Midnight Own

8.2K 231 3
                                    

Dadaku sesak. Sangat sesak. Air mataku terus mengalir tanpa henti. Aku kotor. Aku membenci diriku sendiri. Kenapa aku bisa terlena dengan godaan itu? Kenapa? Kenapa dia tidak menahannya? Kenapa dia malah membawaku ke apartemen lalu memberi ku kehangatan itu?

Bukan ini yang ku mau. Aku ingin melakukannya dengan suami ku nanti. Apa dia tidak berpikir panjang? Aku wanita! Wanita berhijab yang seharusnya di pandang tinggi. Dan sekarang... aku murahan. Aku benci Refa! Aku membencinya. Aku tidak ingin menemuinya lagi. Tapi apa yang harus ku lakukan jika aku hamil?

"Tera."

Aku menoleh ke samping. Dia menatapku penuh penyesalan. Aku membuang muka.

"Tera maafkan aku. Tolong, aku benar-benar menyesal. Aku memang pria bejat yang menghamili adiknya sendiri. Maafkan aku Tera." Dia memegang pundak telanjangku.

Aku langsung menyibakkan tangan itu agar tidak menyentuhku. Aku masih diam tak menatapnya.

"Tera, please. Dengarkan aku. Aku khilaf. Baru pertama ini aku melakukannya. Aku benar-benar menyesal. Aku tak tahu kenapa aku bisa melakukannya. Melakukan hal kurang ajar seperti itu. Maaf Tera."

Aku menangis keras, berteriak sehingga kamar bergema. Dia menarikku ke pelukannya. Aku memukul dada nya. Tidak Tuhan, aku menyesal telah tergoda. Maafkan aku ya Allah. Aku janji, ini yang terakhir kali nya. Aku tidak bisa lagi bernafas rasanya jika harus begini.

"Tenanglah Tera."

"Bagaimana jika aku hamil!? Mana mungkin kamu mau bertanggung jawab! Aku telah berzinah! Aku kotor! Aku murahan! Tidakkah kamu berpikir begitu!? Aku di benci oleh Tuhan ku sendiri. Kamu jahat!" Teriakku sekencang mungkin, meluapkan rasa sesak di dadaku. Namun sesak itu masih tersisa.

Aku berzinah.. aku murahan. Apa yang harus ku lakukan selanjutnya? Aku tidak ingin semua amal yang ku kumpulkan lenyap sudah.

Pelukannya mengerat. "Aku akan bertanggung jawab. Aku akan menikahimu. Aku sayang kamu, Ter," Katanya lembut. Aku merasa tubuhnya bergetar. Dia menangis. Pundakku basah.

"Aku juga. Aku juga di benci oleh Tuhanku sendiri. Maafkan aku. Aku menyesal. Aku akan berlutut di hadapan kamu kalau bisa hanya untuk meminta maaf mu."

Aku terdiam. Dia tulus. Dia akan bertanggung jawab. Tapi tanpa cinta, rasanya itu sangat menyiksa. Ku balas pelukannya.

Kami menangis selama setengah jam sambil berpelukan. Sampai akhirnya aku terlelah dan sayup-sayup mendengar suara nya.

"Aku mencintaimu, dulu dan sekarang, adikku, Tera."

-

Cahaya terang membuatku silau. Aku sadar, sekarang sudah pagi. Dan angin pagi ini berhembus cukup kencang, meniupkan tirai jendela. Aku menoleh ke kiri, masih ada Refa yang memejamkan matanya. Aku ingin menangis lagi, tapi rasanya air mata ku sudah habis.

Aku berangkat dan masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar ini. Aku berendam air panas untuk mengenakkan tubuhku. Aku masih berpikir atas kejadian kemarin malam. Tengah malam yang menghantuiku. Dan aku cukup terkejut ketika teringat apa yang di katakan Refa. Dia mencintaiku. Ya Allah, dia mencintaiku. Bahkan dulu sampai sekarang.

Air mataku kembali mengalir. Entah air mata senang atau sedih. Aku senang karena akhirnya ada seorang pria yang mencintaiku. Aku sedih karena dia mengambil kehangatan tubuhku. Aku harus apa? Bahagia atau sengsara?

Lama aku di kamar mandi. Berdoa dalam hati untuk penyucian diriku. Aku mandi bersih tujuh kali sampai dada ku akhirnya lega. Aku keluar dengan dua handuk yang menutupi tubuh ku sampai betis dan juga satunya untuk menutup bagian bahu dan atas dada ku. Ku lihat Refa yang sudah bangun, memainkan tab nya. Serasa air mataku ingin keluar lagi. Kuatkan aku Tuhan.

"Pagi," Sapanya dengan senyum manis.

Aku hanya menunduk. Kurasa ini seperti kejadian saat malam pertama ku dengan Reto. Hah, lagi-lagi aku ingat dia.

"Kenapa? Lapar? Aku akan memasak sarapan untuk kita. Pakailah pakaian mu."

Dia beranjak keluar dengan hanya memakai boxer. Aku memiliki keinginan untuk menghentikannya. Ah sepertinya malu ku sudah menguar.

"Tunggu!"

Dia berbalik dan menoleh. "Ya?"

"Biar aku saja yang masak," Jawabku datar.

Dia tersenyum lagi. "Oke."

Aku terdiam. Entah kenapa rasa itu tiba-tiba menjalar ke hati ku. Rasa asing yang pada awalnya hanya ku rasakan saat bersama tiga pria itu. Aku murahan ya. Bisa-bisanya menyukai empat pria hanya dalam dua bulan. Aku sangat murahan.

Seandainya saja aku cepat bertemu dengan jodohku. Aku akan bahagia mulai dari sekarang. Dan mungkin itu adalah Refa.

Midnight LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang