Midnight Cold

10.1K 247 3
                                    

Refa kembali ke apartemen setelah menemani Anata makan siang. Sebenarnya dia pulang hanya untuk mengambil dokumennya yang tertinggal. Dalam hati, sama sekali dia tidak menghawatirkan Tera.

Anata, adalah wanita yang baik. Dia menerima Refa sebagai kekasih gelapnya walaupun tahu pria itu sudah beristri. Sedangkan Refa, dia cukup tahu diri untuk tidak berselingkuh. Namun, kekesalannya kepada Tera membuatnya mengambil jalan lain. Jalan yang membuatnya tersandung dalam lubang dosa.

Hubungan Anata dan Refa bermula saat rapat di kantor Refa yang bekerja sama dengan perusahaan minyak bumi. Dia tertarik pada wanita anggun itu. Saat pulang, dia melihat Tera dan Rendy tertawa bersama di cafe. Tanpa di sadari Refa, di sebelah Tera ada Shilla yang membuat tawa Rendy dan Tera menggema.

Refa menjadi emosi dan berniat membalas dendamnya. Tapi dia sama sekali tidak ingin istrinya tahu bahwa dia bermain api di belakang. Dia ingin menusuk wanita itu dari belakang tanpa di ketahuinya.

Jahat memang. Refa pria egois yang selalu mementingkan hidupnya sendiri. Walaupun dia sudah bertanggung jawab untuk wanita yang adalah istrinya sendiri. Sebenarnya Refa takut. Takut Tera meninggalkannya. Refa juga mencintai Tera. Tapi kekesalannya membuatnya lupa atas segalanya, tentang statusnya.

Refa membuka pintu apartemen. Dia merasa tidak ada orang di dalamnya. Mungkin Tera sedang pergi, batinnya tak peduli. Dia mengambil dokumennya di ruang kerjanya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dari Anata.

"Ya sayang?" Sapa Refa.

"Malam nanti temani aku ke pesta teman ku ya. Tadi aku lupa bilang."

"Oke. Jam berapa?"

"Tujuh."

"Ya sudah. Nanti ku jemput di apartemenmu."

"Oke, bye honey."

Baru saja Refa hendak memasukkan ponselnya ke saku, ponselnya berbunyi lagi.

"Hallo honey, ada apa?" Tanyanya langsung mengangkat tanpa melihat ID Caller.

"Refa..."

-

Sebenarnya air mata itu ingin mengalir lagi. Namun sudah mengering dan matanya terasa sakit jika dia ingin menangis lagi. Dia diam, menatap wanita yang tidur di hadapannya. Wanita yang masih dengan perutnya yang membesar. Usapan di bahunya tak membuatnya tenang. Akhirnya air mata itu menetes lagi. Mungkin sudah ratusan kali. Satu jam, dua jam, tiga jam, dia menangis sambil menatap wajah tidur si wanita. Pucat dan beberapa luka di dahi nya.

Lidahnya terasa kelu untuk memanggil nama si wanita. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sungguh penyesalan itu datang pada waktu yang tidak tepat. Saat seorang wanita yang di sakititnya diam-diam, hampir mati setelah mengetahui kelakuan bejatnya yang bermain api di belakang dengan wanita lain. Mata itu tertutup rapat. Dadanya naik turun, menandakan bahwa si wanita masih bernafas dan bernyawa.

Dahi si wanita beberapa kali mengkerut, lalu air mata menetes sekali. Tapi dia masih belum membuka matanya. Mungkin itu hanyalah mimpi buruk si wanita sehingga dia menangis. Mimpi yang pasti membuat hatinya tersayat jika mengetahui apa isi mimpi itu.

Aku mencintainya, tapi dia mencintai wanita lain.

Dia pergi berkencan di malam hari, sedangkan dia meninggalkanku sendiri menunggu di balkon kamar.

Tak lama besoknya aku melihatnya tertawa bahagia bersama wanita asing itu. Wanita yang berbanding terbalik denganku. Wanita yang sangat sempurna di mataku.

Percuma jika aku ingin menangis. Itu tidak akan menjawab apa-apa. Dia tetaplah suamiku. Suami yang mempunyai affair di belakang ku. Dia menusukku. Ya, dia ingin melakukannya karena aku telah membuat suatu kesalahan walaupun aku tak tahu kesalahan apa itu.

Apapun itu, aku tidak akan mencari muhrim ketiga ku lagi. Akan ku cari sendiri kebenaran dari suami ku. Akan ku paksa dia untuk berjujur hati. Dia pikir aku wanita lemah? Dia pikir aku tidak bisa melawan? Apa dia pikir selama ini aku wanita yang harus selalu membutuhkan orang lain? Bagaimana jika semua itu salah? Bagaimana jika sebenarnya ini hanyalah wajah palsu ku? Tahukah kamu dimana wajah asli ku?

-

Jam 7. Refa masih sibuk dengan lamunannya. Sekali-kali air matanya menetes. Mama dan Papa nya yang melihat pun heran kenapa Refa tak henti-hentinya menangis. Padahal sudah hampir sepuluh jam tanpa henti. Sungguh aneh.

Dalam hatinya dia sangat menyesal. Dia ingin sekali bersujud meminta maaf pada istrinya. Namun sudah terlambat. Mungkin istrinya tidak akan bangun dalam waktu dekat ini. Dia hanya berdoa dan berharap. Tapi yang bisa di lakukannya hanya melamun dan menangis.

Deringan ponselnya berbunyi. Nama Anata tertera di sana. Refa menghela nafas berat. Melihat nama wanita itu saja dadanya kembali sesak.

"Hallo, Anata?" Sapanya lemah.

Tidak ada lagi panggilan sayang untuk kekasihnya itu.

"Kok kamu belum dateng sih, sayang? Aku udah rapi nih," Rajuk Anata manja.

Refa menutup mata sejenak. Air matanya kembali mengalir. Apalagi jika Tera yang mendengar itu, pasti istrinya sudah meminta cerai.

"Maaf, Anata. Aku tidak bisa. Ada kerjaan," Jawab Refa bohong.

"Ah, masa sih? Paling-paling manjain istri kamu itu kan? Males ah. Kamu lebih milih dia dari pada aku?"

Refa terdiam. Tidak seperti biasanya. Kali ini dia marah dengan komentar Anata. Padahal sebelumnya, dia sangat setuju dengan wanita itu. Hanya kali ini saja, dia tersadar.

"Hallo sayang? Kamu masih di situ?"

"Ah ya. Maaf Anata, kurasa..."

Refa menghentikan kalimatnya. Dia berpikir. Tapi tak perlu pikir keras lagi.

"Kita harus mengakhirinya."

"Apa!?"

Sambungan telepon langsung di mati Refa dan dia mencabut baterai nya. Dia tak sanggup lagi. Ponselnya terjatuh di atas tempat tidur. Dia menundukkan kepalanya, menyender di kasur. Menangis adalah hal yang baik untuknya sekarang. Menguarkan emosi dan penyesalannya.

Tanpa di sadari Refa, Mama nya mendengar percakapannya dengan Anata. Terkejut. Sangat terkejut. Ternyata anak sekaligus menantunya itu berselingkuh. Sekarang dia tahu alasan Refa tidak bisa berhenti menangis, karena dia menyesal. Siang tadi juga, saat dia menelepon Refa. Refa menyahut dengan memanggilnya honey. Padahal jelas-jelas itu nomor Mama nya dan waktu itu Tera sudah tidak sadar lagi. Ini semakin jelas.

"Refa."

Refa terkejut dan mengangkat kepalanya. Matanya sembab dan merah.

"Mama?" Gumamnya.

"Bisa kamu menceritakan semua?" Tanya Mama pelan. Menatap anaknya sendu.

Refa terhenyak. Dia mengerti. Pasti Mamanya sadar akan hal itu. Refa berangkat dari duduknya, menuju luar di ikuti Mama nya. Mereka sampai di kantin rumah sakit. Hari sudah hampir tengah malam. Mereka memesan kopi.

"Siapa wanita itu?" Tanya Mama langsung, tanpa basa-basi.

"Dia Anata," Jawab Refa pelan, seperti bisikan.

"Kenapa kamu melakukannya?"

Refa tak menjawab. Dia menunduk, menatap kopi nya yang hampir dingin karena angin malam.

"Jawab Refa. Tera anak Mama. Dia adik sekaligus istrimu. Apa kamu tidak merasa kasihan? Apa kamu tidak merasa sakit melihatnya menangis?" Terdengar suara Mamanya yang serak karena menahan isak.

Refa tetap bungkam. Suara nya seperti hilang di telan sunyi nya malam di rumah sakit saat ini. Dia bersumpah, tidak akan melakukannya lagi.

Midnight LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang