Chapter 11

12.6K 1.3K 26
                                    

Happy Reading.

"Tidak di izinkan keluar?..."

Suara Thallasa beralun dingin. Begitu dingin, hingga Emery merasa getaran dihatinya. "Dia melakukan nya kembali." Tajam, Thallasa melanjutkan. Lantas, ia tertawa pelan, penuh kepahitan.

"Apa dia melihat ku seperti pezina? Hingga keluar, harus dilarang dengan ketat?"

"Nyonya!"

Tanpa terasa, Emery memekik, begitu terkejut dengan uncapan frontal beliau. Ia dengan khawatir memperhatikan sekeliling. Beliau seorang bangsawan, istri Grand Duke besar di kekaisaran. Tindakan dan ucapan beliau perlu di perhitungankan.

"Ada apa? Apa sekarang aku juga tidak di perbolehkan bicara kasar?" Dingin, Thallasa mengatakan. Dengan tingkah Emery seperti ini, ia bisa menebak pemikiran sederhana nya.

"Jika begitu....haruskah aku mengabdikan diriku di kuil? Itu mempermudah segalanya. Setiap hari, aku hanya perlu merawat patung Dewi Aglea." Dia melanjutkan.

"Tidak, Nyonya." Terburu-buru, Emery membalas. Ia seakan ingin menangis, di salah pahami beliau begitu menakutkan. "Saya hanya.... Ingin anda tetap 'bersih', Nyonya." Ia melanjutkan.

"Begitukah?" Thallasa berujar. Ia tertawa, sudut bibir berkedut. Begitu geli dengan ungkapan 'bersih' Emery. Mengakibatkan Thallasa berpikir ia adalah sesuatu yang najis. Thallasa mendongak, Matanya yang cantik seakan menenggelamkan Emery.

Sedang Emery, dia bergetar tubuhnya. Tawa itu, terdengar tajam di pendengaran Emery.  Teralun suram, mengakibatkan ia bergidik. Aura Grand Duchess saat ini hampir sama dengan Grand Duke. Begitu dominan dan jahat.

Tidak tahan, Kali ini Emery benar-benar menangis, Ini kedua kali ia menangis. Semenjak beliau menikah, ketidak beruntungan selalu menyertai Grand Duchess. Emery sedih untuk beliau.

"Berhentilah menangis..." Thallasa memperingatkan, berjalan mendekati Emery. Ia menghentikan tindakan gadis itu saat akan mengusap mata. "... Aku tidak membutuhkan mu mengasihaniku. Rasa kasihan itu membunuhku."

"Tetapi..."

"Hentikan, Emery . Ingatlah siapa aku, meskipun kita bersama tidak lama. Dengan penilaian orang terhadapku selama ini.... Kau yang harus paling tahu."

Dia tersenyum saat mengatakan. Penuh penekanan pada setiap perkataan. Thallasa berbalik badan, melirik Emery yang masih terisak-isak.

"Anda baik, Nyonya." Ucapan itu dilontarkan Emery dengan kesusahan. Ia berkata seolah menyakinkan dirinya sendiri.

"Tentu." Thallasa membalas. Dengan santai, ia menyandarkan tubuh. Menikmati tiupan angin yang berhembus ringan. "Dimana... 'Suamiku'?"

Pertanyaan itu, Thallasa ajukan dengan kertakan gigi. Ia seakan berat mengucap kata 'suami'.

Emery berkedip. Matanya yang masih merah dan berkaca mengaburkan sosok Grand Duchess. Dengan cepat, ia mengusap, karena tindakan itu memperjelas sosok Thallasa. Dan Emery meringis mendapati Grand Duchess berkedip dingin padanya. "S-saya... Kurang tahu, Nyonya." Terbata dia berucap.

"Kalau begitu, cari tahu. Saat ini aku ingin bertemu dengannya."

"Baik, Nyonya." Lantas, tanpa peringatan Emery lari terbirit. Sosoknya yang terburu-buru seolah ingin segera menjauh dari Thallasa yang sewaktu-waktu akan melahap dirinya.

Pun dengan Thallasa yang berkedip heran. Terkejut akan tingkah laku Emery. Emery yang seperti ini, Thallasa duga, sudah terusik mentalnya.

Dengan tiba-tiba, tiupan angin berhembus kencang. Hal itu menerbangkan surat yang Thallasa dapatkan pagi ini. Ia memunggut nya, membaca kembali kata-kata yang tertulis.

I Become The Wife Of Grand Duke  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang