As the world I'm heading towards and matching up to
is getting bigger
It makes me feel an emptiness somehow
What part it is, even if the shape is maybe like this
Even when myself can't come to know it...
As if solving up the scattered pieces
We are matching up our stories
Inside the empty spot in my heart,
there's a piece called you taking place
I just know it at first glance I saw you...
***
Angin musim semi bertiup perlahan menerbangkan kelopak bunga sakura yang mulai berjatuhan dari rantingnya. Bunga berwarna merah muda itu menghiasi jalan-jalan setapak depan Neo Culture Senior Highschool. Jaemin mengendarai sepedanya dengan santai, melewati setapak demi setapak jalan menuju sekolahnya. Semilir angin menerbangkan rambut hitamnya. Hawa musim semi sangat menyenangkan baginya, tidak begitu dingin, sedikit hangat, walaupun ia tetap harus melapisi seragamnya dengan coat tebal.
Setiba di parkiran sekolah, ia memarkirkan sepeda biru kesayangannya di sudut kanan sekolah tempat sepeda-sepeda siswa biasa berjajar rapi disana. Lantas ia segera melangkah menuju kelasnya. Sepanjang jalan menuju kelas, ia hanya melangkah lurus tanpa menyapa siapapun. Jaemin adalah sosok pendiam, penyuka buku dan musik. Walaupun demikian, Jaemin bukan sosok seorang anti sosial. Ia suka membantu teman-temannya yang membutuhkan bantuan.
Jaemin langsung duduk di bangkunya begitu tiba di kelas. Ia segera memasang earphone, memutar lagu yang telah tersusun dalam playlistnya, dan mengeluarkan buku tebal bersampul cokelat dengan gambar daun mapel. Jaemin menyukai Kanada, negara yang terletak di Benua Amerika yang terkenal dengan berbagai macam keindahan alamnya. Keindahan aurora, pemandangan langit yang langka juga salah satu yang Jaemin ingin lihat secara langsung. Walaupun lebih bagus disaksikan di Islandia, Jaemin lebih ingin melihatnya di Kanada karena negara itu adalah negara impiannya.
Jaemin cukup tahu bahwa mimpinya mungkin saja hanya sekedar mimpi. Ia berasal dari keluarga yang biasa saja. Ayahnya seorang guru SMA dan sang ibu membuka toko bunga kecil di daerah dekat pantai Haeundae, Busan. Jaemin terkadang singgah kesana saat pulang sekolah untuk sekedar membantu sang ibu merawat bunga-bunga kesukaan ibunya.
Jaemin tahu dirinya bukan anak kandung kedua orang tuanya. Ayah dan Ibunya telah jujur padanya sejak ia kecil, memberitahukan padanya tentang fakta ini. Namun Jaemin tak pernah kekurangan kasih sayang. Kedua orang tua angkatnya menyayanginya dengan tulus. Bahkan Jaemin merasa, apabila ia menemukan keluarganya yang sebenarnya, bisa saja ia akan lebih memilih orang tua angkatnya. Kedua orang yang mengasuhnya sejak kecil sangat mengerti dirinya lebih dari siapapun. Ia sudah merasa bahagia bahkan ketika dirinya tidak sekaya anak lain, memiliki keluarganya merupakan kekayaan yang tak tergantikan oleh apapun juga.
Bel berbunyi nyaring ketika kelas telah ramai dengan para siswa yang berlarian menuju bangkunya. Jaemin melepas earphone-nya dan menyimpan dalam tas. Ia mengganti buku yang dibacanya dengan buku paket Biologi yang akan dipelajari di jam pertama. Tiba-tiba kelas menjadi riuh. Pandangan Jaemin teralih ke depan mendapati sang guru tak sendirian. Seorang anak laki-laki berambut pirang telah berdiri di depan kelas. Dadanya berdesir. Ada aura berbeda yang dirasakan Jaemin ketika menatap anak itu.
"Anak-anak, kita kedatangan murid baru. Silahkan perkenalkan dirimu,"kata Wendy Seonsaengnim yang dijawab dengan anggukan dari anak itu. Ia mengalihkan pandangan pada seluruh siswa di dalam kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle Piece [✓]
Fanfiction[COMPLETED] "Gue paling nggak suka sama tukang ngadu!" - Jeno "Aku udah maafin kamu jauh sebelum kamu minta maaf" - Jaemin Jaemin hanya seorang remaja 16 tahun yang berharap dapat bersekolah dengan nyaman. Ia anak baik yang tidak pernah macam-macam...