"Ryan."
Ryan menghentikannya langkahnya begitu mendengar suara yang sudah sangat familiar ditelinganya. Dia membalikkan badan, dan langsung tersenyum saat melihat Nara berlari kecil ke arahnya.
Gadis itu terlihat lebih cantik dari biasanya dengan rambut yang tergerai rapi. Dia memakai kardigan bewarna pastel yang begitu senada dengan warna kulit nya.
"Kenapa, Na?" tanya Ryan, begitu Nara sudah berdiri tepat di depannya.
"Sleksi olimpiade lo kapan?"
"Nanti pulang sekolah gue langsung sleksi."
"Ohh oke," Nara mengangguk kecil. Lalu mengeluarkan coklat yang ia beli pagi tadi sembari berangkat sekolah. "Nih buat lo, yaa itung-itung ini ucapan terimakasih gue karena lo mau sempetin dateng kemarin. Pasti kemarin lo sibuk banget."
"Wah kebetulan gue suka banget sama coklat." Ryan tersenyum sumbringah, lalu menerima coklat itu dengan penuh antusias. "Seharusnya, gue yang ngasih lo sesuatu sebagai bentuk permintaan maaf karena kemarin gue dateng waktu lo udah selesai tampil. Kalo kayak gini, gue malah gak enak jadinya."
Nara tertawa kecil, "Lo gak salah sedikitpun, Yan. Justru lo datang diwaktu yang tepat. Disaat gue benar-benar membutuhkan kehadiran lo."
"Anara.." Ryan mengurai senyum kecil. "Telepon gue kapan pun lo butuh gue. Gue pasti akan selalu ada buat lo."
Ada perasaan hangat yang mengalir dalam tubuh Nara. Seperti rasa kasih sayang yang tak disuarakan namun dia jelas tahu itu ada. Atau mungkin, kalau boleh Nara jujur, Ryan berhasil menjadi penyembuhnya.
"Yaudah, gue balik ke kelas ya. Sukses ngerjain soal-soalnya. Gue yakin lo pasti bisa ikut olimpiade itu."
"Thanks, Anara."
Nara mengurai senyum hangat sebelum dia berbalik, melangkahkan kaki untuk kembali ke kelasnya. Sedang Ryan masih diam di tempat, menatap coklat yang diberikan Nara dengan jantung yang berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Dia lalu memandang ke arah Nara, hingga punggung Nara semakin menjauh dan tak terlihat lagi ketika cewek itu berbelok ke arah koridor kelasnya.
***
Sepulang sekolah, Nara menyempatkan diri untuk mampir ke mini market depan komplek untuk membeli stok mi instan kesukaannya. Sejak kembali ke rumah, ternyata assisten rumah tangganya sudah berhenti bekerja.
Jadi untuk urusan mengisi perut, Nara harus memutar otaknya sendiri. Seperti ketika dia masih nge-kost. Tapi untuk beberapa hari kedepan, dia cuma ingin menyantap mi instan. Sebab sudah lama sekali sejak terkahir kali dia menjadi makanan itu menu sehari-hari.
Setelah masuk ke mini market, satu-satunya rak yang menjadi incaran nya ada rak mi instan.
"Anara?"
Nara langsung menoleh begitu mendengar namanya dipanggil. Namun rasanya ia ingin lenyap begitu saja ketika tahu siapa yang barusan memanggilnya itu.
"Lama ya kita nggak ketemu?"
Nara cuma tersenyum singkat dengan penuh paksaan.
"Gimana kabar lo di sekolah baru? Ada yang jahatin lo juga nggak disana? Atau mungkin, anak selingkuhan bokap lo ada yang sekolah disana?"
Cewek itu tertawa, membuat Nara ingin sekali mencakar wajahnya kalau saja dia ini bukan tempat umum.
"Eh tapi, Andre kangen tuh sama lo."
Wajah Nara memanas ketika mendengar nama itu disebut. Dia menoleh pada cewek disampingnya dengan tatapan tajam seolah ingin menerkam. Tangannya mengepal kuat sampai kuku kuku jarinya memutih. Tapi Nara tak mau bertindak gegabah.
KAMU SEDANG MEMBACA
With, R!
RandomHidupnya berubah ketika dipertemukan dengan seorang gadis bernama Anara. Dia bukan lagi R yang sering kali disebut-sebut badboy. Ia tak pernah menyangka jika pada akhirnya, perjalanan cintanya akan berhenti pada Anara. Gadis dengan sejuta pertanyaan...