Tukar Pikiran

1.3K 176 8
                                    

"Bu?"

Kirana yang mendengar panggilan Tya, menoleh dan melepaskan kacamata baca yang akhir-akhir ini Kirana butuhkan saat dirinya bekerja terlalu lama di hadapan layar komputer. "Ya? Ada apa?" tanya Kirana.

Tya mendekat dan berkata, "Ini sudah waktunya butik tutup."

Kirana yang mendengar hal itu terkejut. Ia pun melihat jam pada monitor komputernya dan terkejut jika ternyata ini memang sudah tiba waktunya butik tutup dan para pekerja pulang. Kirana pun berkata, "Pulanglah setelah membereskan lantai satu. Seperti biasanya tutup dan kunci pintunya."

Tya yang mendengar hal itu pun mengernyitkan keningnya. "Apa Ibu akan lembur?" tanya Tya.

Sebenarnya, bukan hal yang aneh bahwa Kirana lembur. Itu hal yang biasa. Hanya saja, sekarang Kirana sudah menikah. Untuk lembur, pasti dia perlu untuk meminta izin pada suaminya, walaupun Tya sendiri tahu jika keduanya menikah bukan karena rasa cinta, akan tetapi dipaksa oleh situasi. Namun, Tya rasa sepertinya baik Kavian maupun Kirana sama-sama berusaha untuk memenuhi tugas mereka masing-masing sebagai pasangan suami istri.

Kirana mengulas senyum dan menjawab, "Tidak. Aku tidak lembur. Hanya saja, aku harus menyelesaikan hal ini. Setelah itu aku akan pulang. Jadi, pulanglah tanpa mencemaskan apa pun."

Pada akhirnya Tya pun mengangguk dan pulang bersama rekan-rekannya. Sementara Kirana masih duduk di meja kerjanya dengan tatapan kosong pada monitor komputernya. Jujur saja, saat kirana tidak ingin pulang ke rumah Kaivan. Karena ia jelas-jelas tengah menghindari acara bulan madu yang terus dibicarakan oleh kedua mertuanya. Itu adalah hal yang terlalu sulit untuk dihadapi oleh Kirana, karena itulah lebih baik Kirana menghindarinya. Kirana memilih untuk memutuskan mengirim pesan pada Kaivan bahwa dirinya akan menginap di butik karena harus menyelesaikan pesanan. Lalu meminta Kaivan untuk tidak menjemputnya atau memaksanya pulang. Balasan tak terduga dari Kaivan pun Kirana terima.

"Tidak apa. Malam ini aku juga tida tidur di rumah."

Setelah mendapatkan balasan itu, Kirana tentu saja merasa lega. Ia beranjak untuk mematikan komputernya dan naik ke lantai tiga. Meskipun ia sudah menikah dengan Kaivan, tetapi semua barang pribadinya masih berada di lantai tiga butik. Karena Kirana ingin tetap memiliki tempat pulang, ketika dirinya harus melarikan diri seperti ini. Kirana tidak membuang watu untuk membersihkan diri dan bersiap untuk segera tidur. Tidak membutuhkan waktu lama, Kirana yang sudah mengenakan gaun tidur yang nyaman sudah berbaring di atas ranjangnya.

"Ini baru nyaman," gumam Kirana.

Akhirnya ia bisa tidur sendiri di ranjang miliknya. "Sepertinya aku akan tidur nyenyak malam ini," ucap Kirana lalu menyalakan lilin aroma yang memang selalu berhasil membuat dirinya lebih rileks dan mendapatkan tidur yang berkualitas.

Setidaknya, malam ini Kirana akan tidur dengan nyaman tanpa memiliki beban apa pun. Ia harus mendapatkan istirahat yang cukup agar bisa menemukan jalan ke luar dari masalah yang tengah ia hadapi. Setelah mematikan lampu, Kirana pun benar-benar siap untuk tidur. Karena lelah, Kirana pun tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk terlelap dengan nyenyak. Saking nyenyak dirinya, Kirana tidak menyadari jika seseorang memasuki butiknya dengan mudah dan kini menyusup ke dalam kamar Kirana tanpa menimbulkan suara yang berarti.

Sosok misterius itu menatap Kirana dalam diam, lalu tanpa banyak kata menggendong Kirana yang masih terlelap. Ia membawa Kirana untuk ke luar dari butik. Begitu merasakan udara dingin yang menembus kulitnya, Kirana pun terbangun dan menyadari jika dirinya tengah berada dalam gendongan seseorang. Kirana mendongak dengan ekspresi ling-lung sebelum berteriak panik, "Kau!"







***







"Jangan mengajak bicara aku. Kau benar-benar menyebalkan," ucap Kirana pada Kaivan yang tampak memasang senyuman manis.

Bukan Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang