"Bahkan semestapun tahu, jika dirinya sosok yang rapuh."
Hari kembali gelap, wangi-wangi malam yang menyeruak menusuk indra penciuman. Suara-suara malam, samar-samar terdengar syahdu. Entah mengapa, Haruto menyukai malam. Baginya, ketika malam tidak banyak warna yang penglihatannya lihat. Warna gelapnya malam, silaunya lampu pijar, juga kunang-kunang yang berterbangan.
Semua itu dapat ia lihat walau tidak terlalu kentara. Sederhananya, Haruto adalah seekor kelelawar. Yang beraksi ketika malam tiba.
Dan entah mengapa, begitu malam datang. Ia merasa dirinya yang rapuh, lunglai tak berdaya. Bersimpuh di bawah kilaunya lampu kamar, bersandar pada ranjang, dan memeluk lututnya. Seakan dirinya adalah anak yang memang seperti itu.
Areska sudah pergi tidur sejak satu jam yang lalu, remaja itu memang sudah terbiasa tidur awal. Berbeda dengan dirinya yang pergi tidur jika malam sudah hampir habis.
Haruto menatap langit malam dengan tatapan sendunya, menghitung jumlah bintang di atas sana. Ia memejamkan mata ketika lagi-lagi angin menerobos wajahnya, angin yang seperti berbisik kepadanya. Haruto tidak tahu mengapa dirinya melow seperti ini, padahal ia tidak sedang merasa jatuh cinta kepada siapapun. Atau mungkin ia sedang jatuh cinta dengan jalan hidupnya ini? Entah, tidak ada yang tahu.
Ia kembali memejamkan mata kala suara-suara malam menyapa indra pemdengarannya. Seakan berbisik sesuatu untuk dirinya tetap menjadi dirinya yang semestinya, seakan kata-kata penyemangat tersampir di sana.
'Tidurlah, jangan memaksa kehendak. Kau sama seperti yang lain. Ayo, istirahatkan tubuhmu. Jangan biarkan para rayap menggerogoti tubuhmu yang sudah rapuh. Jalani hidupmu dengan semestinya, tertawa jika ada yang lucu, bersedih jika ada yang harus di tangisi. Marah jika sesuatu yang terjadi. Garis takdir sudah di tulis dengan sendirinya.'
Mungkin seperti itulah suara-suara yang menyapa indra pendengarannya. Ia terkekeh miris, rasanya ini terdengar lucu baginya. Haruto... Haruto, ada-ada saja hidupmu.
'Mengapa kau tertawa seperti itu?' Suara itu terdengar kembali.
"Hanya lucu saja, ternyata sekenerio tuhan untuk hidup gue gini. Makasih." Lihatlah, bahkan ia membalas suara-suara itu. Yang bahkan datang dari hatinya sendiri.
"Kenzie, ayah tahu kamu belum tidur. Cepat tidur, atau ayah dobrak pintu ini dan geret kamu keluar biar tidur di sana." Haruto tersentak, ia bangkit. Lalu kembali masuk ke delam kamarnya.
"Iya yah, Kenzie tidur!" Sautnya yang kini sudah menyamankan di balik selimut tebalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twinkle Haruto
Teen FictionDaksa yang ringkih mampu menopang beban yang besar. Minimnya mengetahui warna, membuat sejuta kerapuhan hinggap begitu lama. Kokohnya berdiri tegak, karena adanya dorongan. Senyumnya yang mengembang karena tipu daya mereka untuk menguatkannya. Binar...