"Aku tak punya waktu untuk membenci orang yang membenciku, karena aku terlalu sibuk mencintai mereka yang mencintaiku." – Mario Teguh
***
Jeno tak mengerti. Beberapa hari ini Jaemin tidak masuk karena olimpiade. Ia jadi jarang menjahili anak itu. Targetnya berubah pada Haechan. Ia bahkan pernah membuat anak itu penuh dengan sampah ketika ia dan Felix menjatuhkan sekeranjang sampah dari lantai atas. Tapi rasanya berbeda, itulah yang tidak dimengerti Jeno.
Manik mata Jaemin yang menatapnya datar dan sorot mata tajam sembari menghela nafas saat Jeno mengganggunya sering membuat ia merasa bersalah. Sejak dulu Jeno sering merundung orang lain tapi belum pernah memikirkan perasaan orang yang dirundungnya. Tapi dengan Jaemin, ia sering mengkhawatirkannya diam-diam.
Apakah Jaemin baik-baik saja? Apakah Jaemin sakit hati karenanya? Apakah Jaemin memaafkan kesalahannya? Pertanyaan terakhir ini, tak pernah sedikitpun terlintas di benaknya saat merundung orang lain. Baginya, orang yang lemah memang pantas ditindas. Bahkan ketika menghajarnya terakhir kali, tubuhnya juga ikut merasa ngilu. Entah karena apa.
Jeno mengambil kalung yang sejak kecil menggantung di lehernya. Ibunya berkata, kalung itu sangat berharga, jadi Jeno harus menyimpannya baik-baik. Jeno tidak mengerti, tapi ia tetap menjaga kalung itu sesuai pesan ibunya. Jeno merasa, ada sesuatu yang penting dari kalung ini.
Jeno melangkah menuju balkon kamarnya. Kesepian, itulah yang ia rasakan setiap hari. Ia rindu kehangatan keluarganya. Ia rindu ibunya, rindu ayahnya, bahkan kakaknya. Ia beranikan diri untuk menghubungi sang ibu walaupun ia tahu mungkin saja ibunya sudah tidur karena di Busan nyaris tengah malam. Ia tekan nama sang ibu pada ponselnya dan menunggu dengan sabar. Tak lama teleponnya diangkat. Jeno tersenyum tipis mendengar suara serak khas bangun tidur dari sang ibu. Ia benar-benar merindukan suara ibunya.
"Mama,"panggil Jeno.
"Ya, Jeno? Ada apa?"tanya sang ibu di seberang sana.
"Jeno rindu,"kata Jeno lagi membuat sang ibu terdiam sejenak.
"Mama juga rindu Jeno. Tunggu ya, Mama akan pulang akhir musim panas nanti,"
"Bersama Papa?"
"Tidak, hanya Mama. Tidak apa-apa kan, sayang?"kata sang ibu lagi. Jeno tersenyum masam. Kapan terakhir kali ia bertemu Ayahnya? Ia bahkan tidak ingat. Ibunya juga pulang hanya 2 kali setahun. Itu pun tidak sampai seminggu di rumah. Taeyong hyungnya? Tak ada kabar sama sekali. Entahlah Jeno tidak peduli.
"Tidak apa-apa, Ma. Kalo begitu sudah dulu ya Ma, Jeno ngantuk,"
"Iya Jeno, selamat malam, mimpi indah,"kata sang ibu sebelum menutup sambungan. Tangan Jeno melemas di samping tubuhnya. Tentu saja ia tidak baik-baik saja. Namun ia tak bisa menyampaikan keinginannya kepada sang ibu. Entah kapan kekosongan di hatinya akan terisi kembali.
***
Akhir-akhir ini Jaemin selalu mengerjakan tugas di perpustakaan saat pulang sekolah. Buku-buku pelajarannya yang hampir semuanya basah akan mengundang pertanyaan dari Ayah dan Ibunya. Ia tidak ingin membuat mereka khawatir. Buku pelajaran yang selamat hanya Bahasa Korea dan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Hanya di kedua mata pelajaran ini ia akan kerjakan di rumah.
Hyunjin yang memang terkadang kurang kerjaan dengan keliling sekolah sepulang jam pelajaran heran melihat Jaemin masih berada di perpustakaan pada jam ini. Seingatnya masa olimpiade sudah habis. Jaemin juga tipe orang yang akan langsung pulang saat selesai pelajaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle Piece [✓]
Fanfic[COMPLETED] "Gue paling nggak suka sama tukang ngadu!" - Jeno "Aku udah maafin kamu jauh sebelum kamu minta maaf" - Jaemin Jaemin hanya seorang remaja 16 tahun yang berharap dapat bersekolah dengan nyaman. Ia anak baik yang tidak pernah macam-macam...