Seindah apapun masa lalumu. Tetap saja, itu bukan tempatmu. Kau tidak bisa menetap di masa itu.
_Amara Shannon Gavriel_
Amara dan Kenn sedang berjalan beriringan. Jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi, ini adalah hari Jum'at, dan setiap hari Jum'at semua anggota OSIS akan berkelana ke seluruh kelas untuk mengumpulkan infaq.
Kenn, Amara, Mentari dan satu anak OSIS lainnya berjalan memasuki kelas sebelas IPS dua. Siswa-siswi yang dikagetkan oleh kedatangan mereka berempat berlarian dengan tergopoh menuju kursi masing-masing, kecuali Carel yang masih duduk santai di atas meja sambil mengunyah permen karet di mulutnya.
"Khem!" Kenn berdehem, mengisyaratkan agar semuanya duduk dengan rapi dan tenang di bangku masing-masing, tanpa terkecuali.
Kenn menatap Carel dengan tatapan tidak suka miliknya.
Adya, salah satu sahabat Carel yang kebetulan duduk satu bangku di belakangnya, melayangkan tutup pulpennya tepat mengenai kepala cowok itu. "WOI, KORAL!"
Carel menoleh dengan mata elangnya. "Ah, shit!"
" Duduk, bego!" Titah Dafa, yang mejanya terletak bersebelahan dengan Carel.
Carel turun dari atas meja, cowok itu duduk di atas kursi miliknya dengan tampang songong tapi cool. " Palingan juga mau mintain sumbangan," ujar Carel, intonasi suaranya terdengar seperti tengah mengejek.
Suasana kelas begitu hening, Kenn menoleh pada Amara yang ternyata sejak tadi terus memperhatikan Carel tanpa sedikitpun berpaling ke arah lain.
"Amara."
Suara milik Kenn membuat Amara sedikit terlonjat, begitupun dengan murid-murid lain yang kini sudah memperhatikan Amara dengan tatapan jengah.
"Baik, seperti biasa-,"
"Halah, gak usah banyak basa-basi, deh. Gue eneg denger suara yang keluar dari mulut orang munafik kayak lo!" Suara cempreng milik salah satu siswi yang duduk di bangku paling depan membuatnya menjadi pusat perhatian semua orang.
Amara menatap gadis itu tidak percaya. Itu Aileen, kekasih Carel. "Maksud, lo?"
Binar, sahabat Aileen bangkit dari duduknya. "Drama Queen banget, ya, hidup lo?"
" Gini, nih. Kalo sekolah, wakil ketua OSIS nya mantan pembunuh kayak dia," timpal salah satu siswa dari arah bangku pojok belakang.
Amara tertegun, perkataan dari siswa tersebut berhasil membuat luka yang belum pulih di hati Amara kembali terkoyak.
Aileen juga ikut berdiri dari duduknya, gadis itu menatap jijik ke arah Amara. "Kalo gue jadi lo, gue udah pindah jauh-jauh dari sekolah ini. Oh, atau bahkan gue bakalan pindah pelanet sekalian."
"Malu, gak, tchii, gess!" Salah satu murid lain mengompori.
Tangan Kenn mengepal ketika mendengar semua hujatan yang para murid kelas IPS dua itu lontarkan pada Amara. Laki-laki itu masih berusaha menahan emosinya agar tidak meledak.
Amara menggigit bibir bawahnya, gadis itu sebisa mungkin menguatkan diri sendiri agar air mata tidak keluar dari pelupuknya.
"Cantik, sih, tapi naif!" Perkataan dari Geya berhasil mengundang gelak tawa semua orang yang berada di dalam ruangan itu.
Seketika kelas menjadi riuh, banyak para siswa-siswi yang mencemooh Amara dengan kata-kata yang tidak pantas, ada yang hanya diam dan memperhatikan, bahkan ada juga yang tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amara
Teen FictionCover by : Reca "Takdir mengubahku, membunuh hati dan empati. Membuatku menjadi sosok yang 'tak terkendali." Dia, Amara. Gadis cantik pembawa bahagia. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena sebuah derita yang 'tak mengenal akhir cerita. Amara...