BAB 7 - Nasihat Aklesh

1.9K 109 1
                                    

Happy Reading:)
Vote dan komennya jangan lupa:)

7. Nasihat Aklesh

Lagi dan lagi, kedua kaki berbalut stoking berwarna hitam itu berlari dengan kencang di tengah-tengah koridor sekolah. Yang membedakan lari kali ini dengan lari sebelumnya yaitu, banyaknya halangan saat ia berlari. Halangan yang dimaksud adalah banyaknya murid yang sekarang sedang berlalu-lalang memenuhi koridor sekolah, karena bel pertanda berakhirnya kegiatan belajar mengajar di hari ini telah usai. Dengan nafas yang terengah-engah, Veryl terus berlari dan mengucapkan kata maaf kepada orang-orang yang tidak sengaja ia tabrak.

Veryl berlari untuk menuju kelas XII IPS 1— kelas unggulan di CIS. Gedung jurusan IPA bersebrangan dengan gedung jurusan IPS. Kedua gedung tersebut dipisahkan oleh lapangan sepak bola outdoor. Bisa kebayang bukan, Veryl yang merupakan murid kelas XII IPA 3 dan kelas tersebut berada di lantai tiga, lalu ia harus berlari menuju XII IPS 1 yang berada di gedung seberang dan juga harus melewati lapangan sepak bola.

Berkali-kali umpatan serta sumpah serapah Veryl keluarkan dari bibir mungilnya selama ia berlari. Dirinya sangat-sangat ingin mengutuk tempat ia menuntut ilmu ini karena memiliki luas yang sangat besar. Veryl kian semangat berlari kala kelas XII IPS 1 kini sudah terlihat oleh kedua matanya.

“PERMISI! ADA ZAYN GAK?” Veryl mengeluarkan suara teriakan yang sangat menggelegar saat ia baru saja sampai didepan pintu XII IPS 1. Tubuh Veryl bersandar di pintu kelas tersebut yang terbuka. Nafasnya pun terengah-engah karena berlari. Sepertinya saat pulang sekolah nanti ia harus menimbang berat badannya, apakah turun atau tidak karena hari ini ia berkali-kali berlari dengan jarak yang bisa dikatakan jauh.

Lima orang pria yang berada di bagian pojok kelas, dua orang siswi yang sedang menyapu, dan tiga orang siswa yang sedang menulis langsung memusatkan perhatian mereka kearah pintu kelas. Seorang gadis cantik tetapi berpenampilan seperti gembel karena seragam yang acak-acakan, menyapa penglihatan mereka.

“Ngapain ke sini boncel?” tanya Zayn yang awalnya duduk di kursi kini telah berdiri. Kaki panjangnya pun melangkah mendekati sepupunya tersebut.

“Lo di suruh mommy buat nganterin gua ke tempat pemotretan sekarang.” jawab Veryl dengan nafas yang sudah tidak terengah-engah seperti sebelumnya.

Zayn yang sudah berada dihadapannya sepupunya pun mengerutkan keningnya. “Lah kok gua? Emang gak ada supir? Bang Jordan juga gak ada?” tanya Zayn beruntun.

Zayn paling dan sangat malas sesungguhnya untuk mengantar Veryl pemotretan. Iya kalau dirinya benar-benar hanya mengantarkan, lalu ketika gadis itu sudah selesai pemotretan baru ia jemput, ini tidak sama sekali seperti itu. Zayn harus mengantarkan dan menunggu Veryl pemotretan. Mungkin jika sebentar Zayn tidak masalah, tetapi yang terjadi malah berjam-jam. Maka dari itu Zayn sangat malas mengantar Veryl pemotretan.

Veryl menggelengkan kepalanya. “Gak ada, makanya mommy suruh lo anterin gua. Ayo—” ucapan Veryl berhenti ditengah jalan kala suara deringan ponsel menginterupsi.

“Hallo!” sapa Zayn kepada orang di sebrang sana.

Veryl hanya diam menyimak apa yang pria dihadapannya bicarakan kepada orang yang sedang ia telpon. Sedikit bingung, itulah yang Veryl rasakan kala melihat ponsel milik Zayn. Ia rasa Zayn tidak memiliki ponsel tersebut. Bukankah terakhir sepupunya itu membeli ponsel Minggu lalu dan ponsel tersebut berbeda merk dengan ponsel yang sedang Zayn pakai sekarang. Apakah Zayn membeli ponsel baru lagi? Banyak sekali duitnya, pikir Veryl.

Zayn menatap Veryl dengan tatapan ragu kala ia telah selesai menelpon. “Aduh Ryl, sorry banget ini mah.”

Kening Veryl mengerut, tiba-tiba perasaannya menjadi tidak enak. “Kenapa?”

AKLESHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang