1. Guru berambut perak itu...

81 27 71
                                    

Emma menatap malas pada papan tulis di depan kelas, Bu Jessica tak henti-hentinya menjelaskan angka-angka menjengkelkan menurut Emma.

"Tanpa mempelajarinya, aku pun sudah mengerti." batin Emma.

Emma duduk di bangku keempat dari depan dekat jendela, dan di belakangnya masih ada dua bangku, Emma duduk sendiri.

"Kalian sudah paham? Jika sudah kerjakan halaman 50 dari nomor 1 hingga 10, kumpulkan ke kantor guru saat bel istirahat, saya permisi." ujar Bu Jessica.

Semua murid mengeluh, tentu saja. Kecuali Emma.

Emma membuka buku tulisnya, dengan sedikit kekuatan sepuluh soal itu selesai dalam sepuluh menit.

"Emma, bisakah kau mengumpulkannya nanti? Aku harus ke ruang musik setelah ini."

"Ya Jeffrey."

"Terima kasih."

Pemuda itu, bernama Jeffrey yang menjadi most wanted di sekolah itu.

Emma tahu, teman-temannya itu tak akan selesai sampai sepuluh atau lima belas menit kemudian.

Emma membuka handphone nya, melihat foto tujuh gadis cantik, ia salah satu nya, berfoto di depan sebuah rumah mewah nan megah.

"Mengapa tugasku harus berhadapan dengan manusia menjengkelkan ini?"

Emma memasukkan handphone nya ke saku almamater, ia memandang ke jendela melihat kelas sebelah di jam olahraga bersama Pak Ravi, guru tampan incaran Rachel dari tempat lain.

Emma mengamati sekelilingnya. Menatap iba pada Angela yang menjadi bahan perundungan, ingin Emma menolongnya, namun bukan sekarang.

Dan, ia sudah tahu jati diri Angela.

Dadanya nyeri melihat itu, darah peri yang sedikit dominan pada tubuhnya bereaksi. Peri identik tidak tega.

Emma bangkit dari duduknya dan berjalan ke meja Angela, dimana gadis itu dipaksa mengerjakan tugas milik Lalice, Rosié, dan Magdaline, juga Charlie sedangkan gadis itu menunduk tanpa perlawanan padahal rambutnya ditarik keras Magdaline.

"Cepat kerjakan!" sentak Lalice.

"Kau tak ingin mengerjakannya?" sinis Rosié.

Angela menggeleng dengan air mata berlinang. Jambakan pada rambutnya semakin kuat.

Emma mencengkeram tangan Magdaline pada rambut Angela hingga akhirnya melepas jambakan nya.

Lalu, Emma menarik tangan Angela, menempatkan tubuh Angela dibelakangnya, Angela menghapus jejak air mata nya.

Tatapan tajam Emma tidak membuat empat orang pembuat onar itu takut.

Dikenal pendiam, sebenarnya Emma itu lebih dari kejam.

"Kalian punya tangan? Punya otak? Punya tenaga? Punya kan? Mengapa kalian tidak mengerjakan sendiri?" suara berat nan dingin keluar dari mulut Emma.

"Kau membelanya? Mau seperti dia?" sinis Magdaline.

"Apa mau mu hah?!" yeah, itu si Charlie, laki-laki tapi senang memakai eyeliner.

"Aku tidak mengizinkan kalian melakukan kejahatan." sarkas Emma.

Lalice memutar bola matanya malas, "Kau itu siapa berani menyuruh kami? Apa? Izin darimu? Haha! Jangan gila!" diakhiri tatapan sinis Lalice.

Emma melirik buku tulis Angela, ia sudah selesai mengerjakan.

"Angela, kumpulkan buku pekerjaan yang telah selesai, letakkan di mejaku." intruksi Emma, Angela menatap was-was pada empat manusia pengganggu-nya.

Lord, Love, and War [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang