"Pengin ke bioskop! Aih, kenapa aku baru tahu, hari Rabu rilis Detective Conan: The Scarlet Bullet. Padahal waktu itu, aku sedang kaya raya!"
Pagi-pagi sekali di hari Minggu ini, Luna sudah menjerit nelangsa. El dan Ken hadir sebagai penonton. Ketiganya merencanakan beberapa agenda untuk mengakhiri minggu di pertengahan semester, walaupun Ken masih trauma dengan kata UTS, dan El hanya menyetujui dalam diam, seperti biasa.
Ken menanggapi, "Karena uang pembinaan juara paralel itu, ya? Betul, aku belum dapat bagian, Lun! Tak apalah. Meskipun terbilang terlambat, aku masih siap menerimanya, kok. Beli merchandise waifu, standee Zero Two, nendoroid Nezuko, manga Shingeki no Kyojin volume terbaru, jaket seragam Karasuno, atau makan sepuasnya di KenFC, mungkin? Dengan kebaikan hati seluas samudera ini, aku, Ken Alvaro, menyatakan akan selalu bersedia!"
Seketika, Luna menampar muka tengil Ken dengan bantal pengusir halu. Habisnya, manusia penuh aib itu berlagak mengepalkan tangan di depan dada, layaknya anggota Survey Corps yang hendak melakukan ekspedisi. Jika sebanding dengan pesona Eren Yeager, sih, mungkin masih bisa dimaklumi!
Luna merenggangkan badan, belum turun dari kasur sama sekali sejak bangun tidur. Entah kerasukan malaikat apa, Luna hanya ingin berkumpul dengan kedua kawan kecilnya. Mungkin, perkataan Ken kemarin lusa cukup memengaruhi Luna. "Sekali-kali, jalan ke luar, yuk! Sekarang harinya Neighbour Squad, pokoknya. Mau ke lapaknya Mang Dod dan Bibi Di? El yang bayar!"
Ken menghambur ke arah El, merangkul pundaknya erat sambil menciptakan guncangan beberapa skala richter. "Sepakat, Kawan!"
Dari pintu kamar Luna yang memang tak ditutup, timbullah kepala Rena. "Kalian mau jajan Mi Yampang Bibi Di? Sana, biar Tante yang bayar. Sekalian titip satu porsi dibungkus buat nanti siang, ya!"
"Tante Ren-Ren! Tante memang yang paling dermawan, baik hati, dan awet muda, deh!"
Dapat diprediksi. Luna bergegas melempar selimut untuk menjangkau leher Ken dan mencegahnya memeluk Rena. Ken meringkik tercekik, sementara Luna mendengkus sebal. Sekalipun tak ada niat terselubung, Rena tetaplah single parent, saat ini. Tidak ada kisah yang lebih buruk dari plot twist Ken sebagai ayah tirinya. Stop, ini bukan sinetron kumenangis!
Dipelototi Rena membuat Luna melepaskan tarikan selimutnya. Sontak saja, Ken tersedak dan berlagak terbatuk heboh sembari memegangi leher. "Aduh, maaf, Tante. Luna tidak pernah mau berjauhan dari Ken. Posesif, memang."
Tidak waras. Luna langsung mengalihfungsikan selimut—yang masih digenggam salah satu lengannya—sebagai cambuk, telak mengenai kepala Ken. Tak peduli Ken yang semakin gencar berakting tersakiti, Luna hanya mencoba meminimalisir tingkat kengawuran dari tata bahasa Ken. "Jangan lagi-lagi, Ma! Berbagi itu baik. Tapi, untuk kasus dia, berbagi itu mendatangkan bencana. Bisa bangkrut, kita!"
• • •
Masih terlalu pagi untuk makan mi ayam, sebenarnya. Akan tetapi, hasrat Luna tak bisa dihentikan. Pukul sepuluh pagi. Luna meraih sweater ungu muda yang tergantung, bekas pakai. Setidaknya, cukup untuk menutupi karakter Barbie di kaus biru dongkernya yang acap kali dilecehkan El. Selera bocil, katanya. Karena itulah, sampai saat ini, Luna hanya menggunakannya sebagai baju tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detik Detak✓
FantasySabotase alur kehidupan. Rentang kisah yang terburai. Semua ini berawal ketika Luna menerima pulpen-yang ternyata berupa alat untuk memutar ulang waktu-dari titipan mendiang papanya. Impresif. Tidak ada yang lebih seru dari melompati berbagai ruang...