Haloo prenn selamat datang di kisah Amara😍Selalu tinggalkan jejak di setiap paragraf!
Eh, vote nya juga jangan sampe lupa!
Oke, makasih :)
Happy Reading brew-!
________________________________________________
Amara duduk di samping brankar yang terdapat Cakra di atasnya. Cakra sudah hampir satu bulan dirawat di rumah sakit. Laki-laki yang baru berusia genap lima belas tahun itu harus menghabiskan sisa hari-harinya dengan berbaring sepanjang waktu di dalam ruangan beraroma khas obat-obatan.
Cakra adalah adik kandung Amara, kakak beradik yang hanya terpaut satu tahun itu tidak pernah bisa dipisahkan sejak kecil. Kemanapun Amara pergi, Cakra harus selalu ada di sampingnya.
Cakra akan selalu menjaga Amara, Cakra akan selalu melindungi kakak perempuannya. Cakra tidak akan pernah membiarkan siapapun menyakiti Amara. Dan asal kalian tahu, Cakra selalu memperlakukan Amara layaknya Ratu yang tidak sembarangan laki-laki bisa menyentuh nya.
Hanya Cakra, ayah, dan Carel–teman kecil Amara yang boleh mengelus rambut dan menggenggam tangan lembut Amara. Bahkan, oknum yang boleh mengecup kening Amara hanya Cakra, ayah dan bundanya saja. Selain dari itu, Cakra tidak akan pernah membiarkan siapapun melakukannya.
Amara itu sangat manja, sifatnya sangat berbanding terbalik dengan Cakra–adik laki-lakinya. Sifat Cakra yang bisa terbilang lebih dewasa dari Amara membuat semua orang hampir salah faham dengan mereka berdua. Tak jarang orang-orang menganggap Cakra adalah kakaknya, dan Amara adalah adiknya.
Amara mengelus lembut punggung tangan milik Cakra yang terdapat selang infus di sana. "Kra, gue gak mau tau. Pokoknya, besok lo harus sembuh!" Amara mengerucutkan bibirnya, ia menatap lembut wajah pucat adik laki-laki nya.
Cakra mengidap penyakit kanker otak stadium akhir. Dengan kata lain, kemungkinannya untuk bertahan hidup sangatlah kecil. Amara telah mengetahui hal itu. Dirinya tahu bahwa usia adiknya sudah tidak akan lama lagi. Bahkan Cakra, laki-laki malang itu hanya bisa pasrah pada sang semesta.
Sudah hampir semua dokter spesialis kanker mereka coba untuk menyembuhkan penyakit Cakra. Namun, sampai detik ini keluarga Gavriel masih tidak dapat menemukan satu dokter 'pun yang mampu melakukan hal itu.
Sepanjang harinya, Cakra hanya bisa menanti. Menanti kapan dirinya mati. Menanti kapan ajalnya membawa Cakra pulang.
Cakra terkekeh pelan, tangan kanannya menggenggam tangan Amara, sayang. "Iya ... besok Cakra sembuh."
"Janji ...?" Mata Amara berkaca-kaca, memancarkan aura penuh pengharapan di sana.
Cakra mengangguk, laki-laki itu menatap sendu kakak perempuannya. " Kak Amara, kok, nangis? Kak Amara gak mau nemenin Cakra lagi, ya?" Ucap Cakra, sedikit parau.
"Iya! Gue gak suka nemenin lo di sini! Gue gak suka jagain lo, gue maunya, gue terus yang dijagain. Cakra, gue gak mau gantian kayak gini, gue gak suka!" Amara bersidekap dada, cewek itu memalingkan wajahnya ke arah lain dengan sarkas.
Amara marah, Amara kecewa pada sang pemilik nyawa. Mengapa harus Cakra? Mengapa harus orang yang sangat berharga untuk Amara? Mengapa Cakra yang harus selalu menderita?
Cakra mengelus pipi ranum milik Amara. "Maaf, ya, kak. Maafin Cakra karena udah bohongin kak Amara, Cakra gak bisa nepatin janji Cakra sama Kak Amara ...."
"Cakra ...." Amara menyeka air matanya, kasar. "Ayok sembuh ... kak Amara kangen Cakra ...." Saat itu juga, tangisan Amara pecah di hadapan adik semata wayangnya. Amara tidak kuasa menahan air matanya setiap kali ia melihat Cakra yang terpuruk lemah seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amara
Teen FictionCover by : Reca "Takdir mengubahku, membunuh hati dan empati. Membuatku menjadi sosok yang 'tak terkendali." Dia, Amara. Gadis cantik pembawa bahagia. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena sebuah derita yang 'tak mengenal akhir cerita. Amara...