4

676 117 26
                                    

Pasutri Fukuzawa kembali pada rutinitas sehari-harinya. Namun ada sesuatu yang berbeda dari mereka.

Seperti biasanya, setelah sarapan usai, Fukuzawa langsung berangkat menuju kantor Agensi Detektif Bersenjata. Pada saat berjalan menyusuri lorong rumah, rasanya seperti ada yang tengah membuntutinya. Ia pun memutuskan untuk membalik badan.

"Ada yang kau inginkan?" tanyanya.

'Baru mau bilang sesuatu, sudah keduluan,' batin si penguntit tersentak.

"Tidak ada, aku hanya ingin bilang 'hati-hati' saja kok," jawabnya tersenyum lembut.

Dengan wajah poker face-nya, Fukuzawa membalas, "kau juga [Name], jaga dirimu baik-baik. Aku pergi dulu"

"Iya." Ia pun melambaikan tangannya diikuti kepergian sang suami.

Mungkin ini semua terjadi semenjak mereka pulang dari bulan madu waktu itu. Benar kata orang, bulan madu semakin mempererat sebuah hubungan.

Tak hanya sekali dua kali, [Name] jadi sering mengantar Fukuzawa hingga ke pintu rumah saat pria itu hendak berangkat kerja, bahkan menyambut kepulangannya. Dan juga pertanyaan, 'apa ada yang kau inginkan?', tidak pernah absen dari telinga [Name]. Fukuzawa selalu mengatakan hal tersebut setiap pergi ataupun sepulang kerja, kali saja istrinya hendak meminta sesuatu tetapi tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Namun sejauh ini dia belum memiliki keinginan atau permintaan terhadap sang suami.

[Name] duduk di depan kaca riasnya bersama dengan Aira dan juga Hairi yang tengah mendandani rambutnya.

"[Name]-sama ingin memakai jepit rambut yang mana?" tanya Hairi menyodorkan berbagai macam penjepit rambut padanya.

Hanya satu yang membuat ia ingin terus memakainya. Ditunjuknya sebuah penjepit rambut berbentuk bunga lavender. "Yang ini"

Si kembar itu saling membagi pandangan dan kemudian terkekeh. [Name] dibuat bingung oleh mereka.

"Ada apa?"

"Tidak.. akhir-akhir ini [Name]-sama selalu memakai penjepit rambut yang diberikan Yukichi-sama ketika bulan madu," tutur Hairi sambil memakaikannya.

"Apakah ada sesuatu yang terjadi di antara kalian ketika pergi bulan madu?" goda Aira.

"Sepertinya sekarang kalian juga semakin akrab. Apa jangan-jangan kalian—"

[Name] dengan cepat memotong kalimat Hairi. "Tidak terjadi apa-apa di antara kami, Basan. Kami akrab juga demi hubungan yang baik"

"Kami tahu kok, [Name]-sama. Kami juga senang jika [Name]-sama dan Yukichi-sama sekarang semakin akrab. Tetapi kami berharap hubungan kalian seperti halnya pasangan suami-istri," lontar Aira memberi penekanan pada kalimat terakhir.

[Name] mengerti maksud dari perkataan Aira. Suami-istri yang tidak sekadar hanya status belaka. Namun rasanya seperti permintaan berat bagi [Name].

Seketika Hairi memecahkan lamunannya. "Sudah.. sudah.. jangan terlalu dipikirkan [Name]-sama. Itu hanya doa ku dan Aira-neesan saja. Cinta tidak bisa dipaksakan, bukan? Tetapi kami yakin pasti akan datang pada kalian"

Sebuah keyakinan yang tampak mustahil. Tetapi, siapa yang tahu tentang takdir kedepannya?

"Maafkan aku [Name]-sama, jika aku membuat mu merasa terbebani," lirih Aira menjatuhkan pandangannya.

Diraihnya tangan Aira dan digenggamnya erat-erat. [Name] menatap kedua iris mata milik wanita paruh baya itu dalam.

"Aira-basan tidak salah. Aku tahu Basan berdoa agar aku dan Yukichi-san bahagia dalam pernikahan ini, tetapi seperti yang dikatakan Hairi-basan, cinta tidak dapat dipaksakan. Karena Basan pernah menikah, pasti juga menginginkan hal yang terbaik untuk pernikahan ku"

Epiphany | Fukuzawa YukichiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang