BAGIAN 16- Arsenio Xavel Pradipta

33 13 2
                                    

"Abang mau kemana?"

Laki-laki yang dipanggil Abang itu menoleh, dia mendapati adik cantiknya berdiri diambang pintu kamarnya.

"Salam dulu, Anara."

Nara memutar bola matanya, "Assalamualaikum, Abang." ucapnya, penuh penekanan dikata terakhir.

"Tumben jam segini udah pulang."

Nara masuk ke kamar Abangnya. Merebahkan tubuhnya yang terasa lelah dikasur. "Guru nya ada rapat, makanya pulang cepet."

"Oh begitu."

"Abang belum jawab pertanyaan, Nara."

"Pertanyaan yang mana?" pemuda itu pura-pura lupa.

"Ishh, Abang!" Nara berdecak, lalu beranjak dan duduk disamping Abangnya.

Lelaki itu tengah melipat baju dan memasukannya kedalam koper besar. Membuat  Nara semakin bingung berpikiran Abangnya mau pergi jauh dan mungkin dalam waktu yang lama.

"Abang lolos SNMPTN, Na. Keterima di salah satu universitas di Jogja. jadi Abang mau ngekost disana."

"HAH?!" Wajah Nara berubah masam. "Kenapa baru bilang sekarang?!"

"Ya kan kemarin kamu sibuk." dia lalu menunjukan layar ponselnya yang menampilkan pengumuman SNMPTN beberapa hari lalu.

Nara diam membisu, pengumuman itu benar adanya. Dan itu artinya, Abangnya benar-benar akan meninggalkannya. Nara bahagia bisa melihat Abangnya diterima disalah satu universitas ternama di Indonesia. Tapi satu sisi, dia sedih, dia tak mau sendiri, dia tak mau kehilangan sosok yang paling dia sayang.

"Maafin, Abang, ya, Na?" Cowok itu meraih kepala Nara, membawanya dalam dekap hangat hingga Nara menangis. "Abang janji bakalan sering pulang buat Nara."

"Nara mau ikut aja."

"Nggak bisa, Na."

"Terus? Abang tega ninggalin Nara di kondisi rumah yang kayak gini?"

Semenjak saat itu, Nara memberi rasa percaya nya dengan penuh. Meyakinkan pada dirinya sendiri kalau Abangnya tak mungkin mengikari janji. Lalu satu tahun berlalu, dia tak pernah lagi mendengar kabar dari Abangnya. Kontak diantara mereka cuma terjalin beberapa bulan setelah abangnya pergi. Nara hampir kehilangan arah, dia sulit untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dan satu-satunya temannya adalah Kala.

Ketika tiang penyangga dari semua rasa luka yang diterima malah justru menghilang, akankah seseorang masih kuat berdiri?

Lalu, 2 tahun berlalu. Tepat dihari kelulusan Nara sebagai siswi SMP, dia mendapat pesan singkat dari nomer tidak dikenal dan ternyata itu Abangnya. Saat itu, Nara bingung apakah dia masih bisa memaafkan abang nya yang tiba-tiba menghilang selama 2 tahun?

Dan dengan mudahnya, cowok itu cuma mengirimi Nara pesan singkat.

Nara memang merindukannya. Tapi rasa kecewanya terlalu banyak hingga membuatnya tak sudi untuk menanggapi Abangnya.

Dari hari itu sampai hari ini, pesan-pesan singkat dari Abangnya selalu ia terima tapi satu kali pun Nara tak pernah membalasnya. Bahkan nomer Abangnya tak pernah ia simpan.

Ini mungkin egois. Tapi apa yang dilakukan Abangnya jauh lebih egois. Jauh lebih menyakitkan.

"Nara mau benci sama Abang. Tapi, nggak pernah bisa. Karena ternyata, rasa sayang Nara sama Abang jauh lebih besar." Nara masih menunduk, mereka berada di kantin rumah sakit. Saling berhadapan, membicarakan ke-egoisan yang pernah terjadi diantara mereka.

With, R! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang