Hanya Karena Tiga Detik

1.3K 185 12
                                    

Kini, kehamilan Kirana sudah menginjak usia tiga bulan. Usia yang terbilang masih riskan bagi seorang ibu hamil. Mungkin, karena itulah Kirana tidak mendapatkan izin untuk bekerja seperti biasanya di butik. Kaivan melarang Kirana untuk melakukan aktivitas apa pun yang bisa membuatnya merasa lelah, termasuk berolahraga berat. Setelah dikertahui hamil, Kirana harus hidup sesaui dengan aturan yang dibuat oleh Kaivan dan dokter.

Hingga saat ini pun, Kirana masih belum percaya bahwa saat ini ada janin yang tengah tumbuh di dalam kandungannya. Lebih tidak percaya jika apa yang ia dan Kaivan lakukan saat bulan madu benar-benar berhasil menghasilkan buah hati yang tinggal menunggu waktu untuk dilahirkan ke dunia ini. Kirana mengurut pelipisnya, saat kesulitan untuk memilah perasaan yang tengah ia rasakan. Jujur saja, Kirana bingung apakah saat ini dirinya tengah merasa senang atau tidak. Ia benar-benar bingung, apalagi saat dirinya teringat dengan taruhan yang ia buat dengan Kaivan sebelumnya.

Karena kini Kirana sudah benar-benar diketahui tengah mengandung, maka Kirana tidak memiliki kesempatan sedikit pun untuk bercerai dengan Kaiavan. Itu artinya, selama sisa hidup Kirana nanti, ia harus puas memiliki status sebagai pengantin pengganti. Meskipun Kaivan berulang kali menegaskan jika ia dan orang lain tidak akan menganggap Kirana seperti itu, tetapi Kirana tidak pernah bisa mengenyahkan fakta bahwa dirinya memang menjadi pengantin pengganti saat pengantin yang asli melarikan diri.

Kirana menghela napas panjang. Kini ia tidak bisa melarikan diri dari kesepakatan yang sudah ia buat dengan Kaivan. Selain harus patuh pada perintah dan peraturan yang sudah dibuat Kaivan, Kirana juga tidak boleh meminta cerai dengan Kaivan apa pun yang terjadi. Terdengar menjengkelkan memang. Karena Kirana yang sudah percaya diri, dengan mudah dikalahkan dengan fakta bahwa ia memang tengah mengandung. Entah mengapa, semuanya terasa sangat kebetulan. Padahal, Kirana yakin dia kembali akan terlambat menstruasi karena stress parah.

"Kenapa terus menghela napas, Sayang?"

Kirana berjengit dan menoleh melihat sosok Helga yang melenggang anggun padanya. Kini, Kirana sudah pulang ke rumahnya dengan Kaivan. Namun ternyata sang mertua datang untuk mengunjunginya. "Ibu kenapa tidak mengabari jika akan datang? Jika tau, mungkin Kirana akan menyiapkan sesuatu untuk menjamu Ibu," ucap Kirana saat Helga duduk di sampingnya.

Kini, kedua wanita cantik yang berstatus sebagai nyonya keluarga Mahaswara itu tengah duduk di beranda kediaman mewah milik Kaivan tersebut. Beranda yang bersih dan elegan itu menghadap langsung ke area taman dan kolam ikan yang juga dirancang khusus oleh Kaivan. Semuanya serba indah dan sempurna karena Kaivan ingin memberikan yang terbaik untuk istrinya. Sesuatu yang romantis bagi semua orang yang mengetahui kisah itu, dan berpikir jika Kirana sangat beruntung karena mendapatkan cinta yang sedemikian besar dari Kaivan.

"Tidak apa-apa. Ibu malah sengaja datang tanpa memberi kabar, karena kau pasti akan sibuk menyiapkan beberapa hal jika tau Ibu akan datang. Padahal Ibu datang untuk mengunjungi menantu Ibu yang tengah hamil muda. Bagaimana kondisimu? Apa si kecil nakal?" tanya Helga lalu mengenggam tangan Kirana dengan begitu hangat. Sehangat sentuhan tangah mendiang ibu Kirana yang sudah berpulang sejak lama.

Di saat seperti ini, rasanya hati nurani Kirana berteriak keras. Ia benar-benar merasa sangat jahat karena sudah berbohong mengenai hubungannya dengan Kaivan. Kirana seakan-akan memberikan sebuah kebahagiaan yang semu untuk Helga. Kebahagiaan yang bisa hancur kapan saja, saat kebenaran terungkap. Ekspresi Kirana yang berubah membuat Helga cemas. Helga menyentuh pipi sang menantu dengan lembut dan bertanya, "Apa ada yang membuatmu merasa tidak nyaman?"

Tersadar, Kirana pun tersenyum dan menggeleng pelan. "Tidak, Ibu. Semuanya baik-baik saja. Ibu tidak perlu cemas. Aku bahkan tidak merasa mual seperti para ibu hamil yang lain," ucap Kirana menenangkan Helga. Karena pada kenyataannya memang seperti itu.

Kirana bahkan tidak merasa mual sama sekali, ia juga tidak merasakan ngidam, atau keinginan berlebihan pada suatu objek. Kehamilan muda Kirana berjalan dengan sangat lancar, hingga Kirana bahkan tidak sadar jika dirinya hamil. Jika saja dokter tidak memeriksa kondisinya, Kirana pasti tidak akan menyadari jika dirinya tengah berbadan dua. Helga yang mendengar hal itu tentu saja merasa sangat bersyukur.

"Ini adalah kehamilan pertamamu, jangan merasa stress. Jika ada hal yang kau inginkan, atau ada hal yang tidak membuatmu nyaman, jangan ragu untuk mengatakannya. Karena kami semua pasti akan memenuhi apa pun yang kau minta," ucap Helga membuat Kirana merinding.

Entah mengapa, Kirana merasa jika pun dirinya mengatakan ingin memiliki pulau pribadi, keluarga kaya ini pasti akan memeberikannya untuk Kirana. Itu memang terdengar sangat menarik dan menakjubkan. Hanya saja, bagi Kirana itu terasa sangat mengerikan. Membuat bulu kuduknya berdiri serentak, karena membayangkan akan seberapa banyak uang yang dihabiskan untuk mewujudkan keinginannya itu. Kirana pun sadar, jika mulai saat ini dirinya perlu berhati-hati dalam berkata atau bertindak agar tidak menimbukan kesalahpahaman yang menghabiskan begitu banyak uang.







***







"Astaga, apa ini?" tanya Kirana saat melihat begitu banyak buket bunga yang datang.

Citra yang mendengar pertanyaan tersebut tersenyum. Ia mengambil salah satu buket yang terlihat indah dan memberikannya pada Kirana. Dengan bingung, Kirana menerimanya lalu Citra menjawab, "Tuan Kaivan mengirimkan ini. Beliau mengatakan jika ini adalah hadiah bagi Nyonya. Semoga Nyonya menyukainya."

Netra Kirana bergetar. Ia melihat ratusan buket bunga yang berada di ruangan depan. Ini semua masih belum berakhir, masih ada buket-buket yang berdatangan dan membuat kepaka Kirana pening bukan main. Sebenarnya apa yag terjadi hingga tiba-tiba mengirim ratusan buket bunga seperti ini. Kirana pun mengembalikan buket bunga yang berada di tangannya pada Citra dan berkata, "Tolong urus ini semua, Citra."

"Baik, Nyonya," jawab Citra patuh.

Sementara Kirana beranjak menuju kamar untuk mencari ponselnya. Setelah menemukan ponselnya, Kirana tidak membuang waktu untuk menghubungi Kaivan saat itu juga. Namun belum juga Kirana mengatakan apa pun, Kaivan sudah lebih dulu berkata, "Apa kau senang dengan hadiahku? Aku tidak tahu dengan spesifik bunga yang kau sukai. Jadi aku memesan seluruh jenis buket bunga indah."

Kirana menahan napas, sebelum mengembuskannya kasar. "Dan kenapa kau mengirim semua buket bunga itu? Aku benar-benar tidak mengerti," ucap Kirana sama sekali tidak menyembunyikan kekesalannya dengan ketidakjelasan yang dilakukan oleh Kaivan.

Mungkin bagi perempuan lain, apa yang dilakukan Kaivan ini sangat romantis, tetapi bagi Kirana tidak. Ini terasa sangat aneh. Kaivan pun menjawab, "Bukankah kau ingin mendapatkan buket bunga? Sebelumnya kau berkata jika buket bunga yang diterima Ibu indah. Jadi, aku membelikannya untukmu."

Kirana mengurut pelipisnya. Tidak habis pikir dengan apa yang dipikirkan oleh suaminya itu. Kirana pun mematikan sambungan telepon begitu saja. Kirana berharap jika tingkah absurd Kaivan akan berhenti sampai di sana saja. Sayangnya, tingkah Kaivan malah semakin menjadi-jadi. Tepat jam sepuluh malam, sebuah mobil mewah tiba di kediaman mereka. Tentu saja hal tersebut mengejutkan seluruh penghuni rumah. Kirana dan Kaivan yang semula sudah beristirahat, segera turun ke lantai satu dan memeriksa apa yang terjadi.

Kirana yang melihat mobil mewah itu terparkir di depan kediaman tentu saja terkejut. Apalagi saat tiba-tiba Kaivan bertanya, "Apa kau menyukainya? Untungnya, aku menemukan warna yang sama dengan mobil yang kau inginkan."

Kirana jelas tidak mengerti. "Apa maksudmu? Memangnya siapa yang mengatakan aku ingin memiliki mobil ini?" tanya Kirana dengan nada tinggi.

Kaivan menelengkan kepalanya dan menjawab, "Bukankah kau tadi melihat iklan mobil ini lebih dari tiga detik di ponselmu? Bukankah itu artinya kau memang menginginkan mobil ini?"

Kirana benar-benar dibuat tidak percaya dengan jalan pikiran Kaivan. Darimana sebenarnya Kaivan menyimpulkan hal itu? Lalu, kenapa Kaivan menghamburkan uang semudah itu? Ia membelikan mobil edisi terbatas yang tidak sengaja Kirana lihat di media sosial dengan mudahnya. Padahal jelas-jelas itu adalah mobil edisi terbatas yang bahkan membelinya saja memakan proses yang lama.

"Benar-benar gila. Lebih baik kau tidur di dalam mobil itu. Jangan berharap kau bisa tidur di kamar," ucap Kirana lalu berbalik masuk ke dalam kediaman, membuat Kaivan merengek karena sang istri merajuk. Pemandangan unik yang membuat para pelayan menahan diri untuk tidak tersenyum.

Bukan Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang