Under 12 Stars | 28 - Fight Together
Jangan lupa vote dan komen ya. Chapternya makin tegang 🤭🤭🤭
°•°•°•°•°
Aroma etanol menyeruak ke indra penciuman Althea ketika baru membuka mata. Orang pertama yang ia lihat adalah pria berkemeja biru laut yang penuh dengan peluh. Pun rambut yang biasanya tertata rapi, saat ini terlihat lepek.
Bola mata gelap Kenziel tak mengalihkan pandang pada Althea. Telapak tangan bisa menyalurkan hangat, tetapi air wajah Kenziel menunjukkan sebaliknya. "Bagaimana bisa seperti ini?"
Kebiasaan Althea, menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lain. "Kenapa menatapku seperti itu? Bukankah kita akan ke tahanan bertemu Michelle?"
"Kenapa sampai seperti ini?!"
"Kenapa membentakku?!"
Hiruk pikuk dokter yang lalu lalang, pun penunggu pasien yang satu IGD dengan keduanya sontak menoleh. Wanita paruh baya yang berseberangan dengan brankar Althea menegur. "Be quite!"
Kenziel membungkuk kecil sebagai permintaan maaf. Lantas kembali menatap Althea.
"Tiba-tiba jatuh terduduk, memelukku erat, mencakarku, dengan napasmu yang pendek seperti orang sekarat, kau pikir aku tidak khawatir?" Nada bicara Kenziel merendah, tetapi tetap tegas. Genggaman tangannya tanpa sadar makin mengerat.
Althea berdesis. "Berlebihan."
Althea tersentak ketika telapak tangannya ditepis kasar. Bahkan Kenziel mengeratkan gigi dan langsung bangkit.
"Maaf aku membentakmu. Aku memang selalu berlebihan dan kekanakan dimatamu."
Detik yang sama, Althea berhasil meraih jemari Kenziel yang hendak meninggalkannya. Ia menutup medua mata dan memalingkan wajah saat Kenziel berbalik. Namun air yang merembes dari ekor mata tak bisa Althea tahan.
"Kenangan buruk itu datang saat plafonnya turun. Kukira aku bisa mengatasi traumaku, kenyataannya nihil. Kakiku lemas, tak ada yang bisa kupikirkan selain berlindung padamu. I want to tell you to take me out, but tenggorokanku seperti tercekik. Bahkan tubuhku seperti terbakar saat kau mencoba menggendongku. I was—" Althea merendahkan suaranya. Ada suara embusan napas berat saat berucap, "—so scared."
Hal langka yang nyaris tak pernah Kenziel temukan dari wanita sebarbar Althea. Air mata. Ia kembali duduk di dekat brankar sembari menghapus jejak air mata.
"Aku akan menceritakan semuanya," ucap Althea masih menghindari kontak mata.
"Kita bicarakan di Penthouse. Sekarang pulihkan dulu dirimu."
Barulah Althea mau memperlihatkan wajah pucatnya pada pria yang masih menunjukkan wajah tak bersahabat. "Let's go home. Sungguh memuakkan mendapati diriku lemah seperti ini."
Tatapan Kenziel tak kunjung melunak. Entah tatapan khawatir atau marah, ia bahkan tak bisa menunjukkannya sesuai keadaan. Gigi dan genggamannya justru mengerat, seolah meluapkan emosi. Begitu pun denyut jantung yang tak bisa membohongi.
Pijatan lembut Kenziel salurkan pada telapak tangan yang tak tertempel selang infus. "Setidaknya habiskan infusmu."
IGD yang tidak terlalu ramai, seketika berubah layaknya film monokrom tanpa suara. Sepasang bola mata berbeda warna tersebut hanya melempar sorot, seperti tahu bahwa diam lebih mereka butuhkan ketimbang berdebat tanpa ujung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under 12 Stars
RomansaROMANCE ADULT Sleep paralysis. Satu gangguan tidur yang nyaris tidak pernah absen dalam hidup Kenziel. Namun, ketika lelah sudah menyambangi, mau tak mau Kenziel pasrah dengan hidupnya. Terlebih yang semakin kacau semenjak Althea, psikiater barbar m...