Hati Yang Sesak

39 4 5
                                    

“Ketika kamu bersama dia, aku akan memilih menjauh dari pada harus marah-marah dan menyadari kalau nyatanya aku bukan siapa-siapa kamu.”

Motor Alan melewati beberapa jalan setapak yang hampir tidak muat untuk sebuah motor. Di sisi jalan setapak itu terdapat pohon-pohon yang menjulan tinggi nan lebat, itu adalah jalan menuju pantai, pantai yang cukup dekat dengan kota dibandingkan dengan pantai lainnya, namun butuh perjalanan yang seperti ini, melewati beberapa rerumputan dan pohon-pohon.

Langit di jam 4 sore memang masih terang, tetapi jalanan yang dilewati oleh Alan dan Ranya meredup, daun-daun pohon itu menutupi sebagian jalanan sehingga matahari hampir tak bisa masuk, akhirnya Alan menyalakan lampu motornya, takut jika ada batu yang tak terlihat karena saking gelapnya.

"Benar pantai ini kan, Nya? Jangan sampe udah jalannya susah, salah pula," tanya Alan, sembari fokus melajukan motornya.

"Bener, Lan. Mas Putra shareloc di sini kok," jawab Ranya, lantas ia menunjukkan peta di layar ponselnya kepada Alan.

"Ya udah," jawab Alan, begitu singkat karena ia harus fokus melajukan motornya.

Keluar dari jalan setapak yang gelap nan ribet itu ternyata membuahkan hasil. Setelah keluar dari jalan itu ternyata langit sore dengan matahari yang mulai bersiap untuk terbenam menyambut mata Alan dan Ranya. Suasana di pantai cukup ramai, beberapa orang mulai mengambil foto dirinya dengan matahari yang sangat indah, anak-anak masih bermain pasir, sedangkan di sisi lainnya sudah ada tim dari projek pekerjaan Ranya. Alan lihat jelas ada Naufal di sana.

"Lo mau langsung ke sana?" tanya Alan, ketika Ranya sudah melepas helm.

"Iya, gue kesana dulu ya, udah ditungguin," balas Ranya.

"Lo pulang sama siapa? Mau gue tungguin?"

"Beneran mau nungguin?"

Alan terkekeh. "Iya, emang kenapa?"

"Gue takutnya lama sih."

"Ya udah gue tungguin aja."

Ranya mengangguk, setelah itu ia berlari menuju timnya, di sana sudah Mas Putra, tim fotografi dan juga ada Naufal yang sedang bersiap-siap. Di jok motornya, Alan duduk melihat ke arah Ranya yang langsung tersenyum seraya melambaikan tangan ke arah mereka. Ranya memang ramah, semua orang suka sifat itu. Hanya saja mungkin Alan yang terlalu bernegatif thinking dengan kedekatan Ranya dan Naufal.

Untuk melepas rasa bosannya, Alan akhirnya memilih spot foto yang bagus di daerah pantai. Satu dua kali kamera ponselnya mengarah ke arah langit dan pesisir laut sehingga menghasilkan sebuah foto yang indah. Anak-anak yang sedang bermain pun menjadi salah satu objek fotonya, bahkan Ranya yang sedang tertawa pun Alan foto dari kejauhan.

"Cantik." Satu kata dari bibir Alan ketika melihat foto Ranya.

Setelah itu, Alan memilih beberapa foto untuk dikirim kepada Arya—Papanya yang pelukis pasti akan senang jika diberikan ide untuk lukisan berupa pantai. Apalagi, di waktu sunset, waktu terbagus di pantai.

Papa.

Alan sent a photo

-Papa
Bagus. Kamu lagi di pantai, Lan?

Alan-
Iya, anter Ranya photoshoot ke sini. Dia lagi kerja sama projeknya.

-Papa
Semakin dekat ya kamu sama Ranya. Papa senang, kapan-kapan bisa ajak makan di rumah, Ranya bisa ikut photoshoot di daerah rumah kita.

Just PhiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang