Untuk pertama kalinya dalam hidup Swastamita merasakan rasanya dihargai, rasanya dicintai. Rasanya luar biasa hingga tidak bisa ia gambarkan dengan kata-kata. Apa yang Gara ucapkan mungkin tidak dibalut gula tapi efeknya dapat dengan mudah membuat jantungnya berdetak cepat. Gara bilang ia ingin mengenalnya lebih jauh. Tak ada hal lain yang dapat Swastamita lakukan selain memeluk laki-laki di hadapannya saat itu. Mendekap pinggang Gara dengan erat, menyampaikan terima kasih dan bahwa ia juga menginginkan hal serupa. Ia ingin Gara tetap di sampingnya. Ia ingin Gara selalu menemaninya. Ia ingin Gara mengingatkannya bahwa Swastamita pantas untuk diinginkan. Ia ingin merasakan apa yang tidak pernah ia rasakan sejak kecil.
Tidak setiap hari Swastamita bisa bertemu seseorang setulus Gara. Tidak setiap hari. Maka melalui tangisan harunya malam itu, Swastamita menyampaikan padanya, bahwa Swastamita tidak ingin kehilangan Gara.
Malam itu mereka memulai sebuah hubungan. Hubungan tanpa nama yang anehnya ia suka. Ia berpikir, mungkin ini caranya orang dewasa bertindak.
Sejak saat itu semua dimulai, dengan sangat baik. Tidak pernah satu hari pun Swastamita merasakan hatinya kosong. Gara bagaikan sebuah mentari yang sinarnya dapat menerangi dan menghangatkan. Memberi Swastamita kehidupan. Gara juga bisa jadi sebuah rembulan yang menemani malam-malamnya yang dingin dan gelap.
Laki-laki itu tidak pernah lupa untuk selalu mengirimkan pesan setiap pagi pada Swastamita, "Selamat pagi, Swastamita. Jangan lupa selalu mulai hari kamu dengan senyuman." Atau ketika siang hari tiba, Gara akan mengingatkannya untuk makan siang, "Jangan lupa makan siang, Ta. Dan jalan-jalan sebentar di sekitar tempat kerja kamu. Take a rest from your work." Dan ketika larut menjelang, Gara selalu mengiriminya pesan sesaat sebelum Swastamita menarik selimut. "You did a great job, Ta. Selamat istirahat. Hari ini kamu hebat."
Gara tidak pernah lupa untuk mengingatkan Swastamita tentang hal-hal baik dalam kehidupan, selalu mengucapkan sesuatu yang positif kepadanya. Kadang ia berpikir pesan-pesan Gara ini adalah pesan dari penulis-penulis buku motivasi saking seringnya Gara mengingatkan bahwa Swastamita adalah orang yang hebat. Namun sekali lagi ia ingat, laki-laki itu hanya ingin Swastamita sembuh, tanpa mengingatkan Swastamita tentang kondisi psikologisnya yang tidak stabil.
Laki-laki itu juga tidak pernah lupa melakukan hal-hal kecil untuknya. Seperti membukakan pintu dan mempersilakan Swastamita berjalan lebih dulu. Ke mana pun mereka pergi, coffe shop, pet shop langganannya, Gara selalu melakukan hal itu. Oh ya, Swastamita juga baru tahu jika laki-laki itu adalah pecinta hewan. Pernah sekali ia datang ke apartemen Gara yang jelas sangat kontras dengan apatemen miliknya, terkejut dengan tiga makhluk berbulu yang berlarian menghampiri ketika pintu terbuka.
Ada tiga kucing dengan masing-masing warna. Satu Abu-abu, satu putih, dan satu oranye. Semuanya adalah kucing Persia kesukaan Gara.
Gara tidak pernah lupa membuatkan ia teh tiap Swastamita datang. Laki-laki itu tau jika Swastamita bukanlah pecinta kopi. Kini, Gara mulai menyetok banyak varian teh di rak dapurnya. Mereka berdua memang lebih sering menghabiskan waktu di apartemen alih-alih keluar rumah. Gara juga tidak pernah lupa menyelimuti kaki Swastamita tiap mereka menonton film bersama di sofa bed Gara yang seluas lapangan bola.
Sekali lagi, Swastamita merasakan rasanya dicintai. Bahkan ketika Gara tak mengucapkannya, Swastamita tau seberapa besar perasaan Gara padanya.
Ada beberapa malam ketika Swastamita kesulitan terlelap. Dan meski Swastamita tau ia telah mengganggu waktu istirahatnya, Gara tidak pernah keberatan menemani Swastamita dengan obrolan malamnya. Pernah sekali waktu ia menelepon Gara pukul dua malam karena tiba-tiba terbangun dengan mimpi buruk. Itu adalah ketiga kalinya mereka berbicara di telepon di dini hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenapa Bahagia Begitu Mudah?
General Fiction"Gara, boleh aku tanya? Kenapa sih orang-orang mudah banget senyum, ketawa, bercanda, berbagi, menangis? Kenapa sih? Sedangkan aku, bahkan untuk mengeluh saja rasanya aku nggak pantas, apalagi bahagia." "Mita, jangan pernah berpikir kamu nggak panta...