Sebuah Pelukan

1.3K 221 47
                                    

Seminggu berlalu setelah kepulangan Kirana dan Kaivan ke Indonesia seusai bulan madu mereka. Keduanya masih melakukan aktivitas seperti biasanya. Saat di hadapan orang tua dan orang-orang di sekitar, keduanya akan tampil menjadi pasangan suami istri yang harmonis, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Kaivan. Kirana juga sibuk dengan butiknya, karena secara bertahap ia kembali membuka butiknya dan menerima pesanan yang masuk.

Tentu saja Kirana melakukan pembatasa pemesanan. Ia memprioritaskan para pelanggan, daripada klien baru yang kebanyakan datang karena status Kirana sebagai istri Kaivan, bukannya karena karya-karya yang Kirana hasilkan. Setidaknya, hal ini bisa membuat produk yang dihasilkan butiknya menjadi lebih eksklusif. Ini juga bisa membuat Kirana lebih santai karena pesanannya lebih terbatas daripada sebelumnya.

Tya tengah menunjukkan beberapa kain yang baru saja datang, dan Kirana tampak fokus memeriksanya. Kirana menunjuk sebuah gulungan kain, "Warna kain ini kurang sesuai dengan apa yang kita pesan. Kembalikan, dan minta untuk diganti. Selain itu, beritahu pada penanggung jawab, jika masih mengulangi kesalahan yang sama, maka kerja sama kita akan berhenti."

Tya yang mendengarnya, segera mengangguk. "Baik, Bu," ucap Tya lalu beranjak meminta teman-temannya untuk membantunya.

Lalu Kirana memeriksa gaun serta kebaya-kebaya yang berada di lantai satu. Karena Kirana juga menyediakan jasa peminjaman gaun serta kebaya, maka Kirana harus memastikan jika semua barang yang disewa dikembalikan dalam keadaan baik, dan bisa disewakan kembali. Beberapa pekerja juga membantu Kirana untuk memeriksa semuanya dengan teliti.

Namun, seorang tamu datang di tengah kegiatannya. Kirana yang mendengar suara pintu dibuka, segera merapikan dirinya dan beranjak untuk menyambut tamu itu. Sayangnya, Kirana yang semula mengulas senyum profesional seketika menyurutkan senyumannya. Jelas sekali tidak Kirana sama sekali tidak mengharapkan kedatangan tamu itu.

"Kenapa memasang ekspresi masam seperti itu?" tanya tamu yang benar-benar tidak Kirana harap untuk ia temui.

"Tentu saja aku memasang ekspresi seperti ini, mengingat bahwa kita tidak memiliki hubungan baik yang memungkinkan kita saling menyapa dengan ramah. Bukankah kau sendiri yang meminta untuk bersikap seolah-olah tidak saling mengenal? Kenapa kau kembali menemuiku, Bela?" tanya Kirana tampak enggan berbicara pada wanita cantik yang seminggu lalu Kirana temui saat bulan madu di Jerman.

Benar, sosok cantik itu tak lain adalah Bela, sepupu Kirana. Meskipun keduanya adalah keluarga, tetapi hubungan keduanya sama sekali tidak baik. Jelas terlihat ada jarak yang membentang di antara keduanya. Seakan-akan ada sesuatu yang terjadi di masa lalu. Bela tersenyum dan berkata, "Aku datang sebagai klienmu. Bukankah sudah sepantasnya kau menyambutku dengan baik?"

Kirana benar-benar enggan untuk menerima Bela sebagai kliennya. Ada banyak orang yang menunggu kesempatan untuk menjadi klien Kirana dan memesan gaun atau kebaya darinya. Daripada harus melayani Bela yang menyebalkan dan membuat dirinya stress, tentu saja menerima klien yang tidak ia kenal lebih baik. Hanya saja, Kirana tidak mau melakukannya.

Karena itu artinya ia akan kalah dengan Bela. Wanita itu yang sudah datang dan berusaha untuk membuat masalah dengannya, seakan-akan menantang siapakah yang akan kalah. Jadi Kirana tidak ingin menghindar. Ia tidak akan kalah. Ini adalah butik miliknya, dan jelas Kirana penguasa di sana.

"Kalau begitu silakan," ucap Kirana lalu melangkah menunjukkan jalan bagi Bela.

Saat tiba di ruang kerja Kirana, Bela memilih untuk mengamati setiap sudut ruangan. Sementara Kirana menyajikan minuman mineral, tampak dengan jelas jika dirinya tidak terlalu ingin membuat Bela nyaman. "Jadi, apa yang ingin kau pesan?" tanya Kirana sembari mengeluarkan catatannya.

Bukan Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang