Refa terbangun karena suara berisik dari arah dapur. Ia melihat ke samping, kosong. Berarti Tera sudah bangun sedari tadi dan pasti suara berisik itu di timbulkan oleh Tera. Refa menggeleng kepala mengingat istrinya yang keras kepala, masih saja sibuk di dapur padahal perutnya sudah besar. Refa turun dari tempat tidur dan berjalan menuju dapur.
Benar saja, Tera sedang sibuknya dengan kompor. Entah memasak apa. Refa berjalan perlahan, kemudian memeluk Tera dari belakang. Membuat wanita itu terpenjat dan tanpa sengaja mengayunkan spatula yang ia pegang ke kepala Refa.
"Ah!" Teriaknya.
"Aduh, kenapa sih Sayang?" Refa mengusap kepala dengan sebal.
"Refa? Ih! Kamu sih nyejutin segala!" Cibir Tera judes.
"Ya, tapi jangan di anuin pake spatula, Sayang."
"Hehe, sorry deh."
"Kamu masak apa?"
"Nasi goreng! Kesukaan kamu," Jawab Tera dengan nada kekanakannya.
"Kan aku udah bilang Sayang, nggak usah masak lagi. Kamu kan bisa telepon Mbak Tari biar dia yang masak," Kata Refa cemas.
"Ih, kok kamu gitu sih? Nggak mau makan masakan aku, ya?" Mata Tera mulai berkaca-kaca.
"Eh, bukan gitu Sayang. Tapi kan kasihan baby kita. Perut kamu udah gede tapi masih aja mau gerak sini-situ. Aku khawatir, Sayang." Refa mengusap air mata Tera.
Tera menghambur ke pelukan Refa dan sesenggukan di dadanya. Refa mengerti. Istrinya itu sangat manja dan keras kepala. Susah di atur.
"Maaf, Mas, Tapi aku kan mau kamu makan masakan ku terus," Ujar Tera dengan suara pelan sekali.
"Iya, Sayang aku ngerti. Aku bantu deh masaknya," Jawab Refa sedikit menyemangati.
Tera langsung melepas pelukannya, menatap Refa berbinar. Refa pun tertawa kecil dan mencubit kedua pipi Tera yang tembam.
"Iya, Sayang. Yok, kita masak."
Jadilah pagi itu mereka habiskan untuk masak berdua dengan hebohnya, kemudian selesai memasak mereka makan berdua sambil bercanda dan bercerita tentang mimpi mereka semalam. Sungguh pasangan yang menyenangkan dan sedikit konyol.
-
Malamnya, Refa dan Tera menonton TV berdua dalam diam. Kebiasaan mereka memang yang serius jika sudah menonton TV apalagi TV sedang menyiarkan berita. Berita heboh pun mereka masih diam dan hanya menjerit bersorak-sorak maupun bergaya hulala di dalam hati.
Refa menonton sambil memainkan rambut Tera yang wangi berbau mint. Kesukaan Refa sekali. Malah dia lah yang menganjurkan Tera untuk memakai shampoo nya walaupun khusus pria. Refa yang aneh, pikir Tera. Mereka sudah selesai makan malam, pesanan delivery. Seperti biasa, awalnya Tera menolak dan menangis karena ingin memasak. Membuat Refa kualahan menangani kemanjaan Tera.
Saat ini Tera sedang memakai gaun tidur yang tipis dan pendek sekali, bisa di bilang hampir menyerupai lingerie. Payudara besarnya seakan-akan ingin keluar dan siap di serang Refa. Tentu saja, dari tadi suaminya itu bukan fokus dengan TV tapi fokus dengan payudara nya. Terpaksa Refa menahan hasrat tinggi nya demi kenyamanan suasana. Sepertinya Tera sengaja memakai baju seminim itu, batin Refa.
Entah sengaja atau tidak, Tera menyingkap bawahan baju nya sehingga celana dalam berwarna menyala nya terlihat, menontonkan sebuah karya indah kepada Refa. Astaga, hampir saja Refa khilaf kalau ia tidak memejamkan matanya tadi.
"Kenapa Sayang?" Tanya Tera seraya mendongak.
"Eh? Nggak kok."
"Tapi kenapa wajahmu memerah, Sayang?" Tanya Tera lagi dengan suara yang sangat sensual.