12 - Win Win Solution

163 25 2
                                    

Under 12 Star | 12 - Win Win Solution

NonaHawa gak pernah lelah buat mengingatkan kalian buat tekan tanda bintang setelah baca ya. Happy reading 😘

•°•°•°•°•

Sebuah ruangan besar berisi puluhan kursi mengelilingi meja oval raksasa. Salah satu pengacara muda berusia tiga puluh tahun tertangkap sedang memijit pelipisnya dan sesekali mengusap layar ponsel oleh beberapa pasang mata rekan satu profesi yang didominasi empat puluh hingga lima puluh tahunan.

"Bagaimana pendapat Anda, Mr. Wilton?"

Seolah otak kiri dan kanan bekerja beriringan, Kenziel seketika mendongak. Ia melirik beberapa orang yang terang-terangan berbisik dan menanti jawabannya. Namun siapa sangka jika gunjingan berubah menjadi kekaguman kala pria yang mengenakan setelan grey yang sebelumnya melamun justru melontarkan pertanyaan dengan tenang.

"Apa Mr. Carington yakin jika terdakwa yang autis tidak melakukan pembunuhan?"

Pria tambun berjas hitam dengan dasi army melihat sekitar sebelum menatap Kenziel. "Tentu saja tidak, Mr. Wilton. Kenapa Anda bertanya seperti itu?"

Tangan kiri yang berada di bawah meja membuka lagi layar ponsel. Pun pandangan Kenziel tertuju ke bawah untuk sesaat. Notifikasi pesan yang ia tunggu tak kunjung datang. Ia memasukkan ponsel ke saku jas dalam sebelum menerbitkan senyum tipis.

"Itu point utamanya. Anda harus yakin dengan klien Anda, Mr. Carington."

Sontak semua saling berpandang bingung dengan jawaban Kenziel. Mereka menatap bergantian pria tambun yang saat ini dipojokkan oleh Kenziel. Pria yang kewarasannya seolah terjebak dalam benda pipih bernama ponsel, menekan-nekan kuku telunjuk pada ibu jari. Ia bahkan melihat arloji untuk menghitung berapa menit lagi ia bisa keluar.

Kedua alis Mr. Carington bertaut. "Maaf?"

Senyum tipis penuh wibawa tersemat saat Kenziel membenarkan jasnya. "Penderita autis tidak melakukan tindakan impulsif jika tidak ada pemicunya. Anggap dia benar-benar membunuh, bukti sudah Anda kantongi, dan saksi ada di depan mata. Semua mengarah pada terdakwa. Lantas, apa Anda yakin jika itu dilakukan secara sengaja? Bukankah hanya mengandalkan hal tersebut jelas-jelas membuat Anda terlihat kurang cakap dalam investigasi?"

Pria tambun yang meminta saran seolah mengalami kejutan. Emosinya terpantik, didukung air wajah datar. "Apa karena Anda sejak tadi melamun, Anda tidak melihat bukti apa saja yang saya miliki, Mr. Wilton?"

Wajah tenang Kenziel tak bisa menutupi kegelisahan dari tangan yang meraba saku jas, menanti getar ponsel yang menandakan adanya notifikasi, yang sayangnya hanya berupa harapan. Kenziel masih menetralkan suaranya saat kembali bersuara. "Maaf, Mr. Carington, yang saya maksud, bisa jadi motif pembunuhan didasarkan pada upaya membela diri yang dia lakukan secara spontan. Tidak seperti kita yang normal, seseorang yang autis akan bertindak impulsif tanpa memikirkan risiko."

"Itulah masalahnya, Mr. Wilton. Bagaimana kita tahu jika hal itu didasarkan pada upaya membela diri jika terdakwa saja sulit memberi keterangan. Sekalipun terdakwa bersuara, saya yakin jika pernyataannya pasti diragukan keabsahannya oleh hakim dengan alasan kondisi mental. Jaksa pun menekan dengan berbagai bukti jika itu pembelaan diri yang dilakukan terdakwa."

Under 12 StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang