Janji

1.1K 151 3
                                        

Meskipun masih belum mendapatkan izin untuk bekerja, tetapi kini Kirana setidaknya bisa mendapatkan izin untuk ke luar dari rumah, atau lebih tepatnya memberikan izin bagi Kirana untuk mengunjungi butik. Selain bosan karena tetap di rumah, Kirana melakukan hal tersebut untuk sekalian memeriksa keadaan butik. Meskipun ia percaya bahwa Tya bisa mengurus dan menggantikan dirinya dengan baik memimpin para pekerja yang lain, tetapi Kirana tetap ingin berkunjung dan melihat butik secara langsung.

Setelah sekian lama, akhirnya Kirana bisa mengunjungi butiknya. Tentu saja Kirana merasa sangat senang, hingga tidak bisa menyembunyikan senyuman manisnya. Ketika ia turun dari mobil dengan bantuan Citra yang menggenggam tangannya, Kirana berkata, "Citra dan Adam, kalian bisa beristirahat. Pergilah ke kafe dan membeli camilan lezat. Aku akan di butik sekitar satu jam. Di sini ada begitu banyak orang termasuk Tya. Jadi, tidak perlu mencemaskan apa pun."

Mendengar hal itu tentu saja Citra dan Ada—supir pribadi yang ditunjuk Kaivan untuk menyetir mobil Kirana—merasa jika apa yang diperintahkan oleh sang nyonya sangat sulit untuk mereka penuhi. Saat Citra akan mengatakan sesuatu, Kirana pun memotong, "Jika kalian tidak mau melakukannya, maka aku tidak mau lagi ditemani kalian saat ke luar dari rumah. Jadi, pergilah dan nikmati waktu bersantai kalian. Kaivan tidak akan marah karena masalah ini, karena aku sendiri yang meminta kalian."

Pada akhirnya Citra dan Adam tidak memiliki pilihan lain selain menuruti apa yang diminta oleh sang nyonya. Kirana yang melihat hal itu tentu saja merasa sangat puas dan memilih untuk beranjak memasuki butik. Saat itulah, Tya yang melihat Kirana menyambutnya dengan hangat. Ia membantu Kirana untuk naik ke lantai dua dengan hati-hati, mengingat kini Kirana sudah hamil enam bulan. Tinggal menunggu satu bulan lagi, hingga Kirana kembali diperiksa dan mendapatkan izin untuk bekerja dengan senang di butik yang sangat ia cintai ini.

"Ibu kenapa repot-repot datang ke butik? Pasti sangat melelahkan bepergian dengan kondisi Ibu saat ini," ucap Tya jelas mencemaskan kondisi Kirana.

Kirana yang mendengar hal itu tentu saja mengulum senyum lembut. "Terimakasih atas perhatianmu. Tapi aku tidak apa-apa. Aku tidak lelah. Aku malah merasa senang karena bisa kembali ke butik. Walaupun aku tidak datang untuk bekerjan," ucap Kirana lalu melangkah menuju meja kerjanya yang masih tertata rapi.

Meskipun Kirana tidak pernah datang ke butik setelah dinyatakan hamil, tetapi Tya selalu memastikan jika ruangan Kirana selalu bersih dan rapi. Tya sendiri yang bahkan memegang tugas untuk membersihkan ruangan Kirana, sang bos tercinta. Saat Kirana duduk di meja kerjanya, ia melihat tumpukan surat yang ternyata dikirim secara pribadi untuknya. Jadi, Tya tidak berani untuk membukanya dan memang belum sempat mengirimkannya pada Kirana.

Kirana pun berniat untuk memeriksa surat itu satu per satu, dan Tya yang melihatnya bertanya, "Ibu, mau saya buatkan teh kesukaan? Selain itu, ada mangga dan beberapa kue yang sebelumnya saya beli juga. Pasti akan menyenangkan membaca surat dengan ditemani camilan itu."

Kirana mengangguk. "Maaf merepotkanmu," ucap Kirana.

Lalu Tya menggeleng. "Tidak, Bu. Saya malah senang melayani Ibu kembali. Kalau begitu saya permisi sebentar," ucap Tya lalu beranjak untuk menyiapkan apa yang diminta oleh sang bos cantiknya.

Sementara Kirana mulai membuka suratnya satu per satu. Selain membaca, Kirana juga memilah surat tersebut dengan teliti. Ada beberapa yang ia simpan untuk dibalas nanti, dan ada pula yang langsung ia buang tanpa berpikir untuk membalasnya. Hingga, Kirana menemukan sebuah surat tanpa nama pengirim, yang terselip di antara surat tersebut. Kirana membukanya dengan kening mengernyit dan menahan napas setelah membaca isi surat tersebut.



Aku ingin bertemu denganmu, Kirana. Hanya berdua. Jangan sampai Kaivan mengetahui pertemuan kita. Karena apa yang ingin aku bicarakan denganmu, adalah hal yang berkaitan dengan pernikahanmu dengan Kaivan. Pembicaraan mengenai status pengantin pengganti yang pastinya sangat mengganggu pikiranmu selama ini bukan?

Karena itulah, temui aku pada tanggal 20 di sebuah kafe, untuk alamatnya kau hanya perlu scan barcode yang ada pada surat ini.




Meskipun tidak ada nama pengirim, entah mengapa Kirana seakan-akan bisa menebak siapa yang bisa mengirimkan surat seperti ini padanya. Tentu saja seseorang yang mengetahui kronologis mengenai apa yang terjadi di hari pernikahan Kaivan enam bulan yang lalu. Kirana lebih dari yakin, jika surat ini dikirim oleh calon istri Kaivan yang kabur di hari pernikahan mereka. Kirana mulai merasa gugup. Ia memikirkan hal apa yang sebenarnya ingin dibicarakan olehnya? Apa mungkin ia ingin kembali pada Kaivan dan meminta Kirana untuk bercerai?

Jujur saja saat ini emosi Kirana berkecamuk. Mungkin karena efek kehamilannya, Kirana sama sekali tidak mau atau terpikirkan untuk bercerai dengan Kaivan. Kirana tidak ingin sampai anaknya nanti hidup sulit karena tidak mendapatkan kasih sayang yang lengkap dari orang tuanya. Itu sisi egois dalam diri Kirana sebagai seorang ibu. Namun, di sisi lain, Kirana sendiri sadar bahwa ia tidak boleh menutup mata mengenai apa yang telah terjadi. Kirana sadar, mau atau tidak dirinya harus tetap menemui pengantin yang sudah ia gantikan posisinya itu.

Kirana menghela napas. "Memusingkan," gumam Kirana.

Jelas Kirana pusing saat ini. Ia memang sudah memutuskan bahwa akan menemui wanita itu, apa pun yang terjadi nantinya. Namun, di sisi lain Kirana harus memikirkan bahwa ia tidak bisa pergi dengan leluasa tanpa pengawasan atau izin dari Kaivan karena kehamilannya saat ini. Padahal jelas-jelas, dalam surat itu disebutkan bahwa pertemuan mereka harus dirahasiakan dari Kaivan. Kirana harus memutar otak dan menemukan alasan yang tepat untuk mendapatkan izin dari Kaivan dan bebas dari pengawasan suami serta para pengawalnya itu.

"Ini Bu. Silakan minum tehnya, selagi masih hangat," ucap Tya sembari menyajikan teh yang beraroma sangat harum. Aromanya bahkan bisa menenangkan Kirana yang semula gelisah karena pemikirannya sendiri.

Kirana memutuskan untuk menyesap tehnya beberapa saat sebelum dirinya mendapatkan ide saat melihat sosok Tya. "Tya, apa tanggal dua puluh nanti kau sibuk?" tanya Kirana.

Tya mencoba untuk mengingat-ngingat sebelum menjawab, "Saya bebas hari itu, Bu. Butik juga tutup."

Kirana yang mendengarnya pun mengulum senyum. "Kalau begitu, mari bertemu di tanggal itu. Aku ingin bersenang-senang dan ngobrol denganmu. Bukankah sudah lama kita tidak menghabiskan waktu santai bersama? Apa kau bisa meluangkan waktu?" tanya Kirana dengan senyuman manis yang penuh arti.

Benar, Kirana memutuskan untuk memanfaatkan Tya. Ia akan menggunakan janjinya dengan Tya sebagai kedok untuk memenuhi janji dengan pengirim surat. Kirana harus menuntaskan apa yang harus ia tuntaskana. Kini, Kirana gugup menunggu jawaban yang akan diberikan oleh sang bawahan. Namun untungnya, Tya yang memang sangat menghormati Kirana sebagai seorang atasan, tidak pernah berpikir untuk menolak ajakan Kirana. Tya mengangguk dan menjawab, "Tentu saja, Bu. Saya pasti memiliki waktu untuk itu."

Bukan Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang