21. Korelasi Absorpsi

123 32 106
                                    

"Oi, Luna!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oi, Luna!"

Tinggal beberapa meter menuju rumah, Luna menolehkan kepala ke segala penjuru arah, mencari sumber suara. Oh, ayolah. Jangan bilang bahwa seruan tadi itu hanya prank bocil tetangga yang selalu menganggap Luna sebagai teman seangkatannya. Kurang ajar, memang. Luna menggenggam sisa-sisa harapan untuk meneruskan langkah kakinya sejak turun dari angkot, di gapura depan gang. Yuk, sedikit lagi. Kasur dan jendela kamar yang mengembuskan angin sepoi-sepoi surgawi sudah menunggu.

Mendapati Luna tak merespons, lekas saja Ken menyembulkan kepala di tengah lebatnya daun dari pohon jambu biji. "Luna, ih!"

"Setan!" Luna terlonjak kaget begitu melihat penampakan Ken yang menyatu dengan pohon jambu milik Pak Haji Amir yang memang terbilang pendek, sehingga tepat sejajar dengan kepala Luna. Spontan, Luna mengibrit macam orang cepirit sampai hampir tercebur ke dalam parit. Untunglah tangannya lebih dulu mencengkeram pinggiran pagar poskamling yang biasa dijadikan tempat nangkring berbumbu kopi dan gosip hangat ketika ronda tengah malam.

Dapat suguhan tontonan gratis begitu membuat Ken mengakak parah. Saking menghayatinya, Ken sampai berjongkok ria menahan geli. Beberapa daun ikut terjatuh karenanya. Dan ... ah, dengar? Kau mendengar suara nyaring brat-bret-brot yang berbisik manja itu? Benar. Ken terkentut-kentut tanpa bisa dihentikan. Kedua tangan Ken sudah menempel di permukaan celana bagian belakangnya, bermaksud menadah sekaligus meminimalisir volume kentut yang keluar. Akan tetapi, nyanyian merdu itu masih saja mengalun. Aduh. Ken tidak sanggup kalau tubuhnya harus kehilangan banyak udara. Itu aset berharganya. Lumayan, bisa dipersembahkan untuk Luna, demi penghematan jumlah oksigen di atmosfer bumi.

"Ken AlvaRUWO!" jerit Luna, tak tahan untuk menendang kepala Ken hingga ke luar angkasa. Keparat. Siapa yang tidak kaget kalau tiba-tiba disapa genderuwo tersangkut ranting pohon jambu? Ken berdiri di belakang tembok pagar Pak Haji, sih, jadi yang tampak hanya bagian kepala dan dedaunannya saja. "Ini mulai gelap, lho. Jangan sembarangan! Kusumpahi kau diculik wewe genit!"

Bagian belalang tubuh Ken sudah berhenti mengeluarkan bom anginnya. Namun, gelak itu masih mengudara dengan kurang ajar. "Biasalah, cogan mah beda. Makhluk kasar, makhluk halus, semua mengidamkan seorang Ken Alvaro. Ini, ya, definisi pesona mutlak yang menembus perbedaan alam?"

"Maksudku, pesonamu ini hanya tampak untuk makhluk di alam sana! Jadi, cepat-cepatlah traveling ke sana, jumpa fans, dan tak usah kembali lagi." Luna mendengkus keras. "Lagi pula, apa-apaan, sih, simulasi jadi jump scare di film horor murahan begitu? Mau bikin orang jantungan?"

"Mana ada! Aku tumpang WiFi-nya Pak Haji Amir, stok anime habis."

"Serius?" Luna mendekat, tertarik dengan kalimat Ken. "Dari mana kau dapat password-nya?"

Dengan kekehan menyebalkan, Ken menyugar rambut poninya ke belakang. "Hoho, tentu saja. Hasil memanipulasi cucunya yang baru masuk SD itu ... Si Cacul! Pakai tiga biji permen Alpenliebe Eclairs isi cokelat itu, lho!"

Detik Detak✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang