Rasa Aman Yang Hilang.

29 2 0
                                    

“Ketika kepercayaan hancur, kata maaf aja udah ga cukup.”

"Dia akan di-DO, Lan," ucap Ranya ketika melihat Ronald dan Geng-nya berjalan di melewati taman belakang sekolah.

Kali ini Alan dan Ranya sedang berada di taman belakang sekolah untuk menghabiskan waktu jam kosong pelajaran Bu Tika-Guru Ekonomi yang izin tidak masuk karena sedang di luar kota.

Ranya mengajak Alan untuk ke taman belakang sekolah, katanya untuk menceritakan sesuatu yang Alan harus tau. Akhirnya, kini mereka berada di taman belakang ditemani dengan suara daun pohon yang terkena angin dan suara kicauan beberapa burung.

"Maksud lo gimana? Di-DO gimana? Terus bisnis Papa lo diambil sama keluarga Ronald?" balas Alan, penuh pertanyaan.

Ranya menggeleng, lalu membenarkan tubuhnya untuk siap bercerita. Matanya menatap lama bila mata Alan.

Flashback ON.

Ranya menuruni anak tangga, lalu berjalan menuju ruang keluarga yang sudah ada Evan dan Hanin, juga ada Andra-adik laki-laki Ranya.

"Ronald udah keterlaluan, tadi di kantin dia bener-bener sombong sama bisnis keluarganya dan ngejatuhin harga diri Papa," ucap Ranya, nada suaranya sedikit keras.

"Sst, Nya. Ga lihat kalau Andra lagi tidur? Kecilin suara kamu," balas Hanin.

"Andra masukin kamar dulu deh, Ma. Aku mau ngomong tentang ini sama Papa dan Mama," ucap Ranya, lantas menggendong Andra masuk ke dalam kamar.

"Masalah itu lagi? Kemaren udah Papa bilang kan kalau Papa ga mau lakuin itu?" tanya Evan, ucapannya menghentikkan langkah kaki Ranya.

"Ini penting, masalah ini udah bikin harga diri Papa diinjek-injek sama Ronald!" kukuh Ranya.

Setelah Ranya memindahkan Andra ke dalam kamar, kini Ranya kembali duduk di hadapan Evan dan Hanin. Duduk Ranya begitu tegap, lantas Ranya menarik napas, ia mencoba untuk tenang.

"Sekali aja, Pa, Ma, lakuin sesuatu biar Ronald bisa sadar. Dia udah bener-bener ngelewatin batas," ucap Ranya.

"Papa bukan ga mau, tapi ga bisa. Perjanjian dari awal udah mutlak, Ranya," elak Evan.

"Pa-" Ranya melirik Evan. "Semua peraturan punya pengecualian 'kan?"

"Mama tahu, tahu betul bagaimana sikap Ronald. Tapi bisnis dan ekonomi keluarga kita lebih penting," cetus Hanin.

"Uang bisa dicari, tapi harga diri engga. Tadi di sekolah Ronald bener-bener bully Alan sampai jelek-jelekin aku," balas Ranya.

"Ada alternatif selain dikeluarin dari sekolah?" tanya Hanin.

Ranya mengangkat kedua bahunya bersamaan. "Menurut Mama?"

"Skors? 3 hari?" tanya Hanin.

"Ah, kurang. Ga sepadan tahu sama perlakuan dia ke Alan!" elak Ranya.

"Oke seminggu, tapi masalah ini kelar karena Mama ga mau bisnis Papa berantakan," balas Hanin dengan yakin.

Ranya diam sejenak, lantas melirik Evan dan Hanin secara bergantian. Kemudian Ranya mengangguk sembari tersenyum.

"Oke! Tapi kapan?"

"Besok juga bisa," balas Hanin. "Mama ke kamar dulu."

Ranya mengangguk semangat, kali ini Ronald dan satu gengnya itu ga mungkin bisa mem-bully Alan lagi karena pastinya ketika nanti Ronald tak masuk sekolah, gengnya pun tak berani mengusik Ranya.

Just PhiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang