16

17 3 0
                                    

Bukan cuma mereka yang punya perasaan. Kamu juga manusia yang layak dimanusiakan.

_Jeruk Lemon_


Amara menyandarkan kepalanya pada kaca mobil, gadis itu memperhatikan air hujan yang semakin lama semakin deras mengguyur bumi. " Hujan ...," katanya.

Kenn menoleh, mengikuti arah pandang Amara tertuju. "Lo ngantuk?"

Amara memperbaiki posisi duduknya, gadis itu mengambil napas sambil menggeleng. "Enggak." Amara menatap Kenn, sedetik kemudian ia kembali mengalihkan atensinya pada air hujan di luar mobil. "Kenn, kita berapa bulan lagi ganti kepengurusan?"

Kenn mengerutkan keningnya, heran. Tidak seperti biasanya Amara bertanya seperti itu. "Tumben nanya gitu?"

"Emang gak boleh, ya?"

Kenn tertawa ringan, laki-laki itu lantas menjawab, "sekitar enam bulan lagi, kurang-lebih."

Amara hanya mengangguk, tidak memberi respon lain menggunakan kata-kata.

Suasana mobil terasa hening, keduanya tidak ada yang berniat membuka obrolan. Biasanya, saat keadaan mulai senyap seperti ini Amara yang akan memulai bicara. Amara akan bertanya mengenai hal-hal random yang selalu membuatnya merasa penasaran. Seperti, mengapa bebek tidak berkaki empat? Atau, apa yang akan terjadi jika bumi memiliki sayap? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan konyol yang akan Amara lontarkan. Pertanyaan-pertanyaan yang selalu berhasil membuat darah rendah Kenn memuncak dari kadar yang semestinya.

Namun, hari ini Amara terlihat sangat berbeda. Auranya seperti tidak bersemangat. Apa mungkin, semua itu karena pertanyaan-pertanyaan yang sempat Carel lontarkan pasca di sekolah? Sebuah pertanyaan yang berhasil membuat seorang Amara jadi tidak bergairah seperti sekarang ini.

Kenn menghentikan laju mobilnya, cowok itu diam beberapa saat, memperhatikan permukaan wajah Amara yang nampak suram.

"Ra, udah nyampe."

Amara tidak merespon, gadis itu masih asyik dengan dunia yang berada dalam lamunannya.

" Amara, lo mau ikut gue pulang?" Tanya Carel, yang diiringi dengan petikan jari pada kalimatnya.

Amara mengerjapkan matanya, gadis itu sedikit terperanjat ketika menyadari bahwa wajah Kenn hanya berada beberapa centi saja dari wajahnya. " I-iya," gugup Amara, terlihat seperti orang linglung.

Kenn mengangkat sebelah alisnya, jarak antara wajahnya dengan Amara tidak segera ia perjauh. "Iya apa?"

"E-a-anu, i-iya balik ..., sama lo!" Amara berucap seraya menganggukkan kepalanya.

"Mau ikut ke rumah gue?"

Amara mengernyitkan dahinya, bingung. "Hah?"

"Udah nyampe depan rumah lo, lo gak mau turun?"

Mata serta mulut Amara membulat, ia baru faham dengan apa yang Kenn katakan. Tanpa sadar, Amara mengangkat kepalanya dari posisi bersandar dengan langkah kilat. Hal itu sontak membuat keningnya bertubrukan dengan pelipis Kenn yang belum sempat menjauhkan wajahnya dari Amara. Karena kaget, Amara akhirnya tidak dapat mengontrol dirinya, ia mendorong tubuh Kenn dengan sekuat tenaga yang Amara miliki sampai Kenn terpental ke belakang.

"Aw!"

"Arghh ....!"

Kenn terjungkal, pinggangnya sempat mengenai stir mobil sebelum akhirnya kepala Kenn menghantam pinggiran kaca mobilnya. Ngilu? Jelas! Kenn bahkan sampai mengerang kesakitan.

Sedangkan Amara? Gadis itu kembali terduduk di kursinya, yang terasa nyeri hanya kening yang tadi bertubrukan dengan pelipis Kenn saja, tidak ada hal lain lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang