Cerita Menyebalkan

41 5 0
                                    

“Aku akan membuat kamu merasa senyaman mungkin, meski aku harus bersaing dengan yang lebih sempurna.”

Sekarang pukul jam setengah puluh, murid-murid kelas XII IPS 3 baru saja menyelesaikan praktek pelajaran olahraga di lapangan. Sebagian murid langsung ke kelas untuk beristirahat, ada juga yang langsung ganti pakaian ke toilet dan sebagian lainnya duduk di tepi lapangan menunggu waktu jam istirahat tiba.

Sama halnya seperti Ranya, Alan dan ketiga temannya—Bunga, Raya dan Dinda. Mereka duduk di tepi lapangan, meneduh dibawah pohon yang lebat sekali daunnya.

"Kapan ig gue di-follback sama Mas Putra, ya? Masa gue di acc doang sih," protes Bunga, seraya melihat ke arah ponselnya.

"Coba lo chat dia, Nga. Mas Putra kan ga peka-an," balas Raya.

"Males ah, nanti di-read doang kayak kemarin-kemarin. Gue heran, gue cuman pengen deket aja ga boleh," elak Bunga, suaranya sudah mulai kesal.

Ranya terkekeh, "Gue bilang juga Mas Putra beku, Nga, ga bisa dicairin pake selera humor lo doang."

Bunga melirik Ranya dengan kesal. "Berisik lo, Nya. Omongan lo ga ngebantu sama sekali."

Ranya lagi-lagi terkekeh diikuti oleh Raya. Bunga memang yang paling mudah jatuh cinta dan bisa bertahan lama di banding dengan yang lainnya. Hanya sayang, cowok-cowok yang didekati oleh Bunga malah pergi begitu saja.

"Ga usah omongin yang belum pasti, kita omongin yang pasti dulu nih," sahut Dinda, matanya melirik ke arah Ranya.

"Apaan lo, Din? Kok mata lo ke gue sih?" protes Ranya.

Alan mendongak, menatap heran sekaligus penasaran apa yang akan dikatakan oleh Dinda.

"Ya kan lo semalem abis jalan sama pangeran baru, tuh si Naufal. Emang kita ga tau?" balas Dinda, lalu tertawa melihat raut wajah kesal dari Ranya.

"Cerita-cerita dong, Nya. Gimana nih yang mau punya pacar tapi diem-diem aja," timpal Raya.

Alan menghembuskan nafasnya, mendengar pembiacaraan perempuan di depannya yang sedang membicarakan Naufal. Apalagi ketika Raya bilang, "Mau punya pacar". Apa maksudnya itu? Memang Ranya bisa sedekat itu dengan Naufal?

Hati Alan mulai tak enak, rasa cemburu dan kesal itu datang lagi. Namun, ia hanya bisa diam, mendengarkan Ranya yang akan bercerita.

"Naufal baik sih, kayaknya kalian juga bakal setuju kalau gue masih deket sama dia," ucap Ranya, mukanya tersenyum senang menceritakan Naufal.

"Halah, kita aja belum tau gimana Naufal, dikenalin secara langsung aja belum," cetus Bunga.

"Nanti gue kenalin deh, tapi ... Nanti, kalau sekarang kan belum deket banget," balas Ranya.

"Berarti lo mau 'deket banget' sama dia, Nya?" tanya Alan, secara spontan, mulutnya sudah tak tahan ingin menanyakan itu.

"Semoga sih, Naufal ternyata baik kok, Lan. Ga seburuk yang lo kira," jawab Ranya.

"Definisi baik tiap orang beda-beda, Nya," balas Alan, sedikit jutek nadanya.

"Semalam itu gue bener-bener senang aja di deket Naufal. Apalagi pas dia kasih perhatian-perhatian kecil ke gue, kayak benerin rambut gue, genggam tangan gue pas jalan. Ah, pokoknya dia bikin gue terbang!" seru Ranya.

"Ranya kalau udah bucin pasti bakal jadian, fix lo jadian sama yang ini, Nya!" balas Dinda.

"Tapi Ranya ga boleh banyak berharap, nanti kalau Naufal cuman anggep Ranya temen gimana?" elak Alan seraya menaikkan kedua alisnya.

Just PhiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang