10 - Syndrom Stockholm

150 28 6
                                    

Under 12 Star | 10 - Syndrom Stockholm

•°•°•°•°•

Langkah kaki berbalut pantofel memasuki penthouse mewah nan elegan. Kenziel melepas pantofel dan masuk usai membuka pintu dengan sidik jari. Dalam langkah pelan penuh pertanyaan, Kenziel terus saja melihat Althea yang tak terusik dari lelapnya. Namun, saat gerakan wanita yang saat ini mengenakan jas navy miliknya tiba-tiba melingkarkan lengan di lehernya, langkah Kenziel terhenti tepat di ambang pintu kamar.

"Kau bisa turun kalau kau sudah sadar, Thea." Sayangnya wanita yang memoles bibirnya dengan lipstik merah menyala, membuka satu mata sembari tersenyum kecil. Ia justru mempernyaman posisinya dalam gendongan Kenziel, membuat pria itu kembali berkata, "You ever told me, kau punya tangan dan kaki yang lengkap hingga tidak ada alasan untuk aku gendong."

Satu dengkusan kasar terlontar sebelum Althea menjawab. "Kapan lagi aku bisa menghemat tenagaku? Besok aku harus mengikuti aktivitas membosankanmu lagi, Ken."

Kenziel yang tersenyum kecil. Namun, kedua alisnya bertaut kala wanita itu memanggilnya. Langkah pun kembali terhenti.

"Ken."

"What's up?"

"Kenapa tubuhku sama sekali tidak menolak saat kau menggendongku seperti ini?"

"Itu sebuah pertanyaan atau pernyataan?"

Spontan saja dahi Kenziel mendapat serangan. Ia menatap Althea yang berwajah masam. "What's wrong?" tanya Kenziel lagi.

Kantuk jauh lebih membius ketimbang berdebat dengan pria yang menatapnya bingung. Althea lebih memilih kembali memejam. "Susah berbicara dengan anak kecil."

Dengkusan pasrah Kenziel lontarkan. Ia kembali melangkah menuju kamarnya. Namun, saat menurunkan tubuh Althea di atas tempat tidur seluas empat meter persegi, ia justru ikut terjatuh menindih wanita yang enggan melepaskan lengan di lehernya.

Kenziel hendak beranjak, tetapi bibir tipis yang tak pernah absen melontarkan kata-kata pedas, tiba-tiba saja membuat Kenziel melebarkan bola mata. Kenziel tertegun, terlebih saat bibir Althea bergerak lembut hingga berhasil membuat sesuatu di dalam sana berdebar. Hingga saat tautan dan lengan Althea yang melonggar, ia bangkit terburu dengan napas yang tak beraturan. Kedua bola mata biru Althea sedang menatapnya dalam.

"Hanya sejauh ini," ucap Althea ringan.

Kenziel menaikkan kedua alis tak paham sembari menetralkan napas. Akan tetapi, saat tangannya ditarik oleh Althea lalu dituntun meraba paha seputih susu tersebut, Kenziel sekali lagi menarik tangannya secepat kilat.

"When my body is touched like this in a certain place, my hands will tremble. Sometimes, I reflexively pushed him, when he wanted to do more to me." Althea dengan wajah datar kembali menjelaskan seolah menjawab pertanyaan tanpa kata dari Kenziel. Tangan kurus itu juga mengudara, membuat pandangan Kenziel terpusat pada tangannya yang saat ini gemetar.

"Kenapa kau menceritakannya padaku? Aku tidak pernah bertanya."

"Sejak di dalam mobil, aku berpura-pura tertidur. Saat itu aku sedang melakukan tes untuk tubuhku sendiri."

Enggan mendekat karena takut akan terjadi hal tak terduga, Kenziel tetap mendengar. "Apa kau selalu seperti ini dengan lelaki?"

"Hemmm." Althea menyematkan senyum hambar. "You know? I feel weird, Ken. Aku mungkin akan menendang tulang keringmu ketika kau menggendongku seperti tadi. Tapi aku justru merasa nyaman, meskipun hanya sesaat, karena saat aku menuntun tanganmu untuk membelai pahaku, serangan itu kembali lagi."

Under 12 StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang