Tuhan memang baik kepada hambanya, menghadirkan pengganti dari yang telah pergi. Namun yang telah pergi, tidak akan pernah tergantikan oleh kisah yang lain.
Angin mengalun tenang, duduk di tengah-tengah hamparan rumput hijau dihalaman rumah. Walau terlihat tenang, jiwanya seperti hilang ikut pergi bersama dengan seseorang yang menghilang tertanam di bawah tanah. Dirinya seperti terjebak oleh situasi dimana dirinya masih bergantung lebih pada sosok kemarin, berjalan berdampingan bagai memiliki jiwa lain. Haruto masih enggan untuk pergi kemana-mana, bahkan untuk menjengus gundukan tanah Justin pun rasanya ia tidak enggan. Bukan tidak mau, Haruto hanya tidak ingin menamgis terlalu lama di sana. Haruto masih merasa bersalah pada Justin, merasa bersalah ketika tahu remaja itu berniat ingin menjenguknya tapi Tuhan malah berkehendak lain.
Setelah kepergian Justin, dirinya mengetahui semua kenyataan. Dari mulai Justin ternyata adalah anak bungsu dari Umi dan Abi-nya, dan kenyataan bahkan sedari dulu kakaknya mengidap penyakit jantung bawaan. Juga kenyataan, sosok yang selalu mengintainya adalah kakak dari Justin sendiri. Berniat untuk menjaga adiknya dan juga dirinya dari jauh, bahkan rela merelakan punggung tegapnya untuk menolong mereka berdua dari para oknum pembulian.
Haruto masih tidak menyangka akan semua itu, dirinya terlalu bodoh untuk merasakan keganjalan di sekitarnya. Dia hanya fokus ada rasa sakit yang dirinya rasakan saja, tidak melirik orang lain yang bahkan rasa sakitnya tidak sebanding darinya. Ia akuin dirinya egois. Ya dirinya memang egois.
"Kenzie, di panggil bunda! Di suruh makan dulu katanya!" Ia menoleh, melihat kakaknya yang berdiri dengan balutan pakaian berwarna biru. Haruto bangkit, memenuhi panggilan sang bunda. Areska menatap adiknya yang melewati dirinya begitu saja, terlihat miris ketika dirinya tahu bahwa sang pendonor adalah sahabat adiknya.
Awalnya memang dirinya tidak tahu, tapi begitu tahu. Areska merasa bersalah tapi juga senang, senang karena ia bisa kembali pulih. Merasa bersalah karena ia tahu Justin telah mendonorkan jantung untuknya. Sebenarnya, Haruto tidak marah kepada kakaknya tapi dirinya hanya menyesal karena dirinya tidak dapat melihat Justin di akhir hayatnya. Haruto ingat, di alam mimpinya kemarin lusa ketika dirinya masih tak sadarkan diri. Justin berkata, bahwa dirinya tidak terpaksa. Dan Justin akan selalu di sampingnya melalui kakaknya, Areska.
Entah mengapa Haruto bisa menjauhi kakaknya sendiri, tapi jujur. Melihat Areska dirinya tidak kuat, merasa lemah ketika melihat raut wajah kakaknya. Haruto rindu kakaknya, Haruto juga rindu Justin, rindu semuanya. Tapi seakan dirinya seperti terkunci pada kejadian dimana dirinya mengetahui kenyataan itu. Vitamin yang dirinya minum ternyata adalah obat untuk penyakitnya, sedari dulu ayah dan bundanya tidak pernah memberitahu Haruto atas hal tersebut. Maka dari itu, ketika Haruto tahu semuanya. Hidupnya merasa tidak berguna, terlihat miris. Sangat.
Jika Areska bisa sembuh, apakah Haruto juga demikian?
Areska melihat ke sekelilingnya, menghirup udara segar dari halam belakangnya. Setelahnya, ia berjalan menyusul adiknya yang sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twinkle Haruto
Teen FictionDaksa yang ringkih mampu menopang beban yang besar. Minimnya mengetahui warna, membuat sejuta kerapuhan hinggap begitu lama. Kokohnya berdiri tegak, karena adanya dorongan. Senyumnya yang mengembang karena tipu daya mereka untuk menguatkannya. Binar...