Pasangan Pengantin

1.4K 188 16
                                    

"Ini kopinya, Bu," ucap Tya sembari meletakkan mug kopi di atas meja sang bos.

"Terima kasih," ucap Kirana sembari merenggangkan tubuhnya yang terasa begitu pegal.

"Oh, iya, Tya bisa langsung pulang setelah membereskan lantai satu. Pastikan jika kau mengunci pintu dengan benar," tambah Kirana.

Tyan mengangguk. "Terima kasih, Bu," jawab Tya lalu turun untuk membereskan dan membersihkan lantai satu.

Sementara Kirana menyesap kopi yang sudah dibuatkan oleh Tya, untuk membuatnya terjaga. Hari ini, ia harus kembali lembur karena hari H pernikahan Kaivan dan kekasihnya semakin dekat. Sebenarnya, semuanya sudah selesai. Hanya saja Kirana perlu melakukan penyesuaian dan menunggu kabar dari Kaivan mengenai sesi fitting baru. Kirana benar-benar berharap jika mempelai wanita bersedia melakukan fitting, karena itu sangat dibutuhkan untuk memastikan semuanya sesuai.

Kirana menguap lebar. Ia merasa sangat lelah, karena selama beberapa hari ini dirinya terus lembur. Siang harinya ia juga sangat sibuk, karena ada beberapa pesanan dank lien baru yang masuk. Setelah ia selesai dengan pesanan Kaivan, sepertinya Kirana bisa sedikit bersantai. Ia juga harus mencari pekerja baru untuk membantu Tya, karena sepertinya ini memang sudah waktunya bagi Kirana untuk mencari pekerja baru. Untuk kesekian kalinya, Kirana menguap lebar. Ia mengambil bolpoint dan kembali menatap pekerjaannya.

Sayangnya, rasa lelah dan kantuk yang ia rasakan sama sekali tidak berpengaruh baginya. Pada akhirnya, Kirana pun tertidur dengan posisi terduduk di kursi kerjanya. Tentu saja tidur dengan posisi tersebut sama sekali tidak nyaman dan pasti akan membuatnya merasa sakit di sekujur tubuhnya keesokan harinya, kerena tidak tidur dengan posisi yang benar. Terlalu lelap, Kirana bahkan hampir jatuh dari kursinya. Untungnya, seseorang menahan tubuh Kirana dengan sigap. Saat itu pula Kirana membuka matanya lebar-lebar dan tersentak berdiri, hingga keningnya membentur sesuatu dengan keras.

"Ugh!"

Kirana mematung saat melihat Kaivan yang tengah meringis dan mengusap dagunya yang sepertinya tadi terbentur kepala Kirana. Tentu saja Kirana terlihat kebingungan. Namun beberapa saat kemudian, ekspresi bingungnya berubah menjadi ekspresi panik ketika ia menyadari sesuatu yang janggal di sana. "Ba, Bagaimana kau bisa masuk?!" tanya Kirana dengan nada tinggi dengan pikiran macam-macam. Karena ia yakin, pintu butik sudah dikunci rapat, mengingat Tya sudah pulang. Secara alami, tentunya Kirana saat ini merasa sangat terancam. Karena berpikir Kaivan menyusup masuk ke dalam butiknya.

Kaivan hanya mendengkus kasar, dan beranjak untuk duduk di sofa sembari mengusap dagunya yang masih terlihat memerah. Belum sempat Kirana memaki Kaivan yang benar-benar memaki Kaivan, Tya sudah muncul dengan membawakan teh yang terlihat masih mengepul. "Ibu sudah bangun? Maaf tadi Pak Kaivan saya persilakan masuk karena berkata sudah memiliki janji dengan Ibu," ucap Tya.

Kirana yang mendengar hal itu pun mengernyit. Seingat Kirana, ia tidak memiliki janji apa pun dengan Kaivan. Namun, Kirana memilih untuk beranjak mencari ponselnyam sementara Tyan menyajikan teh untuk Kaivan. Saat memeriksanya, Kirana pun sadar bahwa ia memang melewatkan pesan dari Kaivan yang memang berkata ia akan datang untuk melakukan fitting baju. Kirana menghela napas dan berkata, "Aku permisi ke kamar kecil dulu."

Kirana perlu mencuci muka untuk menyadarkan dirinya. Karena harus berhadapan dengan klien, tentu saja Kirana harus memastikan jika dirinya benar-benar fokus. Setelah mendapatkan kesadaran sepenuhnya, Kirana kembali ke ruang kerjanya. Dan di sana Tya sudah merapikan sepasang pakaian adat sunda bernuansa serba putih dengan bagian bawah berupa kain batik yang memiliki arti mendalam. Biasanya, motif tersebut memang digunakan oleh para pasangan pengantin, sebagai doa bahwa pernikahan mereka akan langgeng dan dipenuhi oleh kasih sayang yang berlanjut hingga kakek nenek nanti.

Bukan Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang