Apa tidak ada lagi waktu untukku bahagia bersama pria baru?
Apa tidak ada lagi kesempatan diriku untuk bersama pria yang ku sukai itu?
Apa tidak ada lagi harapan untukku bahagia, walau satu kali barang sedetik saja?
No Time...
No Time...
Aku kembali. Ke dalam lingkaran pekerjaan ku. Hari ini seperti hari-hari kemarin. Jakarta sangat panas dengan matahari tepat di depan mataku jika aku menengadah menatap langit melewati jendela.
Tok
Tok
Tok
Tok
"Ya?" Jawabku.
Terdengar suara pintu terbuka. Aku menoleh ke belakang dan sedikit terkejut melihat Dion disini.
"Dion? Kok kamu ada di sini?" Tanyaku bingung.
"Lagi mau ketemu kamu aja. Sekalian bantu kantor cabang Papa ku di sini." Dia tersenyum manis.
Ah ya, aku ingat. Hati ku bertelak dua. Rendy dan Dion. Tapi kurasa itu terlalu menggelikan seperti gadis remaja saja.
"Oh ya, Ra. Aku punya sesuatu," Kata Dion dengan senyum misterius.
Jangan bilang kalau dia mau kasih aku hadiah? Atau apa begitu yang bisa buat hati ku mekar?
Dion mengeluarkan kertas persegi panjang yang tidak terlalu besar berwarna merah. Dari jauh aku sudah bisa menebak itu apa. Perlahan, aku memudarkan senyumanku. Senyuman ini tak pantas di sunggingkan lagi rasanya.
Undangan pernikahan.
Dion Rasetyo dan Villia Faronhi.
-
Villia, aku masih ingat dia. Bunga sekolah waktu itu. Sangat cantik, pintar, dan menarik. Sekarang dia menjadi model. Dan dia di jodohkan dengan Dion. Jadi selama aku di Bandung, semua kedekatanku dengan Dion hanyalah pelampiasannya karena sedang kesal dengan Villia? Walaupun hanya dua hari?
Ku rasa memang takdir mempermainkan diriku. Nasibku sama sekali tidak beruntung. Mengharapkan sesuatu yang memang sangat tak pantas di harapkan. Kini dua pria yang ku suka, sudah menjadi milik wanita lain. Walaupun rasa cinta ku sudah tumbuh untuk Rendy.
Rendy pria tampan. Tubuhnya yang tinggi dan kekar membuatku kadang terbuai olehnya. Tapi dulu aku hanyalah memandangnya sebagai bawahanku, tidak lebih. Sekarang, aku sadar. Bahkan aku sudah menyukainya semenjak aku cerai dengan Reto. Waktu itu Rendy baru lima bulan menjadi sekretarisku.
Dia pantas bersanding dengan Shilla. Adikku itu manis. Dia juga berbakat sebagai designer. Sedangkan aku hanya bisa mencari uang dengan melalui perusahaan Papa. Ah, aku merasa iri. Dia memiliki seseorang yang sangat mencintainya. Sedangkan aku, hanya bisa memandang dari kejauhan.
Aku tidak tahu sudah berapa lama aku menangis sambil memandang luar jendela. Hari ini sudah sore. Bahkan matahari akan tenggelam sebentar lagi. Sementara aku masih berdiri di sini dengan aliran air di pipi ku.
Menunggu untuk akhir.
Kapan ini akan berakhir?
Aku butuh seorang pria!
Yang mencintaiku, ingin membangun rumah tangga bersamaku, menghamiliku, mengasihiku, memanjakanku!
Lalu kapan pria itu hadir?
Kapan penderitaanku akan berakhir?
Kapan aku bisa memiliki "nya"?
Aku menyadari, seseorang berdiri di belakangku. Aku segera berbalik dan menatap terkejut ke arah Rendy. Dia menatapku datar dan diam.
Sedikit berlari, aku menuju meja dan mengambil tisu. Mengelap pipi, mata, dan hidung ku. Lalu senyum palsu ku berikan lagi pada Rendy.
"Ada apa Ren? Maaf tadi saya nggak dengar kamu ngetuk pintu," Kataku.
Dia hanya diam. Dan memberi ku beberapa map. Yang ku ketahui, itu untuk ku tanda tangani. Lalu dia pergi begitu saja tanpa berkata-kata.
Bahkan... bahkan sekarang dia sudah berubah? Ada apa dengannya sih? Aku tidak mengerti. Kenapa dunia ini serasa sulit sekali untuk di mengerti.
Apa karena malam itu, saat aku mengatakan pada Reto bahwa dia suami ku. Astaga, ini fatal! Dia membenciku pastinya. Sudah beberapa banyak orang yang membenciku?
-
Sudah beberapa minggu setelahnya. Tahun sudah berganti menjadi 2010. Tahun baru aku hanya di apartemen saja. Menonton atau bekerja. Tidak ada hari istimewa dalam awal tahun ini. Sama seperti sebelumnya, hampa.
Minggu kemarin, aku ke Bandung menghadiri pernikahan Dion dan Villia. Hanya bisa tersenyum, memasang wajah palsu ku. Padahal rasanya saat itu juga aku ingin menangis.
Hari ini, aku mendapat kabar dari keluarga ku. Bahwa Rendy dan Shilla akan bertunangan besok. Sebenarnya aku tak tahu dan tak ingin tahu kenapa mereka bisa akrab, bertemu di mana, dan siapa dulu yang memulai hubungan. Bahkan aku tidak mengetahuinya. Itu tersembunyi.
Aku memulai yang baru. Aku ingin melupakan semua tentang Dion dan Rendy yang memberi ku harapan yang bahkan belum mereka berikan. Itu bodoh sekali, Tera! Aku benci! Benci diriku sendiri. Sekarang... semua orang dan diriku sendiri membenci ku. Argh! Aku ingin mati saja.
Bisakah aku bahagia?
Kapan aku akan bahagia?
Bersembunyi dimana kah pria muhrim ku?
Dimana jodohku?
Dimana dia?
Kenapa dia belum datang? Mengetuk pintu kecil di hatiku?
Siapa dia sebenarnya?
Bolehkah kali ini aku berharap?