Chapter 12

13.1K 1.4K 37
                                    

Happy Reading.

Sejak Davries mendatangi kediaman Grand Duke, ia tidak menerima tanggapan apapun. Tanpa balasan dari Gaidzan semakin merunyamkan masalah. Davries seorang komandan batalyon, ia ditugaskan untuk mengawal para ksatria melenyapkan para iblis. Mereka memang bisa mengurangi, tetapi dihapadkan dengan Raja iblis itu sendiri bagaikan musang bertemu serigala. Mereka kewalahan.

Mereka membutuhkan Gaidzan, sosok terkuat Kekaisaran. Otorisasnya melebihi mereka semua. Tetapi diatas semua itu keheningan Gaidzan yang mereka dapatkan.

Dan Itu semua diadukan pada Putra Mahkota.

"Anggur terbaik dari persediaan istana. Khusus, aku membawakannya untukmu."

Suara Putra Mahkota teralun tenang, begitu tenang hingga sulit mengenali riak dalam nada. Hanya kepalan tangan yang memperjelas suasana buruknya. Ia menjatuhkan diri, duduk berhadapan dengan Gaidzan.

Ia melirik dari balik bahu. Diam, memandang sosok damai Grand Duchess.

"Aku datang diwaktu yamg salah. Kalian berdua terlihat sangat menikmati waktu bersama." Berbalik, menguncui tatapan pada sosok Gaidzan. Senyum tertahan dibibirnya."Musim semi kali ini sangat indah. Kalian, kenapa tidak keluar untuk menikmati nya?"

Gaidzan mengacuhkan, dia bahkan tidak berkedip untuk menanggapi lontaran itu. Sepanjang waktu, hanya bersikap dingin.

Pun Putra Mahkota, ia tidak mempermasalah kan. Hanya terus mengoceh omong kosong yang berbelit-belit.

"Sayang sekali, saat ini Kekaisaran masih dalam kondisi bahaya. Jika ini tidak terjadi, aku akan mengakomodasi kalian untuk menikmati bulan madu."

Sinar cahaya menembus jendela, menyamarkan ekspresi Putra Mahkota disaat ia berbalik memandang Thallasa. "Kalian begitu menikmati waktu kali ini, hingga dunia luar tidak terdengar oleh kalian."

Diremasnya punggung kursi, dengan kilatan dingin dimata, "Kalian sungguh mengesankan."

Thallasa hanya diam, tidak memiliki kalimat untuk membalas. Untuk topik pembicaraan saja, ia tidak tahu apa yang sebenarnya dibahasnya. Disini, ia hanya bertindak sebagai pendengar. Nyaris terkejut, saat Putra Mahkota berbicara kepadanya.

Ketukan jari Gaidzan menghentikan ocehan Putra Mahkota yang akan terus bergulir.

Tidak ada alasan lagi untuk Putra Mahkota terus mengecoh Thallasa. Ia kembali fokus pada tujuan utamanya. Kembali memandang Gaidzan, tenang, ia mengukir senyum. "Duke Griswald menjanjikan Baston miliknya jika kau bergerak kali ini."

Baston, adalah wilayah paling indah yang dimiliki Duke Griswald. Mereka begitu indah bagaikan surga saat menjajakan kaki disana. Baston menjadi daya tarik bangsawan untuk mengeksploitas. Sebagian besar, keuangan Duke Griswald didapatkan dari sana.

Jika menjanjikan Baston sebagai upaya terakhir, maka kali ini Duke Griswald benar-benar membutuhkan Gaidzan.

"Dia bisa meminta pada yang lain."

Suara Gaidzan terdengar, berbicara rendah nyaris membekukan. Dinginnya ekspresi selalu tertanam diwajah. Seolah tengah mendiskusikan tentang menu makan siang, begitu tenang dan acuh.

"Bagaimana bisa... " Kernyitan samar, tertampang diantara alis Putra Mahkota. Ketidaksenangan terdengar dalam nadanya, "Ini bukan waktunya bermain-main Gaidzan, aku tidak berminat untuk menanggapimu."

"Begitupun denganku."

Tawa Putra Mahkota mengelegak atas lontaran Gaidzan. Ia terdengar pahit dan penuh kemarahan. "Benar. Inilah dirimu, Gaidzan. Kejam dan tidak kenal ampun. Aku membuat pilihan yang salah dengan mendatangimu."

I Become The Wife Of Grand Duke  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang