Tidak bisa diharapkan. Sia-sia Luna begadang hanya untuk mengharapkan ketukan pintu di tengah malam. Padahal Luna sudah punya beragam ekspektasi! Bawa sebuket bunga, cokelat ukuran jumbo, atau boneka replika Melvin untuk dipeluk setiap saat, misalnya. Akan tetapi, jangankan mengucapkan selamat ulang tahun di pergantian hari ke tanggal 22 Maret, Melvin bahkan belum menghubunginya sampai pagi ini. Uh, apa kodenya di status WhatsApp kurang keras?
Meski begitu, Luna belum patah semangat. Barangkali lelaki itu mendadak lupa. Toh, Melvin juga manusia yang ingatannya bisa teretas, walau gantengnya sudah kelewat batas. Seterang sinar lampu yang dialiri jutaan voltase listrik, Luna merekahkan senyuman berseri. "Pagi, Vin."
Luna mengamati raut muka Melvin. Pasti baru teringat, 'kan? Iya, 'kan? Sehabis ini, Melvin pasti minta maaf karena melupakan hari ulang tahunku. "Ah, Luna." Melvin balas menarik kedua sudut bibir. "Pagi. Sudah mengerjakan tugas Matematika Peminatan?"
Dude! Melvin lebih mengingat pelajaran neraka itu daripada hari spesial Luna? Tidak bisa dibiarkan! Luna belum mau menyerah. Cengirannya masih bertengger di wajah. "Melvin, cuaca 22 Maret ini cerah sekali, ya."
"Iya, jadi tambah mood untuk belajar," jawab Melvin, singkat. Jangan lupakan senyum polosnya itu. Benar-benar tanpa beban. Sepertinya, Melvin memang tidak bisa mendengar suara hati Luna yang sudah bising karena gonjang-ganjing sejak tadi.
Oi, apa-apaan? Luna mencebik kesal. Luna mendengkus, lalu lebih memilih untuk menghempaskan kepalanya di atas meja, dengan sedikit gebrakan yang sengaja betul dihebohkan. Terserah! Persetan soal hari spesial, Luna tak mau peduli lagi!
• • •
Merasa dilupakan, Luna keki setengah mati. Suara bel pulang mengudara. Dengan langkah mengentak caper, Luna mendekati Melvin sambil memalingkan muka. "Tidak usah mengantarku pulang, aku sedang punya urusan yang membuatku lupa segala hal."
Di balik punggung Luna, Melvin mengerutkan alis. Disampirkannya tali ransel ke atas bahu. Sekilas, Melvin melirik jarum jam yang menyisir angka di pergelangan tangannya, lalu merapikan bangku. "Ah, ya. Aku lupa belum bilang. Untuk saat ini, aku sudah mengagendakan pertemuan dengan Pak Uzaz. Aku perlu berkoordinasi dengannya selaku wakasek keamanan. Pulang dari sekolah, aku mau ke rumah Pilar untuk meminjam buku rangkumannya selama belajar di Persatas. Keren, 'kan? Dia benar-benar serius untuk mempersiapkan masa depan. Dan Pilar tak pernah merasa keberatan untuk meminjamkannya padaku. Baik sekali." Teringat dengan lawan bicaranya, Melvin menambahkan, "Jadi, uhm ... maaf, ya. Luna pulang dengan El seperti biasa saja, tak apa?"
Dasar, Belati Tak Punya Hati! Luna makin malas berhadapan dengan Melvin, saat ini. "Peduli amat. Aku duluan!"
Meski menghilang dari jarak pandang Melvin, sebenarnya Luna malah sembunyi di balik kotak peralatan kebersihan di bawah tangga. Tak lama, tampaklah Melvin yang melintas menuju ruang guru, lantas berbincang seru dengan Uzaz. Luna menyembulkan muka yang masam setelah menyibak barisan sapu dan alat pel. Aih, kapan Luna bisa jadi prioritas Melvin?
KAMU SEDANG MEMBACA
Detik Detak✓
FantasySabotase alur kehidupan. Rentang kisah yang terburai. Semua ini berawal ketika Luna menerima pulpen-yang ternyata berupa alat untuk memutar ulang waktu-dari titipan mendiang papanya. Impresif. Tidak ada yang lebih seru dari melompati berbagai ruang...