Heh, halooo broh! Selamat malam, selamat siang, selamat pagi, selamat sore selamat-selamat semoga selamat dunia akhirat aamiin, dan selamat membaca cerita Amara. kikikie <3
Para pembaca cerita Amara yang baik hati dan bijaksana tentunya, author mau bilang kalo ... kalian wajib voment di setiap part nya, titik. Author gak nerima penolakan.
Hmm, maaf kalau terkesan maksa. Namanya juga, kan, usaha. Uahahahaha anggap aja ini salah satu strategi marketing Author, aduh serepet tett tett tet tet.
Dahlah, jangan kebanyakan cing-cong sendal bolong. Mending kalian semua langsung vote, komen, dan iqraa.
Happy Reading cuyy :*
Hoo iya hampir lupa, follow akun wp author sama ig author juga ya!
Ig. nrlfh_25
Follback? DM!
________________________________________________
Amara berjalan dengan kepala yang tetap menunduk sejak ia memasuki area SMA Sriwijaya. Sejak bell pelajaran pertama dimulai ralat–sejak Amara melangkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah, seluruh warga SMA Sriwijaya menatapnya dengan sorot mata jijik, hina, takut, iba penuh kebencian, dan ada juga yang dengan terang-terangan mengatainya sebagai orang gila bahkan pembunuh.
Awalnya, Amara kira hanya orang rumah saja yang akan melakukan hal itu terhadap Amara, hanya orang rumah saja yang memberikan tatapan seperti itu pada Amara. Tapi sepertinya ekspektasi Amara terlalu indah jika harus disandingkan dengan realita yang tengah dirinya alami saat ini.
" Eh, liat, deh. Itu, kan, Amara? Gilak, masih berani tuh orang nampakin muka tenangnya di Sriwijaya," bisik seorang siswi pada satu temannya yang tidak sengaja berpapasan dengan Amara.
"Hah? Emang kenapa? Ada gosip baru apa? Kok gue ketinggalan terus, sih!?"
"Ck, dasar katro! Katanya, Cakra meninggal tuh gara-gara dia."
Siswi yang baru mengetahui hal itu menutup mulutnya, kaget. "Demi apa?!"
" Jangan berisik, nanti orangnya denger. Lo mau jadi korban selanjutnya, hah?!" Ucap siswi yang satunya seraya menempelkan jari telunjuk pada bibirnya.
Amara menghentikan langkahnya, gadis itu menoleh ke arah kedua siswi tersebut. Meski dengan cara berbisik, tapi telinganya masih dapat mendengar perkataan siswi-siswi itu.
Amara menundukkan kepala saat para siswi itu menatap dirinya, risih. Amara malu, dia ingin mengatakan bahwa dirinya tidak semenakutkan itu. Namun, suaranya seolah tertahan di kerongkongan, membuat Amara hanya membisu dan tidak mampu memberi pembelaan terhadap diri sendiri.
Dulu, Amara merupakan salah satu siswi yang sangat disegani oleh hampir semua warga Sriwijaya. Siapa yang tidak mengenal Amara? Seorang wakil ketua OSIS sekaligus murid yang sangat berprestasi di SMA itu. Tatapan yang semua orang berikan pada Amara bukanlah sorot kebencian atau hinaan, melainkan binar kagum dan terpukau. Se-mengagumkan itu Amara di mata semua orang, dulu. Namun, sepertinya hal itu sudah tidak berlaku pada diri Amara yang sekarang.
Amara mendongakkan kepala ketika iris kecoklatan milik gadis itu 'tak sengaja menangkap salah satu oknum yang sangat tidak asing di matanya. "Mentari!" Amara menatap Mentari dengan binar yang terpampang indah pada manik kecoklatan nya.
Mentari yang hanya berjarak beberapa langkah dari Amara, mendongakkan kepala, ia mengalihkan atensinya dari layar ponsel menjadi beralih menatap Amara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amara
Teen FictionCover by : Reca "Takdir mengubahku, membunuh hati dan empati. Membuatku menjadi sosok yang 'tak terkendali." Dia, Amara. Gadis cantik pembawa bahagia. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena sebuah derita yang 'tak mengenal akhir cerita. Amara...