Arsen baru saja membaca pesan dari Kala ketika dia keluar dari mobil nya. Lantas, dia bergegas ke ruangan yang telah Kala beri tahu untuk menjemput Nara dan menjenguk Ryan.Sebenarnya ya, Arsen sempat menyalahkan Ryan atas kecelakaan yang menimpa Nara. Akan tetapi, bakal brengsek sekali rasanya kalau Arsen menghujami cowok itu dengan tonjokan disaat ia tau, pada sisi lain, Ryan telah membuat Nara kembali percaya dengan mimpi-mimpi nya. Ryan telah mengorbankan seleksi olimpiade nya hanya demi menolong nyawa Mama.
Jika saat itu hati nurani Ryan tertutup, mungkin usia Mama juga ikut tutup.
Nara bilang, apa yang Ryan korbankan saat itu adalah sesuatu yang sangat penting bagi Ryan. Yang sudah Ryan persiapkan bahkan sampai dia sendiri kurang tidur. Bisa dibayang kan gimana sesak nya ketika dia mengorbankan semua itu.
Lantai ruang rawat Ryan ada di bawah ruang rawat Nara. Arsen sempat bertanya pada suster yang melintas di koridor sebelum akhrinya dia menemukan ruangan yang dia tuju.
Arsen mengetuk pintu sebentar, lantas masuk ke dalam.
Entah karena Arsen terlalu ganteng, atau orang-orang di dalam (terutama Bunda dan dua kakak perempuan Ryan) tidak mengenali nya, makanya semua mata tertuju pada nya begitu dia menyembul dari pintu.
"Kak Arsen?" Kala orang pertama yang menyapa.
Arsen melukis senyum, dia menghampiri seorang wanita paruh baya yang duduk di sofa.
"Ini temannya Ryan?" bunda bertanya ketika Arsen menyalami nya.
"Saya, Arsen, tante..Abang nya Nara. Temen nya Ryan juga."
"Ohh, pantes mirip sama Anara. Duduk, Arsen." bunda mempersilahkan Arsen duduk di sisi sofa yang kosong.
"Makasih, tante.."
"Bentar deh..lo Arsen yang dulu sekolah di SMA Garuda kan?" Reva yang duduk di pembatas sofa sontan bertanya ketika memori nya sedikit mengenali wajah Arsen.
"Re--Revasha, ya?"
"Iyaa." Reva berseru heboh. "Gilaa, gak nyangka gue bisa ketemu sama lo di sini. Dan ternyata, lo kakak nya pacar adik gue?"
"Hah?" Arsen kaget.
Tapi bukan cuma Arsen yang kaget. Nara, Ryan, dan Kala juga ikut kaget sebab kan..gak ada hubungan apa-apa diantara mereka. Jadi agak gimana ya ketika mendengarnya..
"Kok pada kaget gitu muka nya?" kali ini, malah Reyna yang bertanya.
Nara tertawa kecil, "Kita belum pacaran, Kak."
"Iya kah? Se-dekat kalian belum pacaran? Kenapa emang?"
Kalau hari itu Ryan menjemput Nara, mungkin kecelakaan itu nggak akan terjadi. Dan mereka masih baik-baik saja sekarang. Atau bahkan jauh lebih baik dari yang mereka pikirkan, sebab mereka sudah terikat pada hubungan yang mereka inginkan.
"Gapapa, belum waktu nya." Nara beralibi.
"Nunggu lo punya pacar dulu, Re. Baru deh gue pacaran." Ryan berkata dengan nada meledek pada Reva.
"Yeuhh." Reva sudah siap melempar adik nya itu dengan apel ditangannya kalau saja disini nggak ada Bunda. "Bilang aja Nara nya nggak mau sama lo."
"Kata siapa?"
"Kata gue barusan."
"Kalo dia gak mau sama gue, dia gak mungkin disini sekarang."
"Mungkin aja dia disini karena lo paksa."
"Mana ada, iri aja lo jomblo."
"Suttt..Kalian tuh ya, kalo jauh kangen, kalo deket berantem terus. Bingung deh, Bunda." bunda menggeleng geleng kan kepalanya, melihat kelakuan anak bungsu dan anak tengah nya yang tak pernah berubah sejak dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
With, R!
RandomHidupnya berubah ketika dipertemukan dengan seorang gadis bernama Anara. Dia bukan lagi R yang sering kali disebut-sebut badboy. Ia tak pernah menyangka jika pada akhirnya, perjalanan cintanya akan berhenti pada Anara. Gadis dengan sejuta pertanyaan...