"Perubahannya tidak begitu berpengaruh dalam hidupnya."
°°°
Angin yang berembus kencang mampu meniup rambut hitam milik pemuda jangkung yang kini terduduk dengan pandangan sendunya, ini hari ketiga kala kejadian di mana ia berteriak. Tidak ada yang berubah, masih sama dengan hari-hari sebelumnya. Mereka hanya menganggap amarahnya hanya sebuah angin yang berembus, sungguh ia lelah mendengar semua yang belum tentu benar itu. Membuat telinganya sakit.
"Lama-lama kuping gue kena radang telinga gegara dengar mereka ngebacotin si Kenzie dah." Ia bergumam entah untuk siapa, ini masih sangat pagi untuk para murid mendaratkan kedua kakinya di sini.
Ia hanya ingin menyendiri sebelum ia kembali mendengar beberapa kalimat yang tidak ingin ia dengar nanti. Berharap hari ini sahabatnya itu hadir, dan menemani tiga hari yang anak itu lewatkan sebagai gantinya. Jujur, Justin merindukan Haruto. Remaja tampan yang sayangnya masih lebih tampan dirinya, Justin bangkit dari kursi panjang itu. Memilih beranjak pergi dari tempat menyendirinya yaitu rooptof, mungkin kantin tempat yang tepat untuk tujuannya yang tidak jelas ini.
Sepanjang perjalanan, ada saja siswi atau siswa yang menggosip. Ya makhlum, tukang lambe turah memang seperti itu. Justin terus melangkah, mengabaikan beberapa tatapan tidak enak dari mereka. Menulikan telinganya ketika beberapa siswa sedang membicarakannya, iya tahu Justin tampan. Batinnya menimpali.
Sampai pada tempat tujuannya, Justin merasa bahunya ditepuk secara kencang. Membuatnya membalikkan badannya, menatap seseorang yang kini tersenyum cerah kepadanya. Damn, Justin terkejut. Bagaimana tidak terkejut, di depannya ada seorang pangeran dengan pakaian putih abu-abunya. Tersenyum alegan dengan gaya rambut yang sangat rapih, warna rambutnya pula sedikit berwarna biru. Haish. ITU HARUTO DENGAN PENAMPILAN BARUNYA, huh Justin ingin berteriak tapi sayangnya ia sudah teriak.
Lihatlah sekarang penampilan sahabatnya itu, sudah sama seperti salah satu personil boygrub Korea Selatan sana. Dan juga, Haruto yang ini lebih terlihat freesh sudah seperti buah baru dipetik bukan, segar.
"Zie, kacamata lo?" Ia bertanya ragu, takut sahabatnya itu akan gimana-gimana mendengar pertanyaannya. Tapi sepertinya tidak, selanjutnya ia dapat mendengar suara serak khas Haruto terkekeh dengan elegannya. Membuatnya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ternyata ayah gue lupa beli kacamatanya, alhasil gue disuruh pakai soflent bening sementara waktu." Haruto terkekeh di akhir kalimatnya, membuat Justin tersenyum canggung.
Tangan yang melingkar di bahunya membuat Justin terkejut. Menatap sahabatnya yang sekarang tersenyum cerah walau ia tahu senyum itu terdapat beribu luka yang bersarang. "Kantin kuy, mumpung belum masuk." Anggukan Haruto dapatkan dari lawan bicaranya. Setelahnya mereka berdua berjalan dengan di latar belakangi oleh suara-suara dari para siswa yang melewati mereka berdua.
°°°
Jam istirahat sudah berjalan sedari tadi, dan kini kedua remaja jangkung itu tengah berjalan santai. Ya walau masih tetap sama, apa lagi jika cibiran para siswa. Sumpah, Justin bosan mendengarnya. Tapi anehnya, Haruto hanya menimpalinya dengan tatapan hangatnya terlihat sangat mengikhlaskan omongan para murid di sini. Justin jadi penasaran, sebenarnya hati dan telinga sahabatnya itu terbuat dari apa.
Kini mereka berdua sudah duduk dengan manis di kantin. Menikmati makan siang dengan tenang, sebenarnya hanya Haruto yang tenang Justin tidak. Di benak anak itu masih menyimpan kekesalan kepada beberapa siswa yang pernah ia marahi tempo hari, bahkan ia sudah menadai siapa-siapa saja siswa yang dengan berani membicarakan tentang sahabatnya di depan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twinkle Haruto
Teen FictionDaksa yang ringkih mampu menopang beban yang besar. Minimnya mengetahui warna, membuat sejuta kerapuhan hinggap begitu lama. Kokohnya berdiri tegak, karena adanya dorongan. Senyumnya yang mengembang karena tipu daya mereka untuk menguatkannya. Binar...