari sebuah kode. Kirana benar-benar terdesak. Situasi ini sangat tidak nyaman baginya.
"Terima kasih, Ayah, Ibu," ucap Kaivan menerima niat baik kedua orang tuanya dengan senang hati. Sementara Kirana masih mematung menatap tiket tersebut.
Helga yang menyadari hal itu segera berkata, "Kirana, jangan berpikir macam-macam. Ingat, kami tidak memaksamu untuk segera memberikan cucu pada kami."
Kirana yang mendengar hal itu berusaha untuk tersenyum. Karena merasakan ketulusan yang ditunjukkan oleh sang ibu mertua. Namun, perkataan Helga selanjutnya membuat Kirana ingin menggelamkan dirinya sendiri di lautan yang luas. Karena Helga berkata, "Hanya saja, tidak ada salahnya untuk berusaha. Siapa tahu, sepulang bulan madu, kalian membawa kabar bahagia. Dengan kehamilan Kirana sebagai hadiah untuk kami."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pengantin Pengganti
Roman d'amour[Karena mengandung unsur DEWASA maka SEBAGIAN CHAPTER DI PRIVATE. FOLLOW SEBELUM MEMBACA. Biar nyaman bacanya😄] Di usianya yang mencapai dua puluh lima tahun, Kirana belum memikirkan pernikahan. Ia masih sibuk sebagai seorang desainer yang tengah n...