Sampai Kapan?

37 2 5
                                    

“Jika aku bersungguh-sungguh, namun kamu juga tak kunjung luluh. Lalu, sampai kapan perjuangan ini akan selesai?”

Hari ini Alan kembali kepada studio tempat Ranya bekerja, sekaligus mengurusi kompetisi model yang diikuti cewek itu. Alan mengantari Ranya, tentu saja ia tak mungkin membiarkan Ranya berangkat sendiri pada sore hari dan harus pulang malam-malam sendirian. Ranya memang sudah biasa dengan itu, tapi tidak jika dengannya.

Di samping Alan ada Bunga. Ya, Bunga ikut karena ingin bertemu orang yang disukainya, Mas Putra, siapa lagi? Dengan wajah cerianya Bunga menyambut pintu masuk studio. Berbeda dengan Alan yang pasti sudah cemberut karena melihat Naufal yang berada di dalam studio Ranya.

Tunggu, Naufal? Kenapa ada Naufal? Bukannya projek Ranya dan Naufal sudah usai kemarin?

"Janjian sama Naufal lagi buat bahas kompetisi lo, Nya?" tanya Alan, seraya menahan pintu studio yang akan dibuka oleh Ranya.

"Gue juga ga tau Naufal bakal ke sini lagi. Emangnya kenapa?"

"Kenapa selalu ada dia, sih?"

"Kali ini lo ga bisa kesel sama gue, gue juga ga tau."

"Gue tunggu di sini, lo pulang sama gue, bukan sama dia," ucap Alan, penuh penegasan.

"Iya, Alan. Ya udah gue masuk dulu."

Alan mengangguk, lalu ia menatap Ranya yang sudah berjalan masuk menuju ruang meeting. Ruang meeting itu memang sengaja di desain dengan transparan, tetapi kedap akan suara. Dari situlah Alan biasanya melihat senyum Ranya dengan Naufal, namun hari ini ia sedikit lega karena Naufal memasuki ruangan Pak Ridho—Ketua Booker Ranya.

"Ya tuhan ... Apakah Mas Putra sesibuk itu ya? Sampai ga balas DM gue?" tanya Bunga, seraya mengamati Mas Putra.

Alan menoleh dengan bingung. "DM lo kurang menarik kali buat dibalas sama dia, Nga."

"Gue udah berusaha, Lan, tapi dianya ga peka mulu. Gue jatuh cinta sama orang seganteng dia kayaknya salah deh," ucap Bunga.

"Bertahan, Nga. Pasti ada waktunya lo dapet."

Bunga terkekeh, "Itukan harusnya perkataan lo ke diri lo sendiri juga."

"Kok gue?"

"Lo juga selama ini bertahan buat dapetin Ranya dari Naufal, kan?"

"Gue menjaga Ranya."

"Halah, jelas-jelas tatapan mata lo ga suka liat Ranya sama Naufal," elak Bunga.

"Sok tahu banget, emang lo peramal?"

"Gue bukan peramal, tapi gue teliti liat gerak-gerik, contohnya kayak lo ini."

Alan menoleh, menatap Bunga dengan heran. "Coba? Emang gue kayak gimana?"

"Simple, sih. Orang yang mencintai, tapi ga bisa mengutarakan cintanya karena takut ditolak atau disakitin. Betul?" balas Bunga.

Alan tertegun. Jawaban Bunga menjorok ke arahnya.

"Ah! Salah!" elak Alan, tentu saja dia memang tak mau mengakui jika ucapan Bunga benar. Alan masih ingin diam-diam dengan perasaannya karena ia belum terlalu yakin.

"Terserah lo mau ngelak kayak gimana. Tapi, cinta emang butuh diucapin, Lan, biar ga terus penasaran."

"Lagian lo juga ga ngucapin cinta ke Mas Putra," balas Alan.

"Lo kira gue nge-DM Mas Putra mau ngapain? Ya pastinya gue bilang gue suka lah sama dia!" seru Bunga.

"Lo ga takut ditolak?"

Just PhiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang