29 - Judgment

90 25 14
                                    

Under 12 Star | 29 - Judgment

Semoga masih betah sama cerita ini yang menuju ending meskipun aku nulisnya lamaaaaa pakek banget 🤧
Voment ya sayang, salam cinta dari pak pengacara Kenziel Ziff Wilton 😘

***

Suasana ruang sakral masih diisi oleh riuh hadirin yang membicarakan kasus dari sudut pandang mereka. Berbeda dengan pria yang duduk di belakang meja berplakat 'Pengacara Pembela'. Kedua mata legamnya tak lepas dari wanita yang duduk di belakang meja pembatas kayu melintang, sedang menarik dan mengembuskan napasnya berulang dengan mata terpejam.

"Priamu tidak berhenti melirik ke arah sini. Jadi keluarlah jika kau tidak sanggup. Priamu juga sudah memanggil Denzzel untuk menggantikanmu."

Althea seketika melirik tajam wanita buncit di sebelahnya yang sibuk dengan laptop. "Kau sendiri, bilang cuti melahirkan, tapi kenapa datang kemari? Bukankah hari perkiraan lahir bayimu beberapa lagi?"

"Priamu juga yang memintaku menemanimu. Sekalian saja aku menulis artikel untuk berita," jawab Rissa. Ia juga menunjuk dengan dagu ke arah depan tanpa melepaskan pandangan dari laptop.

"Bisa berhenti menyebut Ken dengan sebutan 'Priaku'? Kami tidak ada hubungan apa pun." Althea mengeratkan giginya.

"Cuih. Bahasa tubuh kalian saja tidak bisa membohongi," sindir Rissa.

"Berhenti bertingkah seperti bisa membaca bahasa tubuh. Memangnya kau psikiater?" Althea menahan emosinya sekali lagi. "Urus saja bayi kudanilmu itu. Bagaimana bisa Ken mempercayakan kasus berat ini pada tukang makan sepertinya." Sekarang gantian Althea yang berdecih usai melirik pria tambun di samping Rissa, sibuk mengunyah roti ke tiganya.

Wanita berpotongan rambut bop itu menutup kasar laptopnya, lantas menoleh ke arah Althea. "Mau bertaruh? Pengacara di depan sana sedang mengkhawatirkanmu. Entah apa yang salah di otak jenius Ziel, dan apa yang kau perbuat padanya, tapi aku jamin 1000% dia tergila-gila dengan wanita setengah banteng sepertimu." Tunjuknya dengan dahu pada pengacara yang sibuk berkomunikasi verbal dan non verbal pada kliennya yang autis.

Althea melebarkan bola matanya. "Apa kau bilang?"

Perdebatan tak berkesudahan antara Althea dan Rissa berhasil terlerai. Instruksi bahwa hakim masuk membuat hadirin berdiri untuk memberi hormat. Keduanya melempar tatapan sinis sebelum ikut bangkit. Tiga pria mengenakan toga pun masuk melalui pintu samping dan duduk di podium. Para hadirin pun kembali duduk.

Persidangan dimulai dengan sengit, argumen demi argumen serangan dari Erik Scoups, selaku pengacara John Burn dan pembelaan dari Kenziel Ziff Wilton saling ditembakkan satu sama lain. Tak sesekali hakim mengetuk palu agar persidangan kembali kondusif. Hingga tiba saat Kenziel memanggil saksi ahli untuk mendukung argumennya bahwa Michelle menderita tekanan psikis akibat perbuatan John, saat itulah pengawal persidangan mempersilakan Althea masuk melewati pagar pembatas kayu untuk duduk di tengah tempat persidangan.

Tahap pertama adalah Althea berdiri sembari mengangkat tangan kanan untuk membacakan sumpah bahwa ia akan mengatakan semua dengan sejujurnya. Kemudian beberapa pertanyaan dari Kenziel dilontarkan.

"Klien saya, Miss. Michelle, menderita PTSD akibat dari penganiayaan dan pemerkosaan yang dilakukan Mr. Burn. Apa benar?" Kenziel mengatakannya dengan tegas saat sudah berdiri di dekat kursi saksi ahli.

"Menyela, Yang Mulia. Pernyataan terdakwa pada jaksa menjelaskan bahwa mereka berhubungan dengan keadaan sadar dan tanpa paksaan. Hasil visum juga membuktikan bahwa klien saya, Mr. Burn, yang mendapat luka tusuk. Jadi pernyataan pengacara pembela tidak masuk akal."

Under 12 StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang