Chapter 9

14.4K 1.6K 72
                                    

Happy Reading.

Thallasa melihat lorong sunyi didepan. Nafas terengah nya terdengar menyedihkan. Dia dengan dengan kaki berdarah, berjalan meninggalkan bekas merah di lantai.

Thallasa merasa seluruh tubuhnya bergetar, dengan rasa sakit ditubuhnya, dia tidak tahu sudah berapa lama dia berjalan dengan lambat. Thallasa berhenti, lelah. Dengan lukanya ini dia tahu tidak akan sampai kamar dengan cepat. Dia memerlukan bantuan saat ini.

Dia mendengar langkah kaki samar. Thallasa menengadah seorang pelayan wanita sedang melihatnya. Matanya berbinar seolah melihat harapan baru, dia membuka mulutnya untuk meminta bantuan. Tetapi seakan tidak pernah melihatnya, sang pelayan berbalik dengan ringan meninggalkan nya dengan senyum konyol.

Dia menunduk, melihat luka kakinya dibalik gaun rusaknya. Thallasa terkekeh, dia akhirnya memahami mengapa Thallasa asli selalu merasakan kesedihan setelah menikah dengan Grand Duke.

Kakeknya benar tidak ada yang bisa diandalkan selain dirinya sendiri. Thallasa menegakkan tubuh, berdiri tegak, dan bertanya acuh tak acuh berjalan kembali. Dia memiliki satu pemikiran, bahwa semua orang disini tidak lebih dari seorang pengecut. Lebih dari lima orang terlihat oleh matanya sedari tadi, tetapi tidak ada yang mau mendekat untuk membantunya.

"Seperti yang saya katakan sebelumnya, wanita tidak berpendidikan itu tidak setara dengan bangsawan ibu kota. Seperti melihat batu diantara mutiara yang berkilau... Saya puas melihatnya mempermalukan diri sendiri."

Thallasa berhenti dibalik dinding, kata-kata itu membuatnya mengerutkan kening. Pemilik suara itu, dia mengenalinya, milik Kepala Pelayan.

"Ya. Lagipula Grand Duke sudah terlalu lunak selama ini padanya. Wanita itu cukup tidak tahu diri pada posisi nya. Dia selalu melakukan hal memalukan yang mencoreng nama Grand Duke, seolah semua ini miliknya."

Lawan nya bicaranya mendengus, meskipun dia berbicara dengan halus, tetapi Thallasa masih bisa merasakan kebenciannya.

"Sekarang dia mendapat balasan nya. Terakhir kali dia tidak sadarkan diri, saya berharap dia tidak akan membuka matanya. Dengan begitu kita semua tidak perlu melihat nya lagi."

Thallasa mengerutkan kening, dengan tangan terkepal erat. Thallasa tahu mereka sedang membicarakan nya, dia tidak memiliki keinginan untuk muncul didepan mereka. Lebih baik mendengar kan terlebih dahulu, agar tahu pamdangan mereka terhadap nya seperti apa.

"Bukankah perkataan mu kejam, lagipula ada pewaris Grand Duke ditubuhnya. Sedalam apapun kau berharap, keinginan mu itu tidak akan terwujud."

Dia berkata, menampilkan senyum menghina diwajahnya. "Ck, akan semakin kejam jika dia masih hidup. Dan untuk pewaris Grand Duke masih bisa mendapatkan nya, dia bisa menikah lagi dengan wanita yang lebih berakal darinya. Aku tidak sudi jika kedepannya harus berhadapan dengan orang rendahan sekali lagi."

Kepala Pelayan memperingati nya dengan suara tajam. Seolah berhati-hati, meskipun perkataan nya sama murahan dengan lawan bicaranya.
"Hati-hati dengan perkataan mu, jika Grand Duke mengetahui nya dia tidak akan senang sekalipun kau orang terdekat nya."

Mengabaikan, Dia hanya berdecak, seolah tidak peduli. Tetapi diam-diam menyembunyikan ketakutan didalam hatinya.

"Tetapi Jika difikir kembali Sekretaris Grand Duke ternyata licik juga. Dia tahu jika Tuan akan kembali, jadi dia membiarkan Grand Duchess keluar. Masalah ini, aku tidak tahu seberapa benci dia dengan istri Tuannya sendiri. Hukuman tadi sudah termasuk ringan jika Grand Duke sudah marah."

"Ya, aku sudah mengira ini akan terjadi. Tuan akan marah jika ada yang menentang keinginan nya..."

Wanita itu menghentikan suaranya, saat suara langkah kaki terdengar. Kemudian ekspresi terkejut ada diwajahnya, saat Thallasa berjalan melewati mereka. Dia melirik Kepala Pelayan begitu pun sebaliknya, mereka menunduk lantas melarikan diri, seolah tidak terjadi apa-apa.

I Become The Wife Of Grand Duke  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang