Chapter 7

15.5K 1.8K 26
                                    

Happy Reading.


"Chapter sembilan, selesai."

Thallasa tersenyum, sangat lebar. Terlihat jelas senangnya. Dengan satu tangan mencoret kalimat yang sesaat lalu ia sebutkan. Ia kembali menulis kejadian dengan Marchioness tadi.

Lega melingkupi perasaan setelah berhasil menyudutkan Marchioness. Wanita itu sungguh penggangu dalam hidup Thallasa. Dan Ia benar-benar tidak menyukai nya.

Bercermin, Callea menyukai wajah barunya begitupun dengan namanya. Ia akan membiasakan diri dengan panggilan barunya. Saat ini hanya ada Thallasa.

Dengan Rambut kuning bergelombang, mata biru tua yang intens dan provokatif adalah tampilan aslinya. Alisnya yang bengkok dan tebal tampak sombong. Dia akan terlihat seperti sedang marah jika tidak tersenyum. Meski begitu wajah putih dan halus serta bibir merah nya yang terbelah, benar-benar pengambaran wanita sejati.

"Tinggal menunggu datangnya surat dari Kaisar, dengan begitu satu gangguan sudah aku singkirkan... Aku tidak menduga akan semudah ini." Kekehan keluar dari bibirnya, dengan kilatan tajam melintasi wajahnya. "Atau aku terlalu menyepelekan nya?"

Thallasa tersenyum.

Tidak tahu apa yang ada di pikiran nya. Tetapi dengan berubah nya suasana--suram-- dalam ruangan sudah dapat mengambarkan betapa buruk suasana hati nya.

Gebrakan pintu yang berdenting nyaring, menjadi pengalihan Thallasa dari pikiran nya.

Emery, disana datang dengan keadaan berantakan, peluh menghiasi wajah pun dengan nafas yang berderak cepat. Dengan dada naik turun, ia Membuka mulut dan tidak lama menutup lagi, Emery terlihat kesulitan ingin menyampaikan sesuatu.

Sedang Thallasa hanya mengawasi tanpa ada niatan untuk membantu.

"Sudah selesai?" Bertanya pelan, Thallasa memperhatikan keadaan Emery yang kembali normal. "Ada perlu apa sampai kau terlihat Buru-buru, Emery?"

Emery gugup saat ditanya, dengan telunjuk mengarah keluar pintu. Ia berkata, "Di-disana, didepan ajudan Grand Duke terlihat."

Senyum bodoh menghiasi wajah Thallasa, ia terlihat kebingungan. "Lalu?"

Ia begitu heran dengan perkataan Emery. Memang kenapa jika ajudan Grand Duke terlihat, Thallasa tidak ada masalah dengan orang itu, melihat nya saja tidak pernah apalagi bertukar kata. Ia berdecak, kenapa juga Emery sepanik itu, apa sekarang ia harus berakting panik juga untuk mendalami peran seperti Emery.

"Grand Duke sudah kembali, Nyonya!"

Thallasa prihatin, sekarang Emery bertambah panik terlihat dari wajahnya. Bahkan ia tanpa sadar berteriak pada majikan nya sendiri. Entah betapa buruk berita di sampaikan nya itu. Eh? Thallasa berkedip lambat--mencerna--sebelum melotot pada Emery.

"Pria itu kembali?!" Emery mengangguk. "Bagaimana bisa?"

Dia menggeleng kan kepala. "Saya juga tidak tahu bagaimana bisa, Nyonya."

"Anda harus menyambut kedatangan Grand Duke, Semua sudah berkumpul." Lanjutnya.

Mendengus, Thallasa merotasikan mata, sikap yang sesaat lalu terlihat panik berubah malas. Ia menjawab, "Tidak mau."

"Nyonya anda harus datang, seorang istri harus menyambut suaminya setelah setelah sekian lama menetap diluar. Itu dilakukan agar hubungan suami istri tetap berjalan baik."

"Ck, bicaramu gaya sekali. Seperti mahir dalam urusan hubungan rumah tangga." Thallasa menjawab galak, sengit ia menatap Emery.

Menyengir, Emery salah tingkah atas perkataan Thallasa. Senyum canggung ia berikan, disaat beliau terus menghunus tajam padanya.

I Become The Wife Of Grand Duke  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang