Kenalan

148 10 5
                                    

“Dunia itu lucu ya, yang biasa aja bisa jadi bertemu dengan yang luar biasa, ataupun sebaliknya.”

Setelah mengambil libur sekolah selama satu minggu, Ranya Amira kini berdiri kembali dengan seragam putih abu-abu di depan cermin. Rambut panjangnya ia ikat seperti kuncir kuda dan di beri poni sedikit, wajahnya pun hanya memakai pelembab dan sunscreen, lalu bibirnya hanya diberi sedikit liptint.

Ranya memang tidak suka terlalu merias diri ketika masuk sekolah, beda lagi jika dirinya harus mengikuti photoshoot jika dalam permodelan, pasti Ranya sudah merias diri nya lebih dari saat ini. Bagi Ranya, semua yang ada di dunia itu harus ada porsinya masing-masing, seperti Ranya yang mengerjakan tugas di sekolahnya dan harus membagi waktu saat berkerja di bidang permodelan.

Kaki Ranya beranjak menuruni anak tangga, di ruang makan sudah ada Evan—Papa Ranya yang sudah lebih dulu sarapan sereal. Di samping Evan ada Hanin—Mama Ranya yang sedang sibuk menyuapi Andra—adik satu-satunya Ranya yang masih berumur 7 tahun.

"Pagi, Ma, Pa, Dra," sapa Ranya, senyum manisnya pun tak terlihat cerah di hadapan mereka.

Andra membalas senyum Ranya, begitupun dengan Hanin, sedangkan Andra hanya menatap Ranya yang hendak duduk di depannya.

"Kak Ranya sekolah lagi? Bukannya kerja?" tanya Andra dengan suara imutnya menunjuk Ranya.

"Kak Ranya kan harus lulus sekolah, Dra. Nanti juga kerja lagi," jawab Hanin, seraya mengelus rambut Andra, lalu menyuapinya kembali.

"Ah, itu pasti Andra mau Ranya kerja biar bisa dapet uang, terus bisa beliin Andra mainan, kan?" balas Ranya seraya mengangkat kedua alisnya, lalu tertawa.

"Betul! Andra mau mainan yang banyak!" seru Andra.

"Tenang ... Nanti aku beliin, tapi Andra juga harus semangat belajarnya, ya," ucap Ranya, sebelum menyuapkan sesendok sereal ke dalam mulutnya.

"Siap, Kak!"

Ranya terkekeh, jarak umur 11 tahun dengan Andra membuat Ranya harus bisa menjelaskan semua pertanyaan Andra tentang dirinya. Andra memang baru saja umur 7 tahun, namun Andra sangat memerhatikan Ranya sedetail mungkin, sampai terkadang Andra lah yang tahu jika Ranya sering pulang malam karena karirnya di bidang model itu.

"Majalahnya sudah jadi, Nya? Bisa beli dimana? Papa pengen lihat," tanya Evan, setelah diam beberapa menit.

"Di toko buku juga ada, atau nanti aku minta deh ke mangerku, buat Papa masa harus bayar," balas Ranya, seraya menoleh ke arah Evan.

"Ya ga apa-apa dong, Nya, kalau bayar juga. Biar kamu ga rugi," elak Evan.

"Udah nanti aku minta Mas Putra, Papa ga usah repot-repot, Papa juga ada rapat kan hari ini?" balas Ranya, mencoba meyakinkan Evan.

"Papa tuh kadang bingung sama sifat baik kamu, Nya. Makasih, ya, semoga karir awal kamu di dunia model bisa berhasil," puji Evan.

"Aamiin, ini juga kan kayak Papa yang giat raih mimpi," balas Ranya, lalu keduanya tertawa.

"Eh tapi Mama salut lho sama manager kamu yang baru itu, sopan banget." Hanin akhirnya ikut mengobrol.

Ranya mengangguk. "Dari awal aku ketemu juga dia emang baik, untung aku dapet Mas Putra jadi managerku," timpal Ranya.

"Semoga aja dia bisa ngrus kamu, Nya. Mama inget betul waktu tahun kemarin, kamu sibuk banget karena harus apply foto kamu di Perusahaan Gemilang buat jadi model," ucap Hanin.

"Iya kan aku dikontrak juga sama Perusahaan Gemilang, Ma. Makanya mereka kasih aku manager," balas Ranya.

"Baguslah, jadi kamu bisa fokus juga ke sekolah kamu." Hanin menangguk-angguk sembari membereskan piring-piring kotor di meja makan.

Just PhiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang