Pernah merasa berada di situasi yang tidak tepat, dengan orang yang tak akan pernah bisa berusaha untuk memahami? Luna merasakannya setiap hari. Berapa kali pun waktu diputar ulang, Luna yakin hal itu tidak bisa diubah. Benar. Kenyataan bahwa ia terlahir sebagai Luna, menjalani kehidupan Luna, dan terus seperti itu. Hal paling menyebalkan dari guratan takdir mutlak yang harus Luna hadapi adalah memiliki El dalam siklus kisahnya.
Baiklah. Luna pribadi menyadari bahwa dirinya selalu ingin menang sendiri. Selain El, Luna sudah lama bersahabat dengan Ken karena faktor geografis rumah dan keterikatan hubungan orang tua masing-masing. Ken juga selalu menjadi partner Luna di sesi debat dan saling menghujat. Yeah, pada kenyataannya, Luna memang merasa tak pernah sejalan dengan siapa pun.
Akan tetapi, El itu pengecualian. Bukan lagi jalan sebagai satuannya, melainkan Luna sudah menganggap El sebagai spesies asing dari antah berantah. Menyesuaikan dengan arti namanya—Elenio, matahari—kemungkinan El memang berasal dari bintang tak dikenal yang jaraknya berjuta-juta parsek di galaksi sana. Pasalnya, El adalah misteri terbesar yang tidak bisa Luna pecahkan, hingga detik ini. Sombong, tidak punya hati, berlagak paling hebat, dan selalu sok keren begitu mengutarakan suatu teori omong kosong hanya untuk mematahkan argumen Luna.
Jika Luna disuruh mendeskripsikan 'menyebalkan' dengan satu kata saja, Luna akan menuliskan nama El di kertas jawaban. Setiap orang memiliki sisi baik dan buruknya masing-masing. Namun, Luna menyangsikan eksistensi kebaikan dari seorang El. Memuakkan. Sedari awal, Luna merasa tak akan pernah cocok dengan manusia sejenis El.
Luna adalah sumbu x, dan El sumbu y-nya. Tegak lurus satu sama lain. Sekalipun mereka bertemu di suatu titik potong (x, y), mereka hanya akan saling menyerang, berlanggaran. Persis prinsip besaran vektor yang memiliki arahnya masing-masing.
Kekesalan Luna makin memuncak begitu mengingat kejadian lima menit yang lalu. Luna menyuruh El pergi dan bertingkah tidak butuh dengan tumpangannya. Lalu, lelaki itu menurutinya dengan spontan, pulang dan meninggalkan Luna begitu saja. Memang itu yang Luna minta, tetapi setidaknya gunakanlah setetes kepekaan! Sudah terlanjur kecewa begitu melihat El menyalakan motor, Luna pun lebih memilih meninggikan gengsi. Karena itulah, dia punya satu masalah lagi di sini: bagaimana ia pulang? Naik angkot oke, sih, tetapi ... sayang duit! Dua ribu bisa dipakai beli batagor seplastik!
Tetes hujan berjatuhan. Lama kelamaan, rintiknya ramai-ramai mewarnai setiap permukaan yang disentuhnya. Luna menaikkan kaki di atas kursi halte, lalu membenamkan kepala di antara lipatan tangan. Angkotnya belum datang juga, sementara ojek online menguras uang bulanan. Pilihan yang anu sekali.
Sekilas, sudut mata Luna menangkap bayangan lain yang duduk di sebelahnya. Luna mengangkat kepala. "Ah, anak baru."
"Melvin. Kita belum berkenalan dengan baik, sebelumnya," koreksi Melvin, tak lupa menarik kedua sudut bibir, dan ... diam. Senyap. Baru kali ini Luna mengamati senyuman semanis itu di dunia 3D.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detik Detak✓
FantasiSabotase alur kehidupan. Rentang kisah yang terburai. Semua ini berawal ketika Luna menerima pulpen-yang ternyata berupa alat untuk memutar ulang waktu-dari titipan mendiang papanya. Impresif. Tidak ada yang lebih seru dari melompati berbagai ruang...